Aku mendapat tempat kos yang istimewa. Kusebut begitu karena selain
harganya tidak mahal, rumahnya bagus letaknya tidak di jalan besar, di
lingkungan yang tenang dan aku adalah satu-satunya laki-laki di situ.
Aku mendapat kamar diatas garasi yang mempunyai akses sendiri. Di
bawahku dulu bekas garasi, tetapi sudah diubah lalu disewakan untuk kos.
Aku bisa diterima disitu, karena sebelumnya kenal dengan ibu kost karena bisnis MLM. Dia kebetulan up link ku. Soal ini kalau diceritakan cukup panjang dan kurang menarik pastinya.. Namun yang jelas ketika dia membinaku, akhirnya pembicaraan sampai ke masalah kost. Mungkin dia terkesan pada pribadiku sehingga dia menawarkan aku kost saja di tempatnya. Padahal dia selama ini belum pernah menerima kost laki-laki.
Aku bisa diterima disitu, karena sebelumnya kenal dengan ibu kost karena bisnis MLM. Dia kebetulan up link ku. Soal ini kalau diceritakan cukup panjang dan kurang menarik pastinya.. Namun yang jelas ketika dia membinaku, akhirnya pembicaraan sampai ke masalah kost. Mungkin dia terkesan pada pribadiku sehingga dia menawarkan aku kost saja di tempatnya. Padahal dia selama ini belum pernah menerima kost laki-laki.
Sebagian besar yang indekos disitu adalah anak yang kuliah di akademi
sekretaris. Akademi itu memang tidak jauh, jauhnya jika jalan kaki
mungkin sekitar 10 menit. Sekolah itu sejak lama terkenal di Jakarta
Selatan.
Rumah induk mempunyai kamar cukup banyak maka sebagian besar mereka berada di dalam rumah induk. Yang di luar hanya kamarku dan kamar bekas garasi yang dihuni 2 cewek. Aku bebas membawa cewekku ke kamar jika hari minggu. Biasanya kami berendam di kamar dari jam 11 siang sampai jam 3 sore. Ya semua yang seharusnya terjadi ya terjadilah. Mungkin kalau diceritakan kurang seru, karena sama pacar sendiri.
Setelah sekitar 3 bulan aku baru mulai mengenal para penghuni kos. Mereka semua ada 8 orang. Diantara mereka tinggalnya di Jakarta ini juga, tapi memang jauh dari sekolah mereka. Mungkin kurang praktis jika pulang pergi dari rumah ke sekolah. Jadinya setiap Sabtu dan Minggu rumah kos itu sepi karena sebagian besar penghuninya pulang ke rumah mereka masing-masing. Yang tinggal hanya anak-anak dari luar kota, ada dari Cirebon, dari Bandung dan dari Lampung.
Suatu malam aku lupa malam apa, listrik padam dan hujan turun sangat deras. Aku tidak bisa melakukan apa pun kecuali tiduran. Mata melek sama merem tidak ada bedanya, gelap gulita. Mungkin sudah jam 10 malam, tiba-tiba ada yang mengetok kamarku, Jay, bukain dong cepetan, kayak suara Dewi anak Bandung yang tinggal di kamar di bawahku.
Aku segera membuka pintu, memang benar, Dewi dan Ana datang berkerudung selimut dan bawa bantal segala. Jay, aku numpang tidur dong di kamarmu, Kami takut di bawah gelap dan petirnya keras banget. Kamarku memang cukup luas , Ya sekitar 6 x 5 m dengan satu tempat tidur yang muat dua orang atau kalau dipaksakan juga cukup bertiga.
Aku tidak mungkin bisa menolak mereka, lagian ngapain rezeki gini ditolak. Mereka pun tanpa persetujuan dariku sudah mengambil posisi di tempat tidur. Tempat tidurku berada di pojok di ruangan, jadi bagian kepala dan salah satu sisinya merapat ke dinding. Dewi mengambil posisi ditengah, Ana dipinggir merapat ke tembok aku disisakan tempat di tepi.
Lampu mati kali ini cukup lama sejak hujan deras tadi mungkin sekitar jam 8, Sampai hampir jam 11 malam belum juga nyala. Hujan masih terus deras. Untung kamar gelap, sehingga tempat tidurku yang berantakan spreinya tidak kelihatan. Kamar bujangan mana mungkin rapi, apa lagi aku malas sekali merapikan kamar. Mereka berdua langsung membujur, aku menempati posisi yang tersisa. Mana mungkin bisa ngantuk, tidur bertiga dengan dua cewek, cakep-cakep lagi. Yang kupikirkan apa yang bakal terjadi dan apa pula yang harus terjadi. Apakah aku harus memulai, aku ragu apakah Dewi yang ada di dekatku suka dengan aku. Bagaimana kalau tanganku ditepis, wah malu banget rasanya. Tapi pendapat lain seperti memanas-manasi. Jangan-jangan mereka menunggu inisiatif dariku. Laki-laki kan sepantasnya yang berinisiatif. Aduh bingung aku dengan dua pendapat ini.
Akhirnya aku tidur telentang pasrah menunggu bergulirnya sejarah. Kami tidur berhimpitan, karena tempat tidur kapasitas 2 orang ditempati bertiga. Dewi yang mulanya tidur miring membelakangiku, kemudian ganti posisi telentang. Lha aku kan bingung, dimana harus kuletakkan tangan kanan, agar tidak menyentuh Dewi. Tangan kanan ku yang memang dari tadi lurus ke bawah tidak dihindari jadi ketindih tangan kiri Dewi. Apa boleh buat, pegel terpaksa ditahan biar tidak bergerak. Aku khawatir kalau tanganku bergerak bisa menimbulkan kecurigaan, atau kalau melakukan gerakan menghindar bisa disangka aku jual mahal. Repott deh .
Diam mematung dalam keadaan spaning tentu tidak mudah. Tapi itulah tantanganku di dalam kegelapan. Tangan Dewi kemudian kurasakan mulai meremas tanganku. Aku segera paham bahwa sinyal sudah mulai dinyalakan. Untuk menyambut keramahannya, aku pun membalas meremas tangannya. Hanya sebatas itu saja aku berani bertindak.
Dewi berubah posisi lagi, kali ini miring menghadapku dan dia memelukku ibarat aku ini guling. Ya ampun tangan ku belum sempat berubah posisi dan kejadiannya tangan ini tertindih selangkangannya. Aku harus bagaimana sekarang , karena tanganku menempel dibagian paling vital Dewi, tentu aku tidak berdaya. Kalau jariku begerak sedikit saja, pasti akan memberi kesan meremas memeknya. Aduh aku nggak mau dikesankan orang yang kurang ajar. Tanganku mulai kesemutan, karena aliran darah tertahan akibat ditindih. Apa boleh buat aku harus bertahan sekuat mungkin.
Aku tidak tahu tangan dewi yang sebelah lagi ada dimana, tetapi tangan kanannya ada di atas dadaku. Dia mengelus-elus dadaku dan hidung serta mulutnya dekat sekali dengan telingaku. Sehingga aku bisa jelas memantau hembusan nafasnya. Dari pemindaianku nafasnya mulai tidak teratur, bahkan cenderung rada cepat. Ini kan nafas kalau cewek mulai diliputi nafsu birahi. Dia menarik kepalaku lebih rapat dan diciuminya pipiku. Dia tempel terus hidungnya ke pipiku. Aku jadi mulai mendidih. Bukan hanya panas karena tubuh kami rapat, tetapi tensi birahiku juga naik. Dimiringkannya kepalaku lalu bibirnya menyusuri wajahku dan pencariannya berhenti ketika menemukan bibirku. Kami jadi berciuman dan panjang sekali rasanya.Sinyal-sinyal yang dihidupkannya mensyaratkan aku harus segera meresponnya. Tangan ku yang tadi tertindih mulai bergerak mencari sasaran. Gundukan dibalik dasternya tentu saja menjadi sasaran. Aku remas-remas gundukan di selangkangannya.
Dewi merespon dengan gerakan pinggulnya menekan-nekan tanganku. Jari yang tadi tertindih mulai mendapat tugas untuk mencari jalan. Perlahan-lahan kutarik keatas dasternya sampai jariku bisa merasakan celana dalamnya. Dewi malah membantu agar kerja jariku lebih mudah menguak penutup. Aku meremas kambali gundukan yang kini hanya terlindung oleh celana dalam. Tidak ada ruang untuk aku menarik tanganku agar bisa masuk menyusupkan telapak tangan kananku masuk dari celah atas celana dalamnya. Satu-satunya jalan hanya menguak celdamnya dari samping. Jari ku seperti ular mencari sarangnya, jari tengah lebih trampil dari jari lainnya dalam mencari belahan vital Dewi. Jari tengahku mulai merasakan kehangatan sekaligus kelembaban di balik bulu-bulu keriting yang ternyata sangat lebat. Si jari tengah ternyata sangat trampil dalam pencariannya, karena clitoris Dewi mulai ditemukan. Daging kecil itu sudah mengeras, sehingga mudah mencarinya.Aku segera berkosentrasi pada bagian itu. Dewi tidak mampu menahan kenikmatan akibat gelitikan jariku di clitorisnya, sehingga walau dia berusaha menahan gerakan, sesekali dia lepas kontrol juga. Masalahnya mungkin rikuhlah karena ada Ana di sebelah yang sedang terbaring. Kan gak enak rasanya bercumbu disamping teman akrabnya tanpa ada komitmen sebelumnya.
Dewi makin erat memelukku dan aku makin intensif memainkan jariku di clitorisnya. Aku tidak bisa memperkirakan berapa lama jariku bermain di clitoris Dewi. Dia akhirnya mengejang dan ditekankannya badannya ke kakiku, sambil kurasa gerakan kontraksi di sekujur kemaluannya. Dia mencapai kepuasan. Dia lalu melemas dan aku segera menarik tanganku dari tindihannya dan kuposisikan memelukkan dengan menyelinap di bawah lehernya. Tangan kananku berada dibagian belakang badannya yang miring menghadapku.
Dewi sudah jatuh tertidur. Dia mendengkur halus dekat sekali dengan telingaku. Aku jadi serba sulit, barangku jadi terabaikan, padahal sudah siap diluncurkan. Tapi mau diluncurkan bagaimana, sebab situasinya sangat tidak memungkinkan.
Listrik belum juga nyala, hujan masih deras. Wah kalau gini situasinya bakal sampai besok pagi listrik akan padam.Dalam keadaan tanpa harapan aku berusaha menidurkan diri dan menyabarkan hasratku yang cenggur (ngaceng nganggur).
Nah lho, tanganku ada yang meremas dibelakang punggung Dewi tangan siapa lagi kalau bukan Ana. Dia tidak hanya meremas, tapi juga menyium dan bahkan menjilati jari-jariku. Aduh mak, jari-jariku kan tadi bekas terkena cairan si Dewi, pasti punya aroma khas. Tapi Ana rasanya menikmati sekali jari-jariku. Dicium dan dilomot-lomotnya jariku. Aku yang tadinya kosentrasi menuju ngantuk, jadi siuman lagi. Tangan kulemaskan mengikuti arah yang dimaui Ana. Dia membimbing tanganku mengusap-usapkan tanganku ke wajahnya, lehernya dan ke dadanya lalu ke teteknya dari luar daster. Diberi peluang menangkap tetek, tentunya segera kurespon dengan gerakan meremas. Tangan Ana ikut membantu tanganku meremas teteknya. Tebal benar tetek Ana ini. Baru kusadari sekarang kalau tetek Ana cukup besar. Kelak kalau keadaan sudah terang aku jadi ingin menegaskan berapa besar sih tetek Ana. Sebelum ini aku tidak pernah memperhatikan tetek Ana.
Tangan ku lalu dibimbing lagi menelusup ke balik daster dan langsung dibalik BHnya. Memang terasa benar besarnya. Cengkeraman tanganku terasa kurang besar terhadap tetek Ana. Kuremas-remas tetek Ana dari sebelah ke sebelah. Tugasku berikutnya adalah mencari tombol-tombol di kedua tetek itu. Pencarian tidak terlalu sulit, karena Ana memberi ruang untuk keleluasaan tanganku. Kupilin lalu ku usap. Gerakan itu terus menerus secara bergantian. Ana yang tadi diam saja sekarang badannya terasa lasak. Bahunya bergoyang-goyang terus. Aku tentu saja khawatir, perselingkuhan tanganku ini bakal membangunkan Dewi. Tapi Ana kelihatannya sudah turun kesadaran lingkungannya.
Tanganku tiba-tiba ditarik menjauh dari teteknya. Aku segera berkesimpulan bahwa Ana tiba-tiba waras kembali otaknya. Aku turuti saja dengan melemaskan tanganku. Tapi tangan Ana tetap saja memegang tanganku. Aku merasa ada gerakan bahwa Ana mengubah posisi tidurnya. Telapak tanganku merasa menyentuh kulit lembut dan dari analisa data di otakku. Tangan ini menyentuh kulit perut. Aku segera memindai posisi tanganku tepatnya berada dibagian apa? Memang benar, telapak tanganku menemukan pusat (udel). Ana melepas tanganku dan aku dibiarkan sendiri mencari jalan. Aku segera mengerti bahwa Ana sudah mengangkat dasternya dan memposisikan tanganku untuk mencari jalan yang benar.
Arahan itu tentu saja mudah kupahami, tanganku segera merayap ke bawah dan menemukan garis celana dalamnya. Tanganku berusaha merayap terus ke bawah sampai kutemukan bulu-bulu halus. Jangkauanku kini maksimal, padahal target belum tercapai. Ana rupanya paham, dinaikkannya badannya sedikit dan kini jari-jariku bisa mencapai belahan memeknya. Ternyata memeknya sudah basah, sehingga jari tengahku dengan mudah menyusup ke dalam dan menemukan clitoris yang sudah mengeras. Ini tentu saja membantuku menemukan sasaran yang tepat. Aku lalu memainkan jari tengahku. Ana yang kini telentang, pinggulnya mengikuti irama sentuhan jari tengahku. Dia menggelinjang, ketika bagian paling sensitifnya tersentuh. Sesungguhnya posisi tanganku kurang nyaman, tapi aku mencoba terus bertahan, paling tidak sampai Ana puas. Aku kurang bisa memperkirakan waktu, karena gelap dan tanganku terasa pegal sekali. Aku merasa lama sekali aku mengorek kemaluan Ana ini sampai kemudian dia menjepit tanganku dan memeknya berkontraksi. Dia puas dan setelah usai kontraksinya tanganku ditariknya keluar.
Aku turuti saja dan tanganku memang pegel dengan posisi itu tadi. Dia melepas kan tanganku sementara membenahi dasternya yang terangkat tinggi. Aku menempatkan posisi tanganku pada posisi yang paling nyaman .
Ana membawa tanganku agar berada di posisi di bawah lehernya dan menerobos kebelakang punggungnya. Aku bagaikan memeluk dua wanita sekaligus. Mereka berdua puas dan tertidur, sementara aku cenggur makin parah. Tapi kutentramkan hasratku, dan itung-itung pengorbanan untuk investasi masa depan.
Paginya aku terbangun karena mereka berdua menciumi pipiku sambil mengucapkan terima kasih lalu mereka keluar kamar. Aku berkesimpulan jalan sudah terbuka, tinggal aku mengatur bagaimana melanjutkan alur yang sudah terbangun. Mereka berdua sebenarnya tau kalau aku punya cewek yang setiap Minggu selalu aku benam di kamarku. Tapi nampaknya itu tidak menghalangi keakraban mereka dengan ku.
Di satu malam minggu Ana pulang ke rumah orang tuanya di Kebon Jeruk dan Dewi tetap tinggal di kost, karena rumah orang tuanya di Bandung. Malam itu otomatis Dewi tidur gabung denganku . Kami memuaskan diri masing-masing sampai berkali-kali. Aku lupa berapa ronde yang kami mainkan, sampai paginya dia masih bermain sekali lagi sebelum kembali ke kamarnya.
Penyelinapan Dewi, sama sekali tidak diketahui oleh penghuni kost yang lain. Jadi kami menjalankan akting biasa-biasa saja di depan teman-temannya. Setelah aku berkesempatan memompa Dewi di lain kesempatan ketika Dewi menginap di rumah saudaranya Ana lah yang menyelinap ke kamarku. Kami juga memuaskan diri sampai pagi. Kedua bersahabat ini benar-benar tangguh di ranjang.
Aku tidak mengorek keterangan apakah hubungan mereka dengan ku yang demikian intim itu diketahui masing-masing, atau mereka melakukan peran diam-diam. Aku ingin menikmati saja hidangan yang tersedia, tanpa repot-repot menyelidik. Toh nanti bakal ketemu juga jawabannya, tanpa aku bertanya.
Dalam usiaku yang 20 tahun, aku memang dikaruniai kelebihan, yaitu muka yang manis (kata cewek-cewek) badan yang atletis (padahal jarang olahraga) dan kesehatan yang baik. Aku selalu berusaha menjadi anak manis dan sebisa mungkin menjauhkan dari kesan anak yang kurang ajar. Cool istilah yang sering cewek-cewek sebutkan mengenai perilakuku.
Aku kurang jelas umur Dewi dan Ana, tetapi dari jenjang pendidikannya kuterka mereka lebih tua setahun atau sebaya dengan ku. Dewi kulitnya agak gelap, rambutnya keriting, badannya ramping dan teteknya kecil (ukuran 32 mungkin). Sedang Ana bodinya rata-rata saja, teteknya mungkin agak besar, tetapi tidak terlalu mencolok, Mukanya manis dan rambutnya hitam lurus.
Kami sering tidur bertiga di kamar ku. Tidak setiap kali kami bertiga selalu melakukan aktivitas sex, kadang-kadang ya hanya tidur biasa saja. Yang membedakan dari situasi yang pertama, adalah aku selalu diminta tidur diantara mereka berdua. Kalau pun kami melakukan aktivitas sex ketika mereka berdua di sampingku, aku hanya melakukan raba-rabaan, tanpa coitus. Dan itu selalu dimainkan tanpa sepengetahuan Dewi. Ana tau tapi Ana berusaha menyembunyikannya dari Dewi. Mungkin itu kode etik diantara mereka.
Rumah induk mempunyai kamar cukup banyak maka sebagian besar mereka berada di dalam rumah induk. Yang di luar hanya kamarku dan kamar bekas garasi yang dihuni 2 cewek. Aku bebas membawa cewekku ke kamar jika hari minggu. Biasanya kami berendam di kamar dari jam 11 siang sampai jam 3 sore. Ya semua yang seharusnya terjadi ya terjadilah. Mungkin kalau diceritakan kurang seru, karena sama pacar sendiri.
Setelah sekitar 3 bulan aku baru mulai mengenal para penghuni kos. Mereka semua ada 8 orang. Diantara mereka tinggalnya di Jakarta ini juga, tapi memang jauh dari sekolah mereka. Mungkin kurang praktis jika pulang pergi dari rumah ke sekolah. Jadinya setiap Sabtu dan Minggu rumah kos itu sepi karena sebagian besar penghuninya pulang ke rumah mereka masing-masing. Yang tinggal hanya anak-anak dari luar kota, ada dari Cirebon, dari Bandung dan dari Lampung.
Suatu malam aku lupa malam apa, listrik padam dan hujan turun sangat deras. Aku tidak bisa melakukan apa pun kecuali tiduran. Mata melek sama merem tidak ada bedanya, gelap gulita. Mungkin sudah jam 10 malam, tiba-tiba ada yang mengetok kamarku, Jay, bukain dong cepetan, kayak suara Dewi anak Bandung yang tinggal di kamar di bawahku.
Aku segera membuka pintu, memang benar, Dewi dan Ana datang berkerudung selimut dan bawa bantal segala. Jay, aku numpang tidur dong di kamarmu, Kami takut di bawah gelap dan petirnya keras banget. Kamarku memang cukup luas , Ya sekitar 6 x 5 m dengan satu tempat tidur yang muat dua orang atau kalau dipaksakan juga cukup bertiga.
Aku tidak mungkin bisa menolak mereka, lagian ngapain rezeki gini ditolak. Mereka pun tanpa persetujuan dariku sudah mengambil posisi di tempat tidur. Tempat tidurku berada di pojok di ruangan, jadi bagian kepala dan salah satu sisinya merapat ke dinding. Dewi mengambil posisi ditengah, Ana dipinggir merapat ke tembok aku disisakan tempat di tepi.
Lampu mati kali ini cukup lama sejak hujan deras tadi mungkin sekitar jam 8, Sampai hampir jam 11 malam belum juga nyala. Hujan masih terus deras. Untung kamar gelap, sehingga tempat tidurku yang berantakan spreinya tidak kelihatan. Kamar bujangan mana mungkin rapi, apa lagi aku malas sekali merapikan kamar. Mereka berdua langsung membujur, aku menempati posisi yang tersisa. Mana mungkin bisa ngantuk, tidur bertiga dengan dua cewek, cakep-cakep lagi. Yang kupikirkan apa yang bakal terjadi dan apa pula yang harus terjadi. Apakah aku harus memulai, aku ragu apakah Dewi yang ada di dekatku suka dengan aku. Bagaimana kalau tanganku ditepis, wah malu banget rasanya. Tapi pendapat lain seperti memanas-manasi. Jangan-jangan mereka menunggu inisiatif dariku. Laki-laki kan sepantasnya yang berinisiatif. Aduh bingung aku dengan dua pendapat ini.
Akhirnya aku tidur telentang pasrah menunggu bergulirnya sejarah. Kami tidur berhimpitan, karena tempat tidur kapasitas 2 orang ditempati bertiga. Dewi yang mulanya tidur miring membelakangiku, kemudian ganti posisi telentang. Lha aku kan bingung, dimana harus kuletakkan tangan kanan, agar tidak menyentuh Dewi. Tangan kanan ku yang memang dari tadi lurus ke bawah tidak dihindari jadi ketindih tangan kiri Dewi. Apa boleh buat, pegel terpaksa ditahan biar tidak bergerak. Aku khawatir kalau tanganku bergerak bisa menimbulkan kecurigaan, atau kalau melakukan gerakan menghindar bisa disangka aku jual mahal. Repott deh .
Diam mematung dalam keadaan spaning tentu tidak mudah. Tapi itulah tantanganku di dalam kegelapan. Tangan Dewi kemudian kurasakan mulai meremas tanganku. Aku segera paham bahwa sinyal sudah mulai dinyalakan. Untuk menyambut keramahannya, aku pun membalas meremas tangannya. Hanya sebatas itu saja aku berani bertindak.
Dewi berubah posisi lagi, kali ini miring menghadapku dan dia memelukku ibarat aku ini guling. Ya ampun tangan ku belum sempat berubah posisi dan kejadiannya tangan ini tertindih selangkangannya. Aku harus bagaimana sekarang , karena tanganku menempel dibagian paling vital Dewi, tentu aku tidak berdaya. Kalau jariku begerak sedikit saja, pasti akan memberi kesan meremas memeknya. Aduh aku nggak mau dikesankan orang yang kurang ajar. Tanganku mulai kesemutan, karena aliran darah tertahan akibat ditindih. Apa boleh buat aku harus bertahan sekuat mungkin.
Aku tidak tahu tangan dewi yang sebelah lagi ada dimana, tetapi tangan kanannya ada di atas dadaku. Dia mengelus-elus dadaku dan hidung serta mulutnya dekat sekali dengan telingaku. Sehingga aku bisa jelas memantau hembusan nafasnya. Dari pemindaianku nafasnya mulai tidak teratur, bahkan cenderung rada cepat. Ini kan nafas kalau cewek mulai diliputi nafsu birahi. Dia menarik kepalaku lebih rapat dan diciuminya pipiku. Dia tempel terus hidungnya ke pipiku. Aku jadi mulai mendidih. Bukan hanya panas karena tubuh kami rapat, tetapi tensi birahiku juga naik. Dimiringkannya kepalaku lalu bibirnya menyusuri wajahku dan pencariannya berhenti ketika menemukan bibirku. Kami jadi berciuman dan panjang sekali rasanya.Sinyal-sinyal yang dihidupkannya mensyaratkan aku harus segera meresponnya. Tangan ku yang tadi tertindih mulai bergerak mencari sasaran. Gundukan dibalik dasternya tentu saja menjadi sasaran. Aku remas-remas gundukan di selangkangannya.
Dewi merespon dengan gerakan pinggulnya menekan-nekan tanganku. Jari yang tadi tertindih mulai mendapat tugas untuk mencari jalan. Perlahan-lahan kutarik keatas dasternya sampai jariku bisa merasakan celana dalamnya. Dewi malah membantu agar kerja jariku lebih mudah menguak penutup. Aku meremas kambali gundukan yang kini hanya terlindung oleh celana dalam. Tidak ada ruang untuk aku menarik tanganku agar bisa masuk menyusupkan telapak tangan kananku masuk dari celah atas celana dalamnya. Satu-satunya jalan hanya menguak celdamnya dari samping. Jari ku seperti ular mencari sarangnya, jari tengah lebih trampil dari jari lainnya dalam mencari belahan vital Dewi. Jari tengahku mulai merasakan kehangatan sekaligus kelembaban di balik bulu-bulu keriting yang ternyata sangat lebat. Si jari tengah ternyata sangat trampil dalam pencariannya, karena clitoris Dewi mulai ditemukan. Daging kecil itu sudah mengeras, sehingga mudah mencarinya.Aku segera berkosentrasi pada bagian itu. Dewi tidak mampu menahan kenikmatan akibat gelitikan jariku di clitorisnya, sehingga walau dia berusaha menahan gerakan, sesekali dia lepas kontrol juga. Masalahnya mungkin rikuhlah karena ada Ana di sebelah yang sedang terbaring. Kan gak enak rasanya bercumbu disamping teman akrabnya tanpa ada komitmen sebelumnya.
Dewi makin erat memelukku dan aku makin intensif memainkan jariku di clitorisnya. Aku tidak bisa memperkirakan berapa lama jariku bermain di clitoris Dewi. Dia akhirnya mengejang dan ditekankannya badannya ke kakiku, sambil kurasa gerakan kontraksi di sekujur kemaluannya. Dia mencapai kepuasan. Dia lalu melemas dan aku segera menarik tanganku dari tindihannya dan kuposisikan memelukkan dengan menyelinap di bawah lehernya. Tangan kananku berada dibagian belakang badannya yang miring menghadapku.
Dewi sudah jatuh tertidur. Dia mendengkur halus dekat sekali dengan telingaku. Aku jadi serba sulit, barangku jadi terabaikan, padahal sudah siap diluncurkan. Tapi mau diluncurkan bagaimana, sebab situasinya sangat tidak memungkinkan.
Listrik belum juga nyala, hujan masih deras. Wah kalau gini situasinya bakal sampai besok pagi listrik akan padam.Dalam keadaan tanpa harapan aku berusaha menidurkan diri dan menyabarkan hasratku yang cenggur (ngaceng nganggur).
Nah lho, tanganku ada yang meremas dibelakang punggung Dewi tangan siapa lagi kalau bukan Ana. Dia tidak hanya meremas, tapi juga menyium dan bahkan menjilati jari-jariku. Aduh mak, jari-jariku kan tadi bekas terkena cairan si Dewi, pasti punya aroma khas. Tapi Ana rasanya menikmati sekali jari-jariku. Dicium dan dilomot-lomotnya jariku. Aku yang tadinya kosentrasi menuju ngantuk, jadi siuman lagi. Tangan kulemaskan mengikuti arah yang dimaui Ana. Dia membimbing tanganku mengusap-usapkan tanganku ke wajahnya, lehernya dan ke dadanya lalu ke teteknya dari luar daster. Diberi peluang menangkap tetek, tentunya segera kurespon dengan gerakan meremas. Tangan Ana ikut membantu tanganku meremas teteknya. Tebal benar tetek Ana ini. Baru kusadari sekarang kalau tetek Ana cukup besar. Kelak kalau keadaan sudah terang aku jadi ingin menegaskan berapa besar sih tetek Ana. Sebelum ini aku tidak pernah memperhatikan tetek Ana.
Tangan ku lalu dibimbing lagi menelusup ke balik daster dan langsung dibalik BHnya. Memang terasa benar besarnya. Cengkeraman tanganku terasa kurang besar terhadap tetek Ana. Kuremas-remas tetek Ana dari sebelah ke sebelah. Tugasku berikutnya adalah mencari tombol-tombol di kedua tetek itu. Pencarian tidak terlalu sulit, karena Ana memberi ruang untuk keleluasaan tanganku. Kupilin lalu ku usap. Gerakan itu terus menerus secara bergantian. Ana yang tadi diam saja sekarang badannya terasa lasak. Bahunya bergoyang-goyang terus. Aku tentu saja khawatir, perselingkuhan tanganku ini bakal membangunkan Dewi. Tapi Ana kelihatannya sudah turun kesadaran lingkungannya.
Tanganku tiba-tiba ditarik menjauh dari teteknya. Aku segera berkesimpulan bahwa Ana tiba-tiba waras kembali otaknya. Aku turuti saja dengan melemaskan tanganku. Tapi tangan Ana tetap saja memegang tanganku. Aku merasa ada gerakan bahwa Ana mengubah posisi tidurnya. Telapak tanganku merasa menyentuh kulit lembut dan dari analisa data di otakku. Tangan ini menyentuh kulit perut. Aku segera memindai posisi tanganku tepatnya berada dibagian apa? Memang benar, telapak tanganku menemukan pusat (udel). Ana melepas tanganku dan aku dibiarkan sendiri mencari jalan. Aku segera mengerti bahwa Ana sudah mengangkat dasternya dan memposisikan tanganku untuk mencari jalan yang benar.
Arahan itu tentu saja mudah kupahami, tanganku segera merayap ke bawah dan menemukan garis celana dalamnya. Tanganku berusaha merayap terus ke bawah sampai kutemukan bulu-bulu halus. Jangkauanku kini maksimal, padahal target belum tercapai. Ana rupanya paham, dinaikkannya badannya sedikit dan kini jari-jariku bisa mencapai belahan memeknya. Ternyata memeknya sudah basah, sehingga jari tengahku dengan mudah menyusup ke dalam dan menemukan clitoris yang sudah mengeras. Ini tentu saja membantuku menemukan sasaran yang tepat. Aku lalu memainkan jari tengahku. Ana yang kini telentang, pinggulnya mengikuti irama sentuhan jari tengahku. Dia menggelinjang, ketika bagian paling sensitifnya tersentuh. Sesungguhnya posisi tanganku kurang nyaman, tapi aku mencoba terus bertahan, paling tidak sampai Ana puas. Aku kurang bisa memperkirakan waktu, karena gelap dan tanganku terasa pegal sekali. Aku merasa lama sekali aku mengorek kemaluan Ana ini sampai kemudian dia menjepit tanganku dan memeknya berkontraksi. Dia puas dan setelah usai kontraksinya tanganku ditariknya keluar.
Aku turuti saja dan tanganku memang pegel dengan posisi itu tadi. Dia melepas kan tanganku sementara membenahi dasternya yang terangkat tinggi. Aku menempatkan posisi tanganku pada posisi yang paling nyaman .
Ana membawa tanganku agar berada di posisi di bawah lehernya dan menerobos kebelakang punggungnya. Aku bagaikan memeluk dua wanita sekaligus. Mereka berdua puas dan tertidur, sementara aku cenggur makin parah. Tapi kutentramkan hasratku, dan itung-itung pengorbanan untuk investasi masa depan.
Paginya aku terbangun karena mereka berdua menciumi pipiku sambil mengucapkan terima kasih lalu mereka keluar kamar. Aku berkesimpulan jalan sudah terbuka, tinggal aku mengatur bagaimana melanjutkan alur yang sudah terbangun. Mereka berdua sebenarnya tau kalau aku punya cewek yang setiap Minggu selalu aku benam di kamarku. Tapi nampaknya itu tidak menghalangi keakraban mereka dengan ku.
Di satu malam minggu Ana pulang ke rumah orang tuanya di Kebon Jeruk dan Dewi tetap tinggal di kost, karena rumah orang tuanya di Bandung. Malam itu otomatis Dewi tidur gabung denganku . Kami memuaskan diri masing-masing sampai berkali-kali. Aku lupa berapa ronde yang kami mainkan, sampai paginya dia masih bermain sekali lagi sebelum kembali ke kamarnya.
Penyelinapan Dewi, sama sekali tidak diketahui oleh penghuni kost yang lain. Jadi kami menjalankan akting biasa-biasa saja di depan teman-temannya. Setelah aku berkesempatan memompa Dewi di lain kesempatan ketika Dewi menginap di rumah saudaranya Ana lah yang menyelinap ke kamarku. Kami juga memuaskan diri sampai pagi. Kedua bersahabat ini benar-benar tangguh di ranjang.
Aku tidak mengorek keterangan apakah hubungan mereka dengan ku yang demikian intim itu diketahui masing-masing, atau mereka melakukan peran diam-diam. Aku ingin menikmati saja hidangan yang tersedia, tanpa repot-repot menyelidik. Toh nanti bakal ketemu juga jawabannya, tanpa aku bertanya.
Dalam usiaku yang 20 tahun, aku memang dikaruniai kelebihan, yaitu muka yang manis (kata cewek-cewek) badan yang atletis (padahal jarang olahraga) dan kesehatan yang baik. Aku selalu berusaha menjadi anak manis dan sebisa mungkin menjauhkan dari kesan anak yang kurang ajar. Cool istilah yang sering cewek-cewek sebutkan mengenai perilakuku.
Aku kurang jelas umur Dewi dan Ana, tetapi dari jenjang pendidikannya kuterka mereka lebih tua setahun atau sebaya dengan ku. Dewi kulitnya agak gelap, rambutnya keriting, badannya ramping dan teteknya kecil (ukuran 32 mungkin). Sedang Ana bodinya rata-rata saja, teteknya mungkin agak besar, tetapi tidak terlalu mencolok, Mukanya manis dan rambutnya hitam lurus.
Kami sering tidur bertiga di kamar ku. Tidak setiap kali kami bertiga selalu melakukan aktivitas sex, kadang-kadang ya hanya tidur biasa saja. Yang membedakan dari situasi yang pertama, adalah aku selalu diminta tidur diantara mereka berdua. Kalau pun kami melakukan aktivitas sex ketika mereka berdua di sampingku, aku hanya melakukan raba-rabaan, tanpa coitus. Dan itu selalu dimainkan tanpa sepengetahuan Dewi. Ana tau tapi Ana berusaha menyembunyikannya dari Dewi. Mungkin itu kode etik diantara mereka.
Hampir setahun aku menetap di rumah kost itu, dan penghuninya nyaris masih tetap seperti yang dulu.
Tempat
kos ini memang enak dan tentram, Pemiliknya janda yang kutaksir usianya
sekitar 40 tahun. Tidak terlalu cantik, tetapi manis dan kelihatan
sekali dia berasal dari Jawa. Dia memliki wajah keibuan yang berwibawa.
Badannya tidak gemuk seperti umumnya wanita diusia 40 tahunan. Dia
tinggal sendiri di rumah itu.
Aku makin akrab dengan cewek seisi
rumah itu. Kalau malam minggu kadang-kadang mereka mengajakku berkumpul
di ruang tengah di rumah induk. Dari sekedar ngobrol sampai
kadang-kadang main kartu remi.
Penghuni baru adalah Mbak Ratih yang
kutaksir usianya sekitar 27 atau 28. Dia masih single, badannya agak
gemuk dan putih. Dia tipikal wanita Jawa banget.
Suatu malam ketika
aku tidak kebagian ikut main kartu dan Mbak Ratih sibuk merajut
kruistik, dia menselonjorkan kakinya di sofa ke dekatku. Dik mbok mbak
dipijetin kakinya daripada bengong, katanya.
Permintaannya segera aku
penuhi dengan memijat-mijat kakinya. Aku memang cukup piawai memijat,
karena ketika aku masih tinggal di rumah orang tuaku, ibuku sering
meminta aku memijat kakinya. Selain itu aku pernah belajar pijat
refleksi dari teman yang bekeja di pijat reflksi dan akupresur.
Selanjutnya aku mengoleksi buku-buku mengenai seni dan cara memijat.
Pertama-tama
aku menekan titik syaraf di telapak kakinya. Kadang-kadang Mbak Ratih
menjerit ketika titik syaraf tertentu kutekan. Kalau sudah begitu aku
mulai membual wah mbak ini kelihatannya ada gangguan di ginjal lah atau
di pencernaan, atau di hati. Padahal aku kurang tau pasti. Ini hanya
kira-kira saja dari yang kuingat-ingat ketika membaca buku-buku
akupuntur atau buku pijat. Aku kalau iseng memang suka membaca buku
seperti itu. Namun yang kuingat benar adalah simpul syaraf birahi.
Bagian ini aku berusaha menghafal benar letaknya di sebelah mana. Jadi
di tengah pijatan refleksiku, aku iseng menekan-tekan simpul birahi mbak
Ratih.di dekat mata kakinya Aduh dik rasanya nyer-nyeran kalau situ
yang ditekan, aku cuek saja seolah tidak memahami apa yang dimaksud
nyer-neran itu. Padahal aku tahu pasti, itu adalah nyer-nyer di liang
vaginanya.
Mbak kalau ada lotion aku bisa urut betis nya biar uratnya lemes kata ku, kataku.
Ada dik, tolong ambilkan di meja dekat tempat tidurku, katanya.
Aku
segera bangkit dan kembali dengan body lotion. Aku menseriusi pijatan
itu bukan karena aku rajin, tapi aku ingin merangsang mbak Ratih melalui
pijatanku.
Mbak Ratih berhenti menyulam, dan menikmati pijatanku.
Ternyata kamu jago mijet ya dik, Cah bagus kowe pinter ngelemesi ototku,
katanya.
Kenikmatan pijatanku membuat spontanitas Mbak Ratih keluar
begitu saja dan dia nyerocos terus dengan bahasa Jawa. Ini tentu saja
menggugah perhatian cewek-cewek lain yang sedang main kartu. Aku daftar
ah minta dipijeti juga, kata Nia. Yang lainnya latah langsung
ikut-ikutan minta dipijat juga. Sampai semuanya pada minta dipijat.
Kalau satu orang 100 ribu, lumayan untuk bayar kos dan jajan gue, kata ku bercanda.
Wooo matreee nih, kata mereka beramai-ramai.
Enggak kok gratislah, jawabku sambil tersenyum.
Dik
awak ku kok melu pegel, kowe iso mijet awak to, kata Mbak Ratih.
Padahal bukan karena kakinya dipijat lalu badannya jadi pegal. Tapi
kayaknya dia minta diservis pijat seluruh badan, karena dianggap aku
mengerti urat.
Sorry yo aku tak mijet sik neng kamar, karo cah bagus, kata Mbak Ratih sambil menggandengku ke kamarnya.
Woo curang, mau dikuasai sendiri, kata cewek-cewek yang lain.
Aku cengar-cengir aja. Abis posisiku jadi serba salah sih.
Aku
masuk kamar mbak Ratih entah sengaja apa nggak pintunya kemudian
tertutup. Aku mlumah opo mengkurep dik, kata mbak Ratih bertanya
posisinya telentang atau tengkurap. Dia babat saja ngomong Jawa tidak
perduli lawan bicaranya mengerti atau tidak. Untung aku mengerti, karena
dulu di rumah ibuku sering ngomong bahasa Jawa.
Tengkurep aja dulu mbak, kata ku
Aku
kembali memijat kakinya dari mulai telapak kaki sampai ke paha. Dia
kelihatannya tidak perduli kalau dasternya sudah terangkat tinggi sekali
sampai menampakkan celana dalamnya.
Aku sengaja memainkan pijatan
erotisku, terutama di bagian paha sebelah dalam. Aduh dik enak tapi
keri, kata Mbak Ratih setiap kali kusentuh pahanya sebelah dalam.
Pahanya menggairahkan karena besar dan putih. Aku tau dia sudah terangsang dengan pijatanku, tetapi aku pura-pura biasa saja.
Pijatan
beralih ke pantat dan punggungnya. Bagian ini masih tertutup daster.
Mbak punggungnya mau diurut pakai krim juga apa enggak, tanya ku.
Lha nek ora dicopot klambine yo ora iso to, kata ku menimpali berbahasa Jawa untuk memintanya membuka dasternya.
Yo wis, kowe ora isin to ndelok aku, katanya lalu bangkit melepas dasternya
Kok saya yang malu sih mbak, kan yang buka baju mbak,
Mbak Ratih menyisakan celana dalam dan BHnya lalu kembali telungkup.
Pijatanku
mulai dari bagian bahu. Aku mengambil posisi mengangkangi badan mbak
Ratih. Aduh enak-e dik, kowe kok pinter yo, mbok keit biyen ngomong nek
kowe iso mijet.
Badannya diliputi lemak yang cukup tebal. Aku tidak
memaksa dia untuk membuka BHnya, Biar saja, nanti bakal terbuka dengan
kemauannya sendiri, Ini untuk menghindari kesan bahwa itu bukan dari
kemauanku.
Meski tertutup BH tapi telapak tangan ku bebas menelusuri
bagian belakang badannya di balik tali BH sampai ke samping dan
menyentuh bagian pinggir teteknya. Aku tentunya berlagak sebagai pemijat
professional.
Setelah bahu dan punggung, kini pijatanku mengarah ke
bongkahan pantatnya yang bahenol. Mulanya aku memijat dari luar
celananya, tapi pengurutan tanganku sesekali menerobos di bawah celana
dalamnya dan menekan-nekan titik erotis di bagian pantatnya. Mbak Ratih
mulai mendesis-desis menandakan dia makin terangsang. Aduh dik enak dik
aku dadi merinding saking enak-e. katanya.
Aku diam saja dan pijatan
mulai mengekploitir bagian pantat dan pangkal paha, di bagian ini
rangsangan yang dirasakan perempuan pasti makin tinggi. Jariku sudah
berhasil mencapai belahan pantatnya dan hampir menyentuh kemalauannya.
Mbak Ratih sudah tidak perduli dengan jamahanku, dia mulai tinggi
sehingga kesadarannya mulai rendah.
Pada posisi terangsang yang tinggi aku minta dia telentang. Mbak Ratih pasrah dan telentang sambil menutup mata.
Aku
mulai lagi dari bahu, untuk melemaskan bagian itu. Perlahan-lahan lalu
turun ke bawah mendekati bongkahan susunya. Susunya memang besar.
Mbak maaf ya apa bagian ini mau dipijet juga apa nggak, kata ku sambil menungkupkan tanganku di susunya dari luar BH.
Kowe iso toh mijet susu, aku nggak pernah susuku dipijet, opo enak yo dik, kata Mbak Ratih.
Ya kalau mau di coba, nanti baru tau rasanya to mbak, kata ku.
Yo
wis, katanya lalu bangkit membuka BHnya. Kini terpampang sepasang susu
yang cukup besar. Pijatanku dimulai dari bagian pinggir, dengan gerakan
halus. Bagian ini paling sensitif, sehingga aku tidak boleh ceroboh.
Pentilnya tampak mengeras, dan sesekali aku memilin. Maaf ya mbak, ini
untuk merangsang syaraf supaya lemes, kata ku mengesankan keahlian
professional.
Aku minta dia menarik nafas ketika kupilin lalu pelan-pelan menghembuskannya saat kurengkuh kedua susunya dari samping.
Aduh dik rasane dadi gak karuan, merinding kabeh awakku, katanya menyamarkan rasa rangsangan yang tinggi.
Mbak geli itu adalah bagian dari cara mengaktifkan syaraf untuk bekerja normal, kata ku berbual.
Setelah puas meremas tetek mbak Ratih aku mulai turun ke perut.
Mbak sering pipis, ato kalau batuk dan ketawa suka keluar pipis dikit ya, kata ku bertanya.
Iyo dik kowe kok ngerti, katanya kagum.
Dia makin percaya .
Ini lho mbak perutnya agak turun dikit, kata ku sok tau.
Aku
lalu menekan bagian bawah perutnya untuk kosorong keatas. Gerakan yang
sangat pelan dan hati-hati ini dinikmati sekali. Dia tampaknya sudah
percaya penuh pada keahlian pijatanku, sehingga tidak perduli lagi kalau
jembutnya ada yang keluar dari celananya. Dari perut aku mulai
menelusur ke bawah sampai menyentuh jembutnya, tapi tentunya dengan
gerakan memijat.
Dia pasrah saja.
Aku mengesankan pijatanku terganggu
oleh celana dalamnya. Dik buka wae nek ngrepoti, kowe ora isin to, Yo
terserah mbak sebaiknya memang dibuka biar tuntas mijetnya mbak, kata ku
sungguh sungguh.
Mbak Ratih tidur telentang telanjang bulat, Aku
jadi leluasa, dan kini aku berusaha merangsangnya agar dia makin tinggi
lagi nafsunya.
Untuk mengesankan tidak berbuat kurang ajar, aku minta
ijin tanganku masuk ke bagian memeknya. Mbak maaf ya, jari ku agak
masuk ke dalam untuk mijet lubang pipis nya supaya nggak beser (sering
kencing), kata ku.
Yo wis dik , karep mu pokok e aku waras lan enak, katanya.
Ini hanya taktikku saja untuk meraba clitoris dan G-spotnya. Mana mungkin lubang pipis bisa dipijet.
Jari
tengahku perlahan-lahan masuk ke vagina mbak Ratih sementara jempol
mencari posisi clitoris. Mbak Ratih sudah tidak bisa menahan desisan dan
erangan karena rangsangan hebat. Dua bagian paling sensitif kini aku
rangsang. Tidak sampai 3 menit dia mengerang panjang sambil menjepit
kakinya. Mbak Ratih mencapai dua orgasme sekaligus, orgasme clitoris dan
G spot.
Setelah kontraksinya selesai kucabut jariku dari kemaluannyanya, Jariku belepotan cairan vaginanya yang banjir.
Dia
telentang lemas. Aduh dik kowe pancen pinter tenan, kowe opo ora
ngaceng nggarap aku, kok ketok-e ayem-ayem wae, katanya takjub atas
ketenanganku.
Yo normal mbak , masih muda masak gak grengg, tapi aku kan menghormati mbak, jadi mana berani kurang ajar mbak, kata ku kalem.
Mbak Ratih kelihatannya jadi merasa berhutang setelah dipuaskan.
Wis
gentian kene tak pijet, buka klambimu kabeh, katanya sambil berusaha
membuka semua pakaianku. Aku turuti semua kemauannya sampai aku akhirnya
bugil. Disuruhnya aku telentang dan tangannya segera menggenggam
penisku. Di kocok sebentar lalu dia mangambil posisi di antara kedua
kaki ku. Diciuminya sekitar alat vitalku dan aku menggelinjang kegelian.
Dia lalu melahap batangku dan dihisapnya kuat-kuat. Dijilatinya seluruh
bagian vitalku sampai ke lubang matahari.
Aku yang dari tadi sudah
terangsang berat, tidak mampu menahan desakan ejakulasi. Ketika akan
meletus aku berusaha mengangkat mulut Mbak Ratih tetapi dia bersikeras
tetap mengulum penisku . Aku tidak mampu membendung maka pecahlah
ejakulasi dimulutnya. Dia menelan semua air maniku ,sehingga diakhir
ejakulasiku aku merasa sangat geli dan ngilu.
Batangku masih tegang,
mbak Ratih dengan segera menuntun barangku masuk ke liang vaginanya. Dia
mengambil posisi di atas ku dan melakukan gerakan maju mundur. Batangku
yang masih keras sehabis ejakulasi mulai menurun kekerasannya. Namun
Mbak Ratih cukup piawai dia berusaha mempertahankan batang ku agar tetap
berada di dalam vaginanya. Dia menghentikan gerakannya lalu melakukan
aksi kontraksi. Batangku yang hampir melemas total jadi urung karena
merasa dipijat oleh liang vaginanya. Rangsangan kedutan liang vagina
mbak Ratih luar biasa, sehingga batangku mulai mengeras lagi. Merasa
kekerasan batangku memadai dia mulai melakukan gerakan maju mundur lagi,
sampai batangku keras mendekati sempurna. Mbak Ratih mulai bergerak
liar dan dia tiba-tiba ambruk memeluk diriku. Vaginanya berkedut
menandakan dia muncak. Aku dimintanya berganti posisi. Setelah aku di
atas gantian kini aku menggenjot mbak Ratih sambil mencari posisi yang
memberi rangsangan paling maksimal terhadap kemaluan mbak Ratih. Setelah
memperhatikan responnya aku bertahan di satu posisi itu, Tidak sampai 5
menit mbak Ratih menjerit lirih sambil menahan gerakanku, dia dapet O
lagi. Aku masih belum merasa tanda-tanda. Kini aku memusatkan perhatian
pada rangsangan maksimalku untuk segera mendapat orgasme. Aku menggenjot
cepat. Mbak Ratih malah teriak dik kasari aku dik, kasari. Aku makin
liar mengembat mbak Ratih dan aku merasa titik tertinggi sudah makin
dekat. Mbak Ratih kelihatannya juga hampir nyampe. Pada satu titik aku
akan segera meledakkan laharku dan ketika akan kucabut malah ditahan
sama mbak Ratih. Rupanya dia merasa tanggung sebab juga akan muncak,
Akhirnya kami nyampe berbarengan. Aku istirahat sebentar, lalu kembali
berpakaian.
Aku diciumi Mbak Ratih seperti anak kesayangannya. Dik
kamu hebat banget, jangan kapok yo, kelihatannya kalem, tapi luar biasa
cah bagus.
Aku hanya senyum-senyum, lalu keluar meninggalkan Mbak Ratih.
Selesai mengurut Mbak Ratih kutinggalkan kamarnya dia tidur pulas.
Badannya yang tadi pegal, sekarang mungkin sudah lemas. Mungkin juga
luar dan dalam sudah melemas. Untuk menuju kamarku aku harus melalui
ruang tengah rumah kost-kostan ini. Di situ ada televisi cukup besar.
Jam di dinding sudah menunjukkan jam 1 malam, tapi masih ada suara TV, Kulongok Nia masih nonton sendirian.
Karena
mulutku asem dari tadi nggak merokok, inilah kesempatanku ngrokok
sambil nemenin si Nia nonton TV. Aku berjingkat pelan dengan langkah
tanpa suara dan mencolek bahu Nia. Dia menoleh kearah yang salah, ketika
di melihat ke arah sebaliknya di kaget. Sialan lu ngagetin gua,
katanya.
Nah lho, lu apain si Ratih lama bener, katanya menggoda sambil bernada curiga menggoda.
Ya mijet lah,
Mijet, apa mijet, katanya.menyelidik.
Ya mijet aja kataku sambil menyalakan rokok lalu duduk di sebelahnya.
Bagus filmnya, tanyaku.
Seru nih, mau tidur jadi nanggung, katanya
Jay masih kuat mijet gue kan, katanya berharap.
Sepuluh lagi juga masih, kataku menyombongkan diri. Padahal jujur aja aku sudah lemes.
Kalau gitu tolong dong bahuku dipijet, katanya sambil mengubah posisi.
Tunggu ya kuhabiskan dulu rokok ini, kataku.
Selesai merokok, kuraih bahunya lalu aku mulai melancarkan pijatan.
Nia ini orangnya manis.. Badannya lembut sekali dan rambutnya wangi.
Wah boleh juga ini kugarap, batinku.
Perasaan lemes tadi jadi hilang berganti semangat berbalut penasaran.
Kaku banget nih ototnya, gak pernah dipijet kali ya, ujarku.
Iya aku udah lama nggak pernah pijet lagi, biasanya kalau di rumah aku punya langganan sih, katanya.
Nia kutaksir umurnya sekitar 24 tahun. Dia sudah selesai kuliah, dan sekarang bekerja di salah satu kedutaan asing.
Leher
dan bahunya mulai lemes. Kini aku menekan-nekan punggungnya, dia
menggeliat-geliat merasakan nikmatnya pijatanku. Sesekali dia
bersendawa.
Wah masuk angin nih, kalau dikerok pasti merah,: kataku asal
kena.
Emang lu bisa ngerok, gue sih hobi banget dikerokin, katanya.
Itu sih encer, kataku.
Bener nih, tolong dong kerokin gue, katanya.
Disini ? tanyaku.
Ya enggaklah, di kamar gua nohh, katanya sambil berdiri menarik tanganku.
Rumah sudah sepi dan gelap. Aku digelandang masuk ke kamar Nia. Dia menyewa kamar sendiri. Kamarnya rapi dan baunya harum.
Kerokannya pakai apa Jay,
Pakai garpu kalau ada, candaku.
Haa, gila lu, nih pakai koin aja, katanya.
Ya pakai inilah, tapi jangan pakai balsem, pakai lotion aja, kataku.
Lho
biasanya aku pake balsem, tapi ya terserah lu deh, katanya sambil
menyodorkan koin dan hand body lotion.
Ada maksud tersembunyi makanya
aku menyarankan pake balsem.
Mudahlah kalian menebaknya.
Nia aku nggak bisa ngerok kalau kamu pake daster gitu, Dengan segala hormat kamu harus buka dasternya, kata ku.
Paham
bos, paham, sabar napa ya, katanya sambil berdiri membelakangiku
membuka dasternya. Dia ternyata gak pake BH. Daster tadi ditutupkan ke
teteknya lalu dia tidur telungkup.
Aku mulai beraksi mengerok
punggungnya yang putih mulus. Hasil kerokanku memang merah bahkan
cenderung merah tua, Dia ternyata masuk angin serius. Tadinya kukira dia
hanya masuk angin bohong-bohong saja.
Wah ini sih masuk angin berat, pasti semua badannya pegel-pegel ya, kata ku.
Emang bener sih, malah rasanya rada panas dingin gitu, kayak orang mau demam, katanya.
Sekitar
15 menit selesai sudah semua punggungnya dikerok. Aku menawarkan untuk
dipijet sekalian biar otot-ototnya gak kaku. Emang kamu gak cape abis
mijet mbak Ratih, kalau kuat sih dengan senang hati dong, katanya.
Aku mengambil posisi menduduki pantatnya yang bahenol, Sorry ya aku duduki, kataku.
Kenyal
bener pantat si Nia. Aku mulai melancarkan pijatan serius. Dia terus
menerus melontarkan pujian mengenai nikmatnya pijatanku sambil sesekali
berkomentar, ya ya situ pegel banget, aduh kamu kok pinter tau urat
segala sih, katanya.
Kakinya mau sekalian dipijet apa, gimana, tanyaku.
Aduh mau dong, kebetulan kaki ku pegel bener, katanya.
Aku
memulai dari telapak kaki, mencari simpul-simpul syaraf. Beberapa
simpul aku tekan, dia menjerit kesakitan. Disini aku mulai lagi membual
kalau beberapa organnya agak terganggu.
Satu simpul erotis aku tekan, dia menjerit. Aduh apaan tuh, koq sakit banget. Katanya.
Jangan tersinggung ya, aku boleh terus terang nggak, pancing ku.
Iyaa ngomong aja terus terang koq pake nanya tersinggung segala, katanya sambil meringis kesakitan.
Bener
ya, ini simpul syaraf kalau sakit ditekan mungkin nih, sekali lagi
mungkin lu rada frigid, atau dingin ama cowo, nggak usah dijawab kalo
malu , ujar ku.
Eh lu koq tau aja sih, sejak gua putus ama pacar gua
yang dulu, gua jadi benci ama cowo, makanya gua rada kurang suka aja
kalau ada cowo deket-deketin gw, wah lu ternyata jago beneran nih, gw
jadi gak bisa nutup-nutupin rahasia nih. Eh tapi sekarang udah gak sakit
lagi koq, mencetnya dipelanin ya, katanya.
Padahal aku makin keras menekannya. Kalau rasa sakitnya berkurang, berarti dia mulai cair dan bisa bergairah lagi.
Yang begituan jangan ditahan-tahan, lu bisa migren sampe matalu merah sebelah, kata ku.
Eh
gila lu bener juga gw suka migren, kalau lagi kambuh ampun sakitnya, eh
dimana tuh syarafnya bisa diilangin gak penyakit gua yang suka kambuh
tuh, katanya.
Asal lu ijinin gua coba, sebab titik syarafnya tidak
hanya di kaki tapi juga di pantat, tangan dan di bawah perut, dan di
punggung kata ku.
Tolong dong sekalian, gua pasrah aja deh ama lu, kayaknya lu udah pakar banget sih, dia mengharap.
Aku
mulai memainkan titik-titik syaraf yang merangsang sambil juga titik
syaraf migren. Sekitar 10 menit titik migren sudah mulai lemes, kini
tinggal syaraf perangsangan yang aku mainkan.
Ketika bagian pantat
aku tekan-tekan dan beberapa titik di paha di bagian dalam, dia mulai
mendesis. Gila lu, gua jadi konak, udah lama gw gak ngrasain kayak gini,
lu apain sih gw lu kerjain kali ya.
Tadi kan gw udah minta ijin,
akibatnya kalau syaraf frigid di terapi kalau berhasil yang dingin
jadinya panas, ya udah kalo gitu gw brenti aja sekarang, kata ku
menantang.
Eh jangan-jangan gak pa- pa, gw nikmati koq, lu terusin gw
masih banyak ingin berkonsultasi ama lu, jangan marah yaaaa, dia
merayu.
Kepala gua sekarang kok jadi pusing sih, kayak penuh gitu
lho, badan gw juga rasanya kayak merinding-merinding, kenapa sih gw nih,
ujarnya sambil menggeliat-geliatkan badannya. Aku tahu Nia berusaha
melawan rangsangan dirinya sendiri. Selama titik-titik sensual aku
serang terus, dia bakalan makin konak. Aku menekan-nekan pantatnya. Dia
mendesis-desis, entah sadar atau tidak tapi disertai pula dengan gerakan
pantat ke kiri ke kanan.
Kemudian dia kuminta telentang. Aku kembali
mulai dari bahu. Nia masih malu sehingga teteknya masih ditutupinya
dengan dasternya. Ku biarkan saja dia mempertahankan rasa malunya. Tapi
aku yakin nanti akan dia buka atas kemauannya sendiri.
Pijatanku
mulai ke bawah di seputar teteknya mulai kuurut dengan gerakan halus,
naik turun, kadang melingkar dan sesekali naik sampai ke putingnya.
Aduh
Jay enak banget, Dia jadi tidak perduli bahwa penutup teteknya sudah
tidak berfungsi lagi, sebab semua teteknya sudah menyembul ke luar.
Teteknya bulat padat dan cukup gembung, pentilnya kecil dan aerolanya
tidak lebar, berwarna coklat muda.
Maaf ya Nia, ini untuk melancarkan
peredaran darah sekitar toketmu, kalau dia menggumpal, bisa-bisa
menjadi tumor, aku mau kurang ajar dikit nih untuk mengaktifkan semua
saraf di dadamu, kuterusin apa boleh, tanya ku serius sambil berhenti
memijat.
Apa aja deh terserah gua udah pasrah banget ama lu, katanya sambil terengah-engah.
Putingnya
aku sentuh dengan jari telunjuk lalu aku putar-putar dengan gerakan
halus. rasa geli yang kamu rasakan itu ibarat mengaktifkan aliran
listrik di semua syaraf yang bersimpul di puting. Jadi dengan rasa geli
ini semua syaraf jadi tergugah dan aliran darah di sekitarnya makin
lancar, ini asli aku ngarang, sebab sebenarnya ini hanya trik ku untuk
lebih merangsang dia. Dan Nia rupanya mempunyai kelemahan di putingnya.
Dia tidak mampu menahan rangsangan jika putingnya disentuh-sentuh.
Aduh Jay sumpah gua jadi kepengen, gua jadi pusing, aduh gimana ini, tolongin dong gua Jay, katanya memelas.
Sabar ya sayang kita selesaikan dulu ini. kataku
Pijat
urutku mulai turun ke bawah. Bagian perutnya aku urut pelan lalu turun
terus sampai ke pangkal pahanya. Jariku bebas menelusup ke bawah celana
dalamnya. Dia sudah membiarkan saja aksiku meski seluruh permukaan
mekinya sudah terjamah. Aku berlagak repot dengan celana dalam itu,
sehingga Nia kemudian meloloskan celana dalamnya. Urat malunya udah
kendor.
Terpampanglah memek dengan bulu halus yang rapi dengan
gundukan yang cukup gemuk. Aku kagum dengan bentuk memek Nia yang
menggairahkan ini. Mungkin inilah yang disebut turuk mentul
Bagaimana masih pusing, tanya ku.
Iya Jay, gimana dong, katanya.
Wah ini simpul sarafnya sulit tempatnya, karena adanya di tempat yang paling rahasia, kata ku sambil berhenti mengurut.
Dimana sih, katanya mendesah.
Di dalam sini kata ku sambil menepuk memeknya.
Kalau
kamu ijinkan gue urut juga biar pusingnya hilang, tapi itu terserah
kamu, aku sih ikut apa yang kamu mau , ujar ku dengan nada dingin.
Iya boleh-boleh, please dooooong, katanya mengiba.
Maaf
ya aku minta ijin lalu jempolku menekan clitorisnya dan aku putar-putar
lalu perlahan-lahan jari tengahku menyusup ke dalam liang vaginanya
mencari titik G spot.
G spotnya sudah menyembul menandakan dia sudah
sangat tinggi terangsang. Ibarat pria kalau dikocok sedikit saja pasti
muncrat. Dia menggelinjang hebat ketika dua simpul sarafnya yang paling
peka aku mainkan. Baru sekitar 2 menit aku melakukan aksi itu dia sudah
mengerang dan akhirnya melengking panjang sambil menjepit kedua kakinya.
Tapi tertahan oleh badan ku yang berada di antara kedua kakinya. Ku
lepas jempolku dari posisi sentuhan ke clitorisnya , sementara jari
tengah masih tetap berada di dalam. Liang vaginanya berkedut dan
tiba-tiba memancar cairan agak kental sampai sekitar jarak 10 cm. Nia
orgasme disertai ejakulasi. Pancarannya sekitar 4 sampai 5 kali seirama
dengan kontraksi otot di dalam vaginanya. Nia lalu tergolek lemas. Aduh
Jay, seumur-umur gua baru ngrasain ini, gua tadi ngompol ya. Tanya Nia
dengan mata yang terbuka sedikit dengan pandangan sayu.
Ia itu tadi kamu mencapai orgasme sempurna, gimana sekarang masih pusing, tanya ku.
Wah sekarang plong banget rasanya, dunia tambah terang kelihatannya, Cuma badanku jadi lemes banget, ngantuk sekali.
Ya udah tidurlah, lalu aku membantu menyelimuti badannya.
Tunggu Jay, rasanya ibarat makan sudah kenyang tapi kurang mantep kalau gak makan nasi,
Apa laper mau makan nasi, tanya ku bingung.
Bukan,
sini deh Jay tanganku ditariknya dan aku terduduk lalu dia bangun
memeluk badanku sembari menariknya tidur diatas badannya. Nia lalu ganas
sekali menciumi seluruh wajahku lalu dia menyosor wajahku.
Aku
dibawanya berguling sehingga dia sekarang menindih tubuhku. Nia duduk di
atas badanku lalu dia memohon.
Jay mau kan tolongin aku sekali lagi
aja, katanya mengiba.
Apa pun yang tuan putri kehendaki, hamba siap, tuan putri, kataku sambil tersenyum.
Jay
puasin aku lagi yaaaaaa , katanya sambil menarik t shirtku ke atas lalu
dia beralih duduk dan dengan sekali sentak ditariknya celana pendek dan
celana dalamku, sehingga lepaslah kekangan penisku dan dia segera
mengacung ke atas. Nia lalu menyergap batangku dilumatnya habis barangku
dengan penuh nafsu, Dia menjilati semua bagian kemaluanku seperti
anak-anak menjilat ice cream horn. Aku pasrah dan menutup mata.
Dua
ronde sebelum ini membuat aku mampu bertahan dan menenangkan kobaran
nafsuku.
Nia sudah tidak sabar lagi lalu jongkok di atas burungku dan
dengan panduan tangannya dituntunnya batangku masuk kedalam lubang
vaginanya. Perlahan-lahan sempai semua tertelan habis. Nia melakukan
gerakan naik turun. Posisi ini sebenarnya kurang membuat dia bergerak
bebas dan cepat melelahkan, makanya tidak lama kemudian dia menduduki ku
dan melakukan gerakan maju mundur. Nia kelihatannya memposisikan
sentuhan penisku ke pusat-pusat saraf kenikmatannya, baik itu clitoris
dengan dibenturkan ke permukaan jembutku maupun G spot dengan batangku.
Dia berjuang dengan gerakan maju mundur sekitar 5 menit mungkin lalu
mengerang dan ambruk ke badanku. Nafasnya tersengal-sengal lalu
vaginanya berkedut cukup lama, meskipun makin lama makin jauh tenggang
waktu gerak kontraksinya.
Aduh enak banget Jay, makasih ya,
Aku belum bisa membalas terima kasih kembali, kata ku sambil tersenyum.
Nia tidak mengerti, dia mengernyitkan dahinya.
Aku
tidak memberi kesempatan dia berpikir panjang , aku segera membalikkan
posisi sehingga di tidur telentang dan aku menindihnya. Setelah posisi
agak leluasa aku mulai menggenjot dengan gerakan lambat dan konstan.
Aduh Jay cepet dikit Jay aku udah terasa diujung nih. Aku tidak menuruti
kemauannya, sehingga dia tertunda-tunda pencapaian orgasmenya. Sampai
titik dimana aku sudah merasakan rangsangan hebat aku segera mempercepat
genjotanku dengan menabrak-nabrakkan gumpalan memeknya keras-keras. Aku
nyampe-aku nyampe aaaaaaa, erangnya.
Mendengar itu aku makin
terangsang dan meletuslah sperma ku menyemprot di dalam memeknya. Aku
tidak sempat menarik keluar karena pantatku ditahan tangan Nia dengan
tarikan yang kuat sekali.
Aku telentang terbujur disampingnya. Nia memelukku. Jay kamu tadi sama mbak Ratih gini juga ya, tanya Nia.
Ah itu kode etik, nggak bisa diceritakan. Apa mau permainan ini aku ceritakan ke orang lain juga, tanyaku.
Sorry, aku terbawa perasaan , iya deh aku paham, btw aku thanks banget ama kamu ya. katanya.
Aku
bangkit kembali berpakaian dan kuselimuti Nia . Sebelum keluar kamarnya
ku kecup keningnya, bobo ya sayang, kata singkat yang sepertinya klise,
tapi jika dilantunkan pada saat yang tepat, dia menjadi mantera yang
ampuh. Tak panas mulut bilang api, kata pepatah melayu. Bagaimana mau
dilanjutkan dengan cerita berikutnya ???
Setelah menggarap Mbak Ratih dan Nia, aku diagung-agungkan oleh kedua
orang itu sebagai pakar urat syaraf. Sebenarnya beberapa penghuni kost
lainnya yang belum mendapat giliran sudah merayu-rayu ku untuk juga
dipijat. Tapi aku agak menahan diri dengan alasan badanku sedang kurang
fit atau alasan sibuk atau apalah.
Saat kami sedang bercengkerama,
ibu kost bergabung ikut ngrumpi sambil nonton TV. Dik Jay ini
dipuji-puji abis ama Mbak Ratih dan Nia, katanya jago mijet dan tau
susunan syaraf, belajar dimana sih dik, tanya bu Rini
Ah mereka
memang suka melebih-lebihkan bu, saya cuma belajar dari buku-buku aja
kok, belum mahir bener baru taraf pemula, kata ku mencoba merendah.
Boong bu, dia sok merendah, kata Nia.
Aku jadi ketagihan dan rasanya aku belum pernah nemu tukang pijat sepinter Jay bu, kata Mbak Ratih.
Wah
perlu dibuktikan nih, kata bu Rini. Mata Mbak Ratih dan Nia langsung
memandangku dengan penuh arti. Aku belagak bego aja sambil senyum
ditahan.
Kristin kemana kok nggak keliatan, tanya bu Rini.
Ada di kamar,dia lagi kambuh sakit magnya, kata Juli yang juga gadis keturunan Cina seperti Kristin.
Udah diobati apa belum, tanya Bu Rini.
Udah sih tadi dikasih obat mag, tapi masih sakit, kata Juli lagi.
Jay kamu bisa bantu Kristin gak, untuk ngurangi rasa sakit, kasihan dia, kata Mbak Ratih.
Kristin kan gak suka dipijet, katanya dia itu penggeli, kata ku berkilah.
Bu
Rini lalu masuk ke kamar Kristin diikuti Mbak Ratih dan Juli. Entah apa
yang dibicarakan, gak lama kemudian Mbak Ratih keluar. Jay, tolong dong
Kristin kasian dia merintih kesakitan tuh perutnya, dia udah pasrah
pokoknya rasa sakitnya bisa berkurang, kata mbak Ratih.
Aku masuk ke kamar Kristin. Dia terbujur tidur berselimut sambil cengar-cengir menahan rasa sakit akibat magnya kambuh.
Aku
minta Kristin duduk dan kupegang tangan kanannya. Badannya agak panas,
mungkin akibat dia menahan rasa sakit. Kuraba telapak tangan kanannya.
Mukanya pucat, matanya berair. Aku mencari celah antara jempol dan jari
telunjuknya kutekan pelan. Kristin berteriak, sakit……
Aku
menjelaskan, bagian itu memang sakit sekali jika ditekan manakala mag
sedang bermasalah. Kalau dia bisa menahan rasa sakit, mudah-mudahan rasa
saakit dilambungnya akan berangsur-angsur berkurang.
Kamu bisa tahan sakit nggak, atau tinggal pilih mau sakit terus di lambung atau nahan sakit di sini, kata ku.
Aduh sakit sekali di situ, tapi cobalah aku tahan, daripada magku yang sakit dari tadi kok rasanya makin sakit, kata Kristin.
Aku
memulai menekan celah di telapak tangannya dengan tekanan pelan sekali.
Meskipun begitu dia sudah merasakan kesakitan. Setiap kali ku tekan dia
melonjak menahan rasa sakit.
Sekitar 5 menit tangannya kugarap dia
minta istirahat sebentar untuk menetralisir sakit di tangannya. Di
kepala rasanya pyar-pyar, agak mending nih sakitnya di lambung nggak
kayak tadi lagi, kata kristin.
Sabar ya kris, aku harus pelan-pelan
terapinya, karena sakit sekali kalau ku tekan. Kamu kalau mau bersendawa
jangan ditahan, atau kalau terasa mau buang angin dilepas aja, Nanti
kalau sudah bisa kentut dan bersendawa rasa sakitnya akan hilang, jangan
malu-malu, kata ku.
Bu Rini lalu menggiring Mbak Ratih dan Juli agar
keluar kamar untuk memberi kesempatan aku melakukan terapi pada
Kristin. Lagian kalau ada mereka mungkin Kristin malu mau buang angin.
Setelah
15 menit kutekan telapak tangannya, dia mulai merasa tahan dengan
tekanan yang lebih keras. Ini menandakan berangsur-angsur rasa sakit
magnya mulai berkurang. Aduh Jay aku pengin kentut, sorry ya, Kristin
lalu memiringkan pantatnya dan meletuslah angin dari pantatnya panjang
sekali. Aduh sorry yaaa, aaah bau apa nggak nanti ya, katanya dengan
nada khawatir.
Relaks aja kris, yang penting kamu sembuh, bau juga
nggak apa-apa , normal-normal aja, orang cantik kentutnya gak harus
wangi kan kata ku menggoda. Kristin memang cantik. Gadis Cina dengan
postur agak tinggi dan rambut lurus dipotong pendek se leher.
Kristin
juga berkali-kali bersendawa. Tangan kiri dan kanannya kini kupencet
sudah tidak terlalu sakit lagi. Padahal tekananku cukup kuat.
Ilang Jay sakitnya, wah salut aku ama kamu hebat, kenapa gak dari dulu kamu bilang, katanya.
Orang kamu gak nanya masak aku ngojok-ngojokin diri, kataku.
Sini duduk membelakangiku, kepala mu kan masih tegang bekas nahan sakit tadi,
Kamu
kok tau sih, katanya lalu memutar badannya membelakangiku. Aku lalu
memijat kepalanya dengan gerakan yang tidak terlalu keras, untuk
merelakskan otot-otot yang tadi menegang. Lehernya mendapat giliran
berikutnya lalu bahu dan lengannya. Di leher bagian belakang juga ada
simpul syaraf erotik. Aku iseng menekan simpul itu . Pastinya Kristin
tidak sadar kalau aku sedang mengisengi dirinya. Aduh Jay enak tapi agak
geli, badanku jadi kemrenyeng semua, merinding nih Jay tanganku, kata
Kristin.
Aku tahu itu adalah reaksi normal jika rangsangan mulai
menjalar ke tubuhnya. Pasti memeknya juga mulai basah. Aku minta dia
tidur tengkurap dan telapak kakinya aku garap sekalian untuk menuntaskan
terapi magnya dan juga menambah stimulan erotisnya. Titik erotis yang
kuat sebenarnya ada di bagian pahanya. Tapi nantilah, Aku memijat
sekujur kakinya dengan sebelumnya menekan syaraf yang membuatnya bisa
menahan rasa geli.
Aku kok jadi gak geli ya Jay, biasanya aku penggeli banget, kamu bisa aja Jay. Aku jadi makin kemrenyeng gini sih Jay, katanya.
Kristin memang Cina Cirebon, sehingga dia gak sadar kalau bahasa daerahnya nyampur ke bahasa Indonesia.
Badannya mau sekalian nggak, kata ku menawarkan diri.
Boleh
Jay kamu pinter sih mijetnya aku kok gak ngrasain geli lagi, kata
Kristin yang tidur telungkup dengan masih lengkap terbalut piyamanya.
Sifat
isengku adalah kelemahanku, jadi kesempatan ini pun aku menggarap
Kristin dengan tekanan-tekanan simpul erotis di punggungnya. Aku
menyiksanya dengan meninggalkan rangsangan yang tidak bakal
terlampiaskan, jika tidak aku tuntaskan. Rasain looo kataku membatin.
Tapi
di balik semuanya rangsangan itu, juga untuk menyirnakan ketegangan
akibat deraan sakit mag tadi. Setelah sekitar sejam setengah, tuntaslah
sudah terapi untuk Kristin. Aku segera pamit keluar.Tapi Kristin
menarikku. Dia berdiri lalu mencium pipiku kiri dan kanan. Aku merasa
ini bukan ciuman biasa, karena sambil mencium dia memelukku erat sekali.
Aku ikuti saja maunya dan aku pasif saja. Makasih banget ya Jay, aku
lalu keluar kamar.
Gak lama kemudian Kristin juga ikut keluar.
Mukanya segar bahkan air mukanya agak merah. Kesegaran itu mungkin
karena dia sudah pulih dari rasa sakit dan juga ada rangsangan yang
masih terbenam di dalam tubuhnya yang belum tersalurkan.
Untung ada Jay Bu, kalau nggak mungkin saya sudah mati kesakitan, katanya sambil tersenyum renyah.
Ah ibu jadi makin penasaran pengin mbuktikan nih, kata Bu Rini.
Coba
deh bu, sekali-kali ibu mesti nyoba biar gak penasaran, kata Nia dengan
senyum penuh arti sambil memandang ku. Mbak Ratih juga ikut tersenyum
sambil melirik.
Sialan nih cewek-cewek, aku jadi malu dipromosikan begitu dan rasanya dibalik promosi itu ada makna yang terpendam, batinku.
Jam di dinding sudah menunjukkan jam 10 malam.
Jay
masih kuat gak, ibu juga pengin dong dipijet, tadi kebetulan manggil
mbok pijet dia-nya lagi sakit. Badan ibu memang rada nggak enak sih,
kata Bu Rini sambil memeluk pundakku.
Ah lima lagi juga masih kuat bu, orang tadi gak keluar tenaga banyak.Kristin gak kuat dipijat soalnya. kata ku.
Aku lalu digandeng Bu Rini menuju kamarnya. Tatapan mata Mbak Ratih dan Nia sambil tersenyum penuh arti.
Kamar Bu Rini dingin sekali. Dia katanya suka tidur di hawa yang dingin.
Apa nya yang sakit bu, tanya ku.
Ah awak ku pegel kabeh, katanya.
Dia
tanya bagaimana aku memijatnya. Aku menimpali, bagaimana biasanya dia
dipijat sama mbok pijet. Katanya dia biasa pakai sarung aja. lalu
kusarankan dia seperti biasanya dipijat.
Kalau pegel yang ibu rasakan
ini sebenarnya bukan karena cape kerja, tapi ini efek dari ibu tidur di
ruangan yang terlalu dingin. Kalau di luar panas, lalu masuk ke kamar
dingin dan keluar lagi panas, efeknya pori-pori tidak mampu secara
segera menyesuaikan suhu bu, kata ku seperti dokter memberi konsultasi.
Ah adik ini apa pernah kuliah di kedokteran apa kok ngerti begituan, tanyanya.
Nggak
kok bu itu hanya pengetahuan umum saja, badan ibu sudah bukan badan
remaja lagi yang elastis, jadi kalau pori-pori tidak menciut sempurna
untuk menahan suhu badan maka dampaknya ibu merasa pegel semua gitulah
kira-kira bu. kataku.
Terus harusnya gimana dik, tanyanya.
Ibu
hanya perlu berkeringat agar pori-porinya mengembang kembali, kalau
sudah berkeringat pasti pegelnya ilang. Biasanya orang mengambil jalan
pintas dengan di kerok, tapi sebenarnya tanpa dikerok juga bisa
mengembangkan pori-pori,: kata ku.
Lha terus gimana jadinya, kata Bu Rini.
Kalau ibu ijinkan AC nya harus dimatikan , kata ku.
Yo wis pateni, katanya.
Tapi kan masih dingin to dik, tanya bu Rini.
Ya nanti kita buat biar berkeringat, kataku.
Sini bu, coba tengkurep, nanti saya cari simpul-simpul sarafnya yang bisa bikin ibu kemeringet,
Aku
mulai menekan simpul-simpul syaraf kakinya. Beberapa bagian dia
menjerit kesakitan. Aku minta dia menahan sedikit sakitnya. Ini bu, ini
adalah tanda kalau ibu punya darah rendah, jadi kalau lagi drop ibu
pasti suka ngantuk dan lehernya agak kaku, kata ku.
Iya dik bener dik
aku memang darah rendah, dan aku sering ngrasa cekot-cekot di leher
bagian belakang, tapi itu sakit sekali, apa nekennya bisa agak pelan
dikit biar gak sakit, pintanya.
Tahan sebentar bu, Ibu karena nahan sakit pasti nanti berkeringat dan mudah-mudahan darahnya nggak mudah drop.
Bu
Rini menjerit-jerit kesakitan, dan badannya mulai berkuah alias
berkeringat. Dia merasa kamarnya jadi gerah. Padahal sisa dinginnya AC
tadi masih cukup kuat. Wah bener dik aku jadi kemringet dan badanku juga
gak pegel lagi. Kok bisa ilang pegelnya ya , padahal belum dipijet,
katanya.
Dari satu titik, aku pindah ke titik-titik simpul saraf
lainnya sampai Bu Rini benar-benar kuyup oleh keringetnya. Karena dia
berselimut sarung maka penguapan keringetnya jadi terhalang.
Bu kalo ibu kerudungan sarung terus nanti gerah, kalo ibu gak keberatan buka aja sarungnya, saranku.
Bu
Rini agak ragu membuka sarungnya, tapi akhirnya dia buka juga dan
ternyata beliau tidak pakai BH. Dia tungkrupkan sarung di bagian depan
lalu kembali telungkup. Badan Bu Rini cukup terawat meskipun ada selulit
dipaha dan di bokongnya. Pahanya besar, dan bokongnya gempal banget. Bu
Rini memiliki tulang pinggul yang besar, sehingga dalam usia STW, dia
masih kelihatan berpinggang.
Body STW menggairahkan juga rupanya.
Terus terang aku belum punya pengalaman ML sama STW. Kira-kira longgar
apa gimana ya. Sambil aku melakukan terapi aku juga menekan
simpul-simpul syaraf erotis Bu Rini. Biasanya kalau syaraf erotis
ditekan, rasa malu perempuan agak berkurang, karena nafsu birahinya
bangkit. Bu Rini kelihatannya sudah lama menjanda, bagaimana dia
memenuhi kebutuhan sexnya. Aku agak penasaran dengan misteri ini.
Reaksi
dari pijatan di simpul syaraf erotis mulai menampakkan hasilnya. Bu
Rini mulai agak gelisah. Aduh dik pijatan refleksimu enak juga, kamu
belajar dimana kok ngerti refleksi segala ya, tanya bu Rini.
Dulu
saya punya teman kerja di pijat refleksi saya iseng-iseng belajar bu,
saya juga belajar dari buku-buku, saya sih belum mahir sebetulnya, masih
taraf pemula, kata ku merendah,
Tapi keliatannya kamu paham benar bisa menerangkan sampai soal darah rendah, kamu berbakat lho dik, katanya.
Setelah
semua simpul syaraf di bagian telapak kaki kugarap, aku mulai merambat
naik ke atas kaki. Sebelumnya sekujur kakinya aku usap dengan lotion
agar lancar mengurut. Paha Bu Rini termasuk besar, tetapi tumitnya
ramping. Konon wanita yang memiliki tumit ramping, barangnya berasa
legit. Beberapa simpul syaraf erotis di bagian betis dan paha kugarap
tuntas sambil mengurut untuk melemaskan otot-ototnya. Bu Rini sudah
tidak merasa sakit lagi. Dia malah menikmati sekali urut-urutan di
kakinya.
Aku mulai memusatkan pijatan di bagian paha, terutama bagian
dalam. Kenyal sekali paha Bu Rini. Aku suka menekan lemak-lemak tebal
perempuan, karena empuk dan halus. Bu Rini mulai mendesis sambil
sesekali bergumam, kadang-kadang gak jelas apa yang diucapkannya. Aku
hanya mendengar, aduh enak-e dik. .
Kelihatannya Bu Rini sudah mulai
bangkit nafsu birahinya. Kuabaikan saja dengan pura-pura memijat serius
dan tidak memusatakan pijatan di bagian yang kontak dengan syaraf syur.
Aku mulai memijat badannya dimulai dari bahu, leher terus di bawah.
Bagian pantat aku sisakan. Nanti akan kugarap khusus.
Bu Rini
memujiku terus menerus, sampai dia mengatakan pijatanku lebih enak dari
langganan mbok-pijetnya. Aku hanya sederhana saja berpikir, pekerjaan
memijat meskipun sederhana, kalau dilakukan dengan tekun serius dan suka
melakukannya pasti hasilnya maksimal. Memijat juga memerlukan
pengembangan pengetahuan, dan aku rajin mempelajari teknik memijat dari
buku-buku yang ku beli di pasar loakan.
Sekarang giliran pantat,
Bokong bu Rini hanya terbungkus celana dalam, sehingga bongkahan daging
tebal pantatnya jelas terlihat dari luar celana dalamnya. Aku mulai
melancarkan serangan pijatan erotis. Pertama kutekan dan dengan gerakan
lambat aku memutar tekanan jari ku. Pijatan ini biasanya akan mentriger
vagina dan akibatnya lubang senggama bisa basah kuyup. Sambil
menyusupkan kedua tanganku ke balik celana dalamnya sehingga langsung
bisa menyentuh kulit bokong. Aku melakukan gerakan seperti mengumpulkan
sesuatu dan kudorong bongkahan daging kedua belah pantatnya ke atas lalu
kuperintahkan Bu Rini untuk mengencangkan otot kegelnya selama mungkin.
Namun dia tidak sanggup, baru sebentar sudah dilepas lagi. Nggak kuat
dik, katanya.
Kuminta berkali-kali tetapi dia tetap tidak mampu
bertahan lebih dari 30 detik. Bu kelihatannya ibu punya kelemahan dalam
hal menahan pipis. Bener dik, koq adik bisa tahu sih, katanya heran.
Ibu
juga mungkin kalau pipis gak bisa tuntas, suka ada yang ketinggalan
keluar sedikit setelah pakai celana. Kata ku menebak-nebak.
Aduh bener banget dik, itu makanya ibu kadang-kadang suka risih, bisa diterapi gak dik yang begituan, katanya penuh harap.
Aku lalu menyarankan dia untuk berlatih sejenak mengencangkan otot kegelnya. Coba bu kita latih sebentar, kata ku.
Aku
memintanya menahan otot kegelnya ketika bongkahan pantatnya ku dorong
ke atas sambil menarik nafas, dan melemaskannya ketika aku melepas
dorongan tanganku ke pantatnya. Sampai hitungan ke tiga puluh dia masih
mampu, selanjutnya di menyerah. Capek dik, katanya.
Latihan otot ini kalau tidak ada stimulannya memang cepet cape, kataku
Stimulannya apa to dik, kok latihan pake stimulan segala, tanyanya penasaran.
Nanti bu selesai pijet aku jelaskan, kata ku sambil memintanya berbalik badan menjadi telentang.
Aku
tau di dalam tubuh Bu Rini sedang membara api sekam birahinya. Dia
kelihatannya berusaha menekan, tetapi setiap kali mengendur aku tambah
stimulant, sehingga bukannya makin reda malah makin menjadi. Dalam tidur
telentang Bu Rini masih berusaha menutup kedua payudaranya dengan
sarung. Aku melihat ini hanya sikap basa-basinya saja, jadi kubiarkan
saja dia mempertahankan martabatnya. Hal kecil gini kalau dikutik bisa
jadi masalah besar. Misalnya kalau kukementari, sudah lah bu gak usah
ditutupi, pasti akan muncul perlawanan dan otaknya memproses sehingga
aku diposisikannya sebagai lawan yang harus diwaspadai.
Sebenarnya Bu
Rini sudah pasrah, urat malunya tinggal sedikit saja yang nyambung,
disentil aja urat itu bakal putus. Yang ada hasrat birahi yang membara,
marak di dalam dadanya.
Aku mulai memijat bahunya dari bagian
atas.Otot-otot di bahunya sudah melemas, tidak kaku seperti pertama
kupegang tadi. Kemudian merayap mendekati dadanya. Aku berhenti sejenak.
Bu BD nya mau diurut juga apa gak, tanyaku.
Apa bisa to susu diurut, biar apa to dik, tanyanya penasaran.
Biar
lancar peredaran darahnya, kalau tidak lancar bisa menggumpal dan
lama-lama bisa jadi bibit tumor, kata ku berusaha bicara datar untuk
meyakinkannya. Padahal ini 100 persen ini ngarang aja.
Boleh lah dik, katanya.
Kedua
belah tanganku mulai menyelusup di bawah kain penutup dadanya. Dadanya
sangat kenyal, bahkan gumpalannya cukup besar. Gerakanku mengurut,
otomatis perlahan-lahan membuka semua penutup dadanya. Kutaksir Bu Rini
berusia di atas 40, tetapi buah dadanya masih utuh menggumpal. Yang
membedakannya dengan gadis ABG mungkin hanya putingnya yang lebih besar
dan lingkaran aerolanya yang agak lebar. Kedua puting Bu Rini kelihatan
menegang. Ketika ku sentuh dia mendesis. Itu adalah spontanitas yang
kadang sulit dikendalikan atau disembunyikan, dari wanita yang
terangsang. Aku menduga, perempuan yang mendesis adalah mereka yang
mulai kurang mampu mengontrol perilakunya akibat rangsangan sex. Jika
wanita bisa mengontrol perilakunya , pastilah malu memperdengarkan
desahan, karena bunyi-bunyi itu dirasa bisa merendahkan martabat.
Bu
maaf ya aku sentuh pentilnya, ini untuk merangsang syaraf geli agar
aliran listrik di semua syaraf yang berpusat di puting bisa merangsang
peredaran darah ke seluruh bagian payudara. kata ku.
Wiss dik jangan
sungkan ibu udah pasrah, kamu kelihatannya paham betul. Ibu malah jadi
belajar ama kamu sekarang, katanya pasrah.
Dengan kupilin dan kuusap
dengan gerakan memutar, maka rangsangan birahi yang dirasakan Bu Rini
makin kuat, dia makin gelisah dan menggelinjang, pinggulnya tidak bisa
tenang selalu bergerak ke kiri dan kanan.
Setelah rangsangan kurasa
maksimal aku pindah mengurut bagian perutnya, lalu ke bagian bawah
perutnya. Bu kalau bagian ini kutekan ibu bisa kebelet pipis, coba
rasakan, kataku.
Iya dik aku jadi kebelet pipis nih jangan-jangan
sudah ada yang keluar sedikit nih, dik aku permisi dulu ke kamar mandi
sebentar mau pipis, kata Bu Rini buru-buru bangkit menuju kamar mandi.
Dia melenggang hanya mengenakan celana dalam. Tidak ada lagi kebutuhan
untuk menutup badannya dengan sarung. Sekembalinya dari kamar mandi dia
juga dengan santai berjalan nobra hanya mengenakan celana dalam kembali
berbaring.
Sekarang udah lega dik, kok bisa gitu ya, ujarnya.
Aku
meneruskan mengurut bagian bawah perut Bu Rini dan sekali-kali menerobos
masuk ke bawah celana dalamnya sampai menyentuh rambut kemaluannya. Bu
Rini tampaknya tidak perduli lagi atas apa yang kulakukan, dia terbakar
birahi dan mempercayai kemahiranku 100 persen. Aku juga makin berani
mengurut sampai ke gundukan kemaluannya. Bahkan gundukan itu aku urut
secara khusus..
Bu maaf ya bu apa boleh saya teruskan mengurut di bagian sini, tanya ku.
Bu
Rini tidak berkomentar, hanya mengangguk saja . Aku mengurut terus
sampai kebawah ke bagian selangkangannya. Sentuhan tangan pria di
sekitar kemaluan, pastinya menimbulkan rangsangan yang makin dahsyat. Bu
Rini kini sudah mendesah dan mendesis seperti layaknya melakukan
hubungan badan. Celana dalamnya sekarang sudah melorot ke bawah sehingga
tidak lagi menutupi segi tiga yang lebat ditumbuhi bulu. Dik buka aja
kalau ngrepoti, katanya tiba-tiba,
Dia mengangkat pinggulnya dan
celananya kuloloskan ke bawah lepas dari kedua belah kakinya. Ibu Rini
sudah telanjang bulat dihadapanku sambil matanya terpejam. Aku
memusatkan urutan merangsang dirinya tanpa mengesankan aku sedang
merangsang dirinya.
Gimana bu sekarang sudah selesai, perasaan ibu sekarang gimana, tanya ku.
Ia
tergugah, matanya terbuka sayu. Enak sih dik tapi aku jadi merinding
dan kepalaku jadi rada pusing, tapi kayak bukan pusing seperti biasa,
kenapa ini ya dik, katanya.
Coba ibu duduk membelakangiku, aku pijat sebentar bagian kepalanya
Pertama
aku memijat biasa kepalanya, tetapi kemudian aku mengurut bagian
tengkuknya, dimana syaraf syaraf erotik juga banyak simpulnya di sana.
Bu Rini seperti tidak bertenaga, dia menyandarkan badannya ke badan
ku,seperti minta dipeluk.Aku jadi tidak bisa melakukan pijatan karena
tidak ada ruang untuk melakukannya.
Dik gimana tadi mau nerangkan cara latihan yang katanya pake stimulan segala, katanya.
Sebenarnya saya kurang enak menjelaskannya pada ibu, karena penjelasannya kurang pantas didengar, kata ku dengan nada ragu.
Udah
lah dik saya open aja sama adik, orang saya udah telanjang di depan
kamu saja saya gak rasa risih lagi kok, ayo dong., katanya penuh harap.
Gini bu, latihan otot bagian dalam itu sebaiknya dilakukan oleh suami istri secara bersamaan, kata ku.
Lha aku gak punya suami, jadi mau latihan sama siapa dik, latihannya gimana sih ayo dong tunjukin saya, katanya makin berharap.
Maaf ya bu itu latihannya sambil berhubungan badan, kata ku
Coba
dik tunjukin caranya dik, katanya sambil tiba-tiba membalikkan badan
dan mebuka kausku lalu menciumi leher dan mukaku. Aku didorongnya hingga
telentang, lalu celanaku dipelorotkan. Batangku yang dari tadi sudah
mengeras sempurna langsung mencuat.
Bu Rini lalu tidur telentang di sebelahku, Ayo dik coba dik, katanya.
Aku
duduk dan Bu Rini kuminta duduk di pangkuanku. Dia rendahkan badannya
perlahan lahan sambil mencari posisi yang tepat agar penisku masuk ke
lubang vaginanya. Begitu semua penisku terbenam dia langsung bergumam,
Aduh enak-e,
Bu Rini kuminta tenang dulu sebentar untuk mendengar
instruksiku. Aku meminta dia mengedutkan otot bagian dalam tubuhnya
seperti jika dia menahan kencing atau mengontraksi ketika akan
melahirkan anak. Aku juga akan melakukan hal yang sama tetapi secara
bergantian. Kuminta di mengedutkan otot kegelnya ketika sedang menarik
nafas, dan mengendurkannya ketika menghembuskan nafas. Coba ya bu
sekarang, kata ku.
Bu Rini mengedutkan ototnya, penisku serasa
dicengkeram vaginanya, dan ketika dia mengendur, gantian aku mengeraskan
penis. Kami terus melakukan olah tubuh itu sampai tiba-tiba Bu Rini
mengerang, orgasme. Aku tidak lama kemudian juga dijalari kenikmatan
yang memuncak, tetapi tidak sampai ejakulasi. Kami melanjutkan terus
gerakan itu sampai sekitar 30 menit. Bu Rini entah berapa kali mencapai
orgasme begitu juga aku. Tetapi tetap tidak ejakulasi. Bu Rini akhirnya
minta berhenti karena katanya badannya lemas.
Kami sudahi permainan
itu dan Bu Rini kubaringkan di tempat tidurnya dengan ditutupi selimut.
AC kunyalakan kembali. Aku berpakaian dan mencium kening Bu Rini untuk
berpamitan. Dia hanya mengangguk lemah dan membuka matanya dengan susah
payah.
Aku sama sekali sebelumnya tidak menyangka jika Bu Rini pemilik kost ini
akhirnya bisa kugarap juga. Dia sebetulnya tidak masuk dalam targetku.
Alasannya sederhana saja, aku segan, lalu beda umur kami juga jauh. Aku
keluar dari kamar Bu Rini dengan langkah perlahan. Setelah dengan hati
hati kututup pintu kamar dan aku berbelok menuju ruang keluarga, tempat
biasa dimana anak-anak pada ngumpul, suasananya sudah sepi. Kelihatannya
masih ada cewek yang nonton TV.. Kok lama banget sih, aku udah nunggu
dari tadi, tanya Kristin.
Bu Rini banyak penyakitnya jadi terapinya lama, kataku ngawur.
Jay
mag ku sakit lagi nih Jay, kata Kristin manja. Sementara penghuni rumah
kos-kosan ini sudah kembali ke kamarnya masing-masing.Maklum jam sudah
menunjukkan 1.30 tengah malam.
Aku ditarik Kristin masuk ke kamarnya
dan dia segera menutup pintu. Kami duduk di pinggir tempat tidurnya.
Kristin mengeluh magnya kambuh lagi. Aku heran, karena belum pernah
kutemui keadaan seperti itu, lalu coba kutekan bagian telapak tangannya.
Dia tidak bereaksi menunjukkan kesakitan. Berarti dia bohong nih ,
kataku membatin.
Mungkin serangan pijatan erotisku masih mengendap
dalam tubuh Kristin, sehingga dia penasaran untuk dituntaskan. Dia
berpura-pura kambuh magnya agar bisa menyeret aku masuk ke kamarnya
lagi.
Nafsuku sebenarnya berada di titik terendah. Namun aku sulit
sekali menolak permintaan, apalagi ini adalah cewek Cina, cakep, umurnya
sekitar 22 tahun, rambutnya di cat agak coklat tua terurai. Jay kamu
temenin aku dong di sini, aku khawatir pagi-pagi kambuh lagi, sebab
biasanya sekitar jam 4 5 magku kambuh, aku takut tidur sendiri kalau
lagi sakit gini, mau yaaaa, pinta Kristin penuh harap.
Aku mau tidur dimana, tanyaku.
Di sini berdua bareng aku, katanya.
Tempat
tidur Kristin sebenarnya cukup untuk satu orang . Ukuran lebarnya
kira-kira 90 cm. Kalau aku paksakan tentu bisa saja tapi sempit sekali
nanti gak bisa bergerak. Lalu aku berpikir, kalau memang minta ditemani
lebih baik Kristin ngungsi ke kamarku. Kamarku lebih besar dan
ranjangnya juga lebar.
Aku gak keberatan sih nemenin kamu tidur, tapi
gimana kalau kamu nginep di kamar ku aja, disana lebih tenang. Kalau
disini besok pagi aku keluar dari kamarmu semua penghuni kos bisa
ngliat, kalau di kamarku kan lebih leluasa, aku membuka tawaran.
Kristin
berpikir sebentar, lalu dia setuju. Dia lalu menarik aku keluar kamar
dan menggandengku masuk ke kamarku diatas. Kamarku berantakan kayak
kapal habis dirompak. Aku minta Kristin memaklumi, kamar lajang memang
jarang rapi. Aku permisi sebentar turun mau pipis sekalian gosok gigi.
Sekembalinya
aku masuk kamar, keadaan sudah rapi sampai ke meja belajarku. Buku-buku
yang berantakan sudah rapi tersusun, lantai sudah pula disapu bersih.
Aku berpikir ini bakal seminggu aku bebas tugas tidak merapikan kamar.
Kristin duduk di meja belajarku. Wajahnya yang cantik sama sekali tidak
menunjukkan dia ngantuk, padahal sudah hamper jam 2 malam. Sementara
mataku sudah tinggal 5 watt.
Aduh Jay aku seneng deh bisa tidur
ditemeni kamu, aku jadi gak takut kambuh katanya sambil bangkit lalu
duduk ditempat tidur di sampingku.
Nanti kalau pacarmu tau kamu tidur bareng aku, apa nggak terjadi perang dunia, goda ku.
Ah biarin aja, dia gak bakal tau kalau gak ada yang kasi tau, ala udah ah sebel ngomongi soal pacarku, katanya.
Pacar
Kristin, juga Cina dan tajir. Dia punya showroom mobil dan
penampilannya selalu trendy. Aku memang sempat dikenalkan ketika Kristin
dijemput, waktunya aku udah lupa kapan yaa.
Aku jadi berpikir bahwa
perempuan juga punya hasrat selingkuh. Kalau dilihat dari penampilan
luar, Kristin termasuk cewek alim dan tentunya setia. Nyatanya dia minta
tidur bareng aku malam ini. Jadi kesimpulannya apa yaa
Kamu mau tidur di mana, di pinggir atau di tengah, tanya ku.
Aku di tengah, kalau di pinggir nanti takut jatuh, katanya manja.
Lampu
ku redupkan, dan aku menempati posisiku yang tersisa. Tapi tempat yang
disisakan untuk ku sempit sekali. Kristin membiarkan tempat tersisa di
bagian dia cukup lebar. Jadi begitu badan kuhempaskan langsung
berhimpitan dengan tubuh Kristin. Aku masih menerawang tidur membujur,
tiba-tiba Kristin memelukku. Dia tidak memberi aku kesempatan aku
langsung diciuminya. Bahkan mulutku dicucupnya sampai aku sesak nafas.
Rupanya
bara birahi yang kutinggalkan di benak Kristin tadi masih terus nyala.
Dia ganas bener. Badanku ditindihnya, tidak lama kemudian bangkit dan
menduduki pas di atas burungku. Untung saja posisi burungku sedang
menghadap ke bawah, jadi tidak tersiksa. Di dorong kaus ku ke atas lalu
di kembali menciumi bagian dada ku, perutku lalu di tariknya pelan pelan
celana ku ke bawah.
Aku pasrah dan ingin menikmati woman domination.
Kristin ganas sekali menyerangku, aku tidak diberinya kesempatan
sedikit pun untuk membela diri atau membelainya. Akhirnya aku menutup
mata saja menikmati babak selanjutnya.
Celana dalam pertahananku
terakhir pun akhirnya di tarik kebawah. Aku sudah telanjang bulat,
tetapi Kristin masih lengkap berpakaian. Aku berpikir, kalau dia
terangsang , kenapa juga dia harus menyerangku habis-habisan. Wajarnya
kalau dia yang konak ya dialah yang minta dipuaskan, bukan malah ingin
memuaskan aku. Tapi aku diam saja menyimpan pertanyaan itu sambil
menunggu jawabannya kelak.
Krsitin bangkit, dia membuka semua
pakaiannya lalu tengkurap diantara kedua pahaku. Dia mulai menjilati
kedua zakarku. Serangan ini membuat aku belingsatan. Batang yang sudah
berdiri tegak menjadi target serangan berikutnya. Aku melenguh merasakan
nikmatnya.
Dia kemudian bangkit lagi, mengubah posisinya. Dia
merangkak di atas ku dan mulai lagi melakukan serangan. Aku menangkap
kemauannya. Dia minta dioral, sehingga dia mengatur posisi 69. Aku mulai
melancarkan serangan dengan mengoralnya. Tapi posisiku tidak bisa
bertahan lama. Dia terlalu tinggi, sehingga aku harus cukup tinggi
mengangkat kepala ku. Kugapai bantal untuk mengganjal kepala ku sampai
posisiku pas di depan mekinya.
Serangannya membuat dia mengerang dan
mendesis. Barangku jadi terabaikan ketika dia mendapat kenikmatan oral
dari ku. Aku segera mengubah posisi, membalikkan badannya dan telungkup
diantara kedua selangkangannya. Clitnya yang sudah mengeras dengan mudah
ditemukan dan lidahku mulai mengulas ujung kelentit itu. Dia
menjerit-jerit menahan kenikmatan. Gila bener, memeknya banjir bandang.
Sambil mengoral aku mengingat mitos bahwa cewe yang kulitnya putih,
memeknya cenderung lebih banjir. Ini baru kubuktikan. Sambil menjilat
aku mencolokkan jari tengah kananku ke dalam lubang vaginanya.
Pelan-pelan kutekan, tidak ada halangan. Berarti dia sudah bolong. Aku
lalu mencari G spot. Agak lama merabanya karena selain pinggulnya terus
menerus bergoyang di dalam liangnya banyak sekali bentuk-bentuk daging
yang susah digambarkan. Yang mana sih G Spot anak ini. Aku mencoba
berkonsentrasi sambil menahan pinggulnya agar tidak terus bergerak.
Kutingkatkan kepekaan jari tengahku dengan lebih berkosentrasi, sampai
kemudian kutemukan. Pantas agak susah, ternyata letaknya tidak tepat di
posisi jam 12, dia di posisi 10.30. Untuk memastikan itu adalah G spot
aku hentikan terpaan clitorisnya, lalu kumainkan G spot. Dia
menggelinjang, berarti sudah kena sasarannya.
Serangan dengan dua
target aku gencarkan, sampai kemudian dia menyerah. Ampun ampun ngilu
.., katanya sesaat setelah orgasmenya tercapai. Dia menarikku keatas .
Aku menindih badannya. Baru kusadari bahwa payudara Kristin ini ternyata
tidak terlalu besar. Tapi bentuknya cukup menggairahkan . Kujilati
kedua putingnya dia kembali mengelinjang.
Batang ku yang keras aku
tuntun untuk bertamu ke gua Kristin. Pelan-pelan kusorongkan dan
terbenamlah sudah seluruh batang penisku. Meski banjir, tapi aku merasa
memek kristin tetap sempit. Cairan vaginanya ternyata agak kelat, bukan
encer. Jadi rasa batangku seperti menyelam di cairan perekat, atau lem.
Ketika ku maju- mundurkan terasa sekali agak lengket. Aku berfikir,
mungkin Kristin sedang berada di puncak masa subur, sehingga vaginanya
mempersiapkan cairan terbaik untuk menjamu batang yang masuk. Kalau
begitu aku harus menghindar menembak di dalam.
Aku mengatur posisi
genjotan untuk menggali kembali orgasme Kristin. Hampir 5 menit dia
sudah bersemangat membalas hentakanku. Makin cepat dan akhirnya dia
menarik tubuhku keras-keras. Dia ternyata mencapai kepuasan. Padahal aku
sudah berada di gigi 5 untuk siap tinggal landas. Jadi terpaksa
berhenti lagi untuk sementara . Setelah kedutan orgasmenya reda aku
mulai lagi menyerang, tapi bisa langsung gigi 3 sehingga melaju lebih
cepat. Aku berkosentrasi penuh untuk mencapai kenikmatanku. Aku abai
saja terhadap Kristin apa nikmat apa tidak, toh dia sudah beberapa kali
klimaks. Ketika hampir mencapai puncak tiba-tiba Kristin menahan
pantatku untuk mempertahankan benaman maksimal batang bertopi baja ini.
Padahal akau sudah hampir mencapai point no return. Bagaikan cangkir dia
mengadukku, jadi bukan sendok yang mengaduk, keadaan sudah terbalik.
Rupanya dia juga hampir sampai ke puncak everest. Batangku mendapat
kejutan berupa kontraksi yang tidak mungkin lagi aku mampu menahan
luapan lumpur seperti Lapindo. Maka akupun terpaksa meledak di dalam.
Sambil
merasakan kenikmatan puncak, aku pun diliputi kekuatiran mengenai
kemungkinan Kristin hamil membesarkan janin dari sperma ku. Aduh sulit
berfikir dalam keadaan nikmat begini, aku nikmati ajalah, soal
kemungkinan itu bagaimana berikutnya sajalah.
Setelah ketegangan
mereda, gencatan senjata ditandatangani. Aku memprotes Kristin kenapa
dia tahan aku sehingga aku tidak bisa melepas ejakulasiku di luar.
Risiko hamil sangat besar, dan itu bakal menjadi tanggunganku nanti.
Tenang aja Jay, aku kan dipasang spiral,
Meledaklah keheranan di kepalaku, sampai aku tidak sadar mangap lebar terlalu lama. Mau tanya apa lagi lu Jay
Nggak punya pertanyaan lagi aku ngantuk . kata ku.
Punya banyak sasaran genjotan kalau di alam khayal rasanya nikmat
banget, tapi mengalaminya di alam nyata tidak begitu. Meski aku sudah
menelanjangi mereka , tetapi aku tetap menjaga perasaan mereka, sehingga
aku menjaga diri untuk tidak mengambil inisiatif. Aku berusaha tampil
lugu, bahkan cenderung culun.
Kelihatannya mereka masing-masing tau
kalau aku sudah bermain di antara sesama kolega. Tapi karena konvensi,
atau perjanjian yang tidak tertulis, mereka saling menjaga perasaan.
Namun
ada hal-hal yang tidak bisa mereka tutupi atau tidak sadar
melakukannya. Aku sering kali dilendoti diciumi (walaupun hanya di
pipi). Entah kenapa setiap hari di awal pertemuan mereka selalu
menciumku.
Aku jadi merasa rikuh kepada Juli, Ita dan Niar. Mereka
tentunya tidak bisa seakrab teman-temannya yang pernah aku timpa. Mohon
juga dipahami, aku tidak pula berusaha bernafsu menggarap mereka
bertiga. Apakah jika aku bisa menggarap semua wanita di tempat kost ini
aku bisa menepuk dada sebagai jagoan. Mau pamer ke siapa, lantas apa
pula manfaatnya. Kurasa itu hanya kesombongan yang tidak bisa
dibanggakan.
Sesungguhnya aku tidak ingin membeda-bedakan atau
mengkotak-kotakkan pertemanan di rumah ini, antara yang sudah ku garap
dengan yang belum. Aku berusaha akrab dengan semuanya tanpa membedakan
mereka. Cewek-cewek di rumah ini masing-masing punya kelebihan, meski
pun cantik dan ayunya berbeda-beda. Aku jamin lelaki siapa pun kalau
disuruh memilih satu diantara mereka untuk dipacari pasti bingung. Sebab
memang semuanya menarik.
Juli, Ita dan Niar termasuk gadis-gadis
yang gila kerja. Di usia mereka sekitar 25 tahun, mereka mungkin sedang
berada di jenjang karir yang menjanjikan. Dari penampilannya, terlihat
gaji mereka cukup besar. Dulunya mereka kuliah di akademi sekretaris
yang ku ceritakan diawal kisah ini, tetapi karena merasa betah, sampai
setelah bekerja pun mereka tetap bertahan di kos-kos ini.
Di antara
ketiga orang ini Ita yang mempunyai kelebihan daya tarik. Susunya besar
sekali, seperti tidak seimbang dengan tubuhnya yang cenderung kurus.
Temanku orang Jawa menyebutkan penampilan Ita sebagai Wongso Subali
(Wong e Ora Sepiro, Susu ne sak Bal Voli / Orangnya tidak seberapa,
tetapi payudaranya sebesar bola Voli). Kulitnya tidak putih cenderung
sawo matang. Tingginya sekitar 160, cukup tinggi bagi rata-rata cewe
melayu. Namun di balik kelebihannya itu,dia mempunyai kekurangan.
Ketiaknya baunya kurang sedap, seperti bawang mentah. Apalagi kalau dia
berkeringat, satu ruangan seperti terpenuhi oleh bau ketiaknya.
Cewek-cewek yang kebetulan berada di ruangan itu, sebentar-sebentar
menggesekkan hidung. Tapi Ita sepertinya tidak merasa, dia menjadi
penyebab sumber polusi udara.
Mungkin tidak ada yang berani menegur,
Ita. Masalah itu rasanya terlalu sensitive. Untungnya Ita tinggal di
kamar sendiri, tidak berbagi (share) dengan yang lain.. Kalau dia joinan
sekamar dengan orang lain, pasti temennya mabuk kepayang .
Aku
berpikir keras mencari cara untuk menyampaikan kekurangannya. Kesulitan
yang kurasakan adalah Ita orangnya agak tertutup dan cenderung pendiam.
Dia lebih sering mengurung diri di kamarnya daripada ngrumpi.
Suatu
hari kami keluar dari rumah bersamaan menuju halte bus. Jaraknya halte
memang tidak begitu jauh, karena ada jalan pintas melalui gang. Kami
ngobrol tanpa isi, tetapi menjelang sampai halte aku melontarkan, Ta
sebenarnya gue pengin nyampein sesuatu yang sangat penting untuk kamu.
Apa sih, sekarang aja kenapa, jawabnya dengan wajah penasaran.
Ntar aja lah, Ntar malam di rumah, pokoknya penting banget buat kamu, kataku.
Meski
dia berkali-kali mendesak agar aku menceritakan secuil info yang akan
aku sampaikan nanti, tapi aku tetap bertahan bahkan menambahkan
kata-kata yang makin bikin dia penasaran.
Kami berpisah, karena bus
kami masing-masing berbeda jurusan. Di dalam bus aku seperti orang
melamun. Sebenarnya bukan melamun, tetapi sedang menyusun kata-kata yang
nanti akan kusampaikan ke Ita. Aku pun masih belum menemukan kata
pembuka.
Aku pulang agak telat, jam 8 malam aku baru sampai di rumah.
Ita rupanya sudah sampai duluan. Dia melihatku sekelebat, ketika aku
hendak naik ke kamar ku. Aku diburunya dan dia mengekori ku ikut masuk
ke kamar.
Mau ngomong apaan sih, gua jadi nggak tenang kerja seharian, gara-gara lu , Ita mengkomplain.
Sebenarnya
bagi gue nggak terlalu penting, tapi buat kami rasanya penting banget.
Wah ini kata-kata tidak pernah kupikirkan sebelumnya, kok meluncur
begitu aja, kataku dalam hati.
Gini lho Ta, kamu ini kan cakep, seksi, montok lagi, kata ku menggoda.
Ya terus kenapa, katanya sambil matanya melotot seperti mau menelan ku.
Tapi ada kekurangan kecil yang sangat mengganggu, kata ku lalu aku diam.
Apaan sih bikin orang tambah penasaran, katanya.
Aku mau jujur, tapi kamu mesti janji jangan marah dan jangan tersinggung ya, karena ini demi kamu juga, kata ku.
Ita makin kesal dan dia berjanji tidak akan marah pada ku.
Terus terang ya, kamu ini punya kelemahan di bau badan mu, rasanya sih bersumber dari sini, kata ku menunjuk ketiaknya.
Ita
tertunduk. Iya Jay, aku sudah berusaha dengan berbagai cara bahkan
pakai bedak badan yang anti bau badan, tapi gak berhasil juga.
Aku
malu jadinya Jay ama kamu, tapi anyway aku terima kasih, kamu berani
terus terang begitu, kamu tau nggak caranya untuk ngilangi bau ketiak ku
ini, tanyanya.
Aku menjelaskan bahwa aku dulu juga menghadapi
masalah seperti itu. Aku kemudian menggunan tawas yang kuusapkan setiap
kali selesai mandi. Ketika sedang mandi, aku selalu membawa handuk kecil
untuk menggosok bagian ketiak sampai terasa benar-benar bersih. Aku
meminta Ita mengikuti cara ku.
Tawas kayak gimana sih, belinya dimana tuh, katanya.
Aku
lalu menjelaskan bentuk tawas yang seperti es batu, dan belinya di toko
kembang di Senen biasanya ada. Aku menawarkan diri untuk membelikan
satu untuk dia. Ita senyum-senyum. Terima kasih ya Jay, kamu ternyata
sahabatku yang penuh perhatian., katanya sambil mencium pipiku.
Aduh aku mabuk nih, sambil menjatuhkan diri telentang ke tempat tidur.
Hah kenapa, katanya terheran-heran.
Bau ketiak, kataku serius.
Sialan lu, dasar brengsek, katanya lalu keluar kamar ku.
Anjuranku
rupanya dituruti, sampai seminggu kemudian aku bertemu lagi di rumah.
Ketika berpasasan kami sama sama berhenti. Aku langsung berusaha membaui
badannya dan hidungku menuju ke kesalah satu ketiaknya. Tidak terasa
ada bau. Ah lu ngapain sih bikin orang risih aja, katanya sambil
mendorong badanku..
Sekarang nggak terasa ada bau bawang lagi Ta, kataku setengah bercanda.
Iya nih kayaknya reseplu berhasil, resep murah tapi hebat juga ya Jay, katanya.
Sejak
saat itu Ita sudah tidak menjadi sumber polusi di rumah kami.
Teman-teman ceweknya saling bergunjing. Juli yang hari itu melihat aku
membaui ketiaknya menanyakan aku apakah itu karena aku memberinya obat.
Kuakui bahwa aku yang menegurnya soal bau ketiak, Kristin yang duduk di
samping Juli langsung menanggapi, Emang kamu terus terang ngomong ama
diam gila lu nekat amat, katanya.
Mbak Ratih tanya, terus dia gimana reaksinya,
Ya dia malu, tapi nggak marah kok, kata ku.
Ita
sejak keberhasilan itu makin dekat dengan ku. Aku bahkan sering
dijadikan tong sampah untuk mengeluarkan isi hatinya. Aku sering
digelandang ke kamarnya hanya untuk jadi pendengar. Kadang kadang dia
menangis dan bersandar di dadaku sambil meluapkan kekesalannya. Meski
aku lebih muda, tapi kalau menghadapi situasi seperti ini harus berperan
sebagai laki-laki dewasa, sok tenang, sok kalem dan berlagak sebagai
pengayom.
Kalau dia bersandar di dadaku, tidak bisa lain, teteknya
juga menghimpit badanku. Rasanya kenyal sekali dan tebal. Biasanya nih
sekali lagi umumnya, kalau perempuan tidak merasa malu payudaranya
tersentuh laki-laki maka dia merasa laki-laki itu sangat dekat dengan
dirinya.
Kalau dia menangis di dadaku maka aku hanya bisa
mengelus-elus rambutnya dan mencium dahinya. Itu saja tidak lebih. Aku
tidak berusaha mencari kesempatan dalam kesempitan. Ini membuat Ita jadi
makin dekat denganku, sampai kadang kadang dia memeluk tanganku sampai
tanganku menekan susunya. Dia kelihatannya mengabaikan saja susunya
tertekan, atau mungkin juga dia sengaja, yang mana yang benar aku cari
jawabannya nanti.
Suatu hari aku ditariknya ke teras ke depan rumah. Jay, aku mau minta tolong banget ama kamu bisa nggak, katanya.
Nggak, kata ku berusaha bermuka serius.
Ah jangan gitu dong, serius nih, katanya.
Minta tolongnya apa, belum tau aku sudah dikasi pilihan menjawab, kataku.
Lu emang susah, nggak bisa serius orangnya, kata Ita sambil bermuka merajuk.
Ada apa tuan putri apa ketiaknya bau lagi, kayaknya sih sekarang malah wangi., aku menggoda.
Aku
minta tolong lu nemenin gue menghadiri pesta perkawinan sahabat gue,
tapi pestanya di Lampung, lu bisa kan, kita berangkat hari Sabtu pagi,
pulang lagi hari Minggu sore, katanya.
Kamu kan orang Lampung, kok pulang kampung minta dikawal, jawabku.
Rumah
gue di Metro, masih jauh dari Bandar Lampung, Lagian kalau gua pulang
ke rumah, repot terlalu jauh dan gak bisa nyampe di Jakarta lagi hari
Minggu. Pokoknya lu tau bereslah semua biaya gue yang tanggung, katanya
sungguh-sungguh.
Gue mau lihat agenda gue dulu apa ada acara nggak sabtu sama minggu besok, kataku berpura-pura serius.
Gaya lu kayak pejabat Negara aja, pake periksa agenda, udahlah bisa ya, Ita setengah memaksaku.
Aku
memang tidak ada acara dan tidak ada kuliah sejak Jumat sampai Minggu.
Sebenarnya aku tidak keberatan, tetapi rikuh jugalah ama temen-temen
kost kalau aku pergi mengawal Ita. Aku minta kepergian kami
dirahasiakan. Aku beralasan ke Bandung dan Ita ke Lampung. Ita kemudian
mengubah rencana kami berangkat Jumat siang. Dia beralasan ada beberapa
hal yang mau dicari di Bandar.
Kami sampai di Lampung sekitar jam 7
sore dan Ita berinisiatif mencari penginapan. Aku tidak mengenal Bandar
Lampung, sehingga Italah yang berinisiatif mencari tempat penginapan. Ia
mencari Hotel di tempat resepsi perkawinan temannya . Kami akhirnya
mendapat kamar di hotel yang lumayan bagus. Kalau tidak salah hotel
bintang empat.
Ita hanya mengambil satu kamar untuk kami tempati
berdua, tetapi tempat tidur di kamar kami hanya ada satu berukuran king
size. Kamu kok tidak pesan kamar yang 2 bed, kalau begini kan kita kaya
berbulan madu, kata ku
Ah nggak apa-apa lah, hotel ini penuh , syukur kita masih kebagian kamar, lagian ama kamu aja kok, kan kamu itu adikku, katanya.
Aku takut ketularan baunya, kataku.
Sekarang udah nggak lagi weeeei ., sialan lu ngeledek terus, katanya sambil melempar bantal.
Sekarang kita mandi, siapa duluan, lu apa gue, katanya.
Aku
memilih mandi dulu karena agak tersesak bab. Setelah menyulut rokok aku
segera masuk kamar mandi mencuci bath tub dan mengisinya dengan air
hangat. Aku melampiaskan hajat sambil menunggu air penuh di bath tub.
Setelah selesai dan air penuh aku mulai berendam. Pertama airnya tidak
terlalu panas, karena aku tidak tahan. Setelah semua terendam, aku
tambahkan air panas sampai sangat hangat. Nikmat sekali rasanya berendam
di air panas. Entah kenapa batang jadi bangun ketika direndam. Aku jadi
menerawang, apa kejadian yang bakal terjadi nanti malam, aku tidur satu
bed dengan Ita yang bertetek besar. Rasanya bakal ada peristiwa penting
nanti malam. Sejauh ini aku belum pernah mencumbu Ita, meskipun dia
sudah sangat dekat dengan ku. Misalnya ia tidak risih lagi menekan
susunya ke badan ku atau ke lenganku. Aku selama ini aku cool aja.
Sedang
enak-enaknya menghayal tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka. Ita muncul
dengan daster berwarna pink. Buset dah aku lupa menguncinya. Aku jadi
kikuk juga sebab sedang telanjang bulat di dalam bak mandi. Ita berdiri
di samping bak sambil ngomel, mandinya lama amat sih aku udah kebelet
pipis, nggak kuat lagi nunggu, katanya sambil terus menurunkan celana
dalamnya dan langsung duduk di toilet. Aku tidak menyaksikan pemandangan
apa-apa, karena dia menurunkan celana dalam tapi masih tertutup oleh
dasternya. Suara mendesis nyaring sekali terdengar,. Buset siulannya
kenceng bener, kataku.
Mendengar guruanku dia malu lalu segera
menggelontorkan air agar suara pipisnya samar dengan gelontoran air.
Dasar lu adik bandel, bikin gue malu aja. katanya.
Apa gue nggak lebih malu telanjang begini, kata ku.
Enak ya ngerendem begitu, kok gue jadi pengen mandi juga, katanya sambil mencelupkan tangannya di bak mandi.
Ih kok bangun sih tuh barang, lagi ngayalin gue ya, katanya setelah tangannya usil masuk ke bak mandi dan menggenggam barangku.
Aku tidak menyangka, sehingga terkejut dan senang juga kemudian.
Ita
melepas celana dalamnya sambil duduk di toilet lalu berdiri
menyangkutkan di gantungan baju. Dia lalu mengangkat dasternya yang
ternyata sudah tidak mengenakan BH lagi. Tanpa ada rasa rikuh dia
berdiri menghadapku dalam keadaan bugil. Susunya memang ukuran ekstra
large dan putingnya seperti terbenam di dalam gumpalan daging.
Dia
mencelupkan kaki satu persatu lalu membungkuk untuk meraih air bagi
menciprat-cipratkan tubuhnya. Ih panas bener sih airnya, entar telor lu
mateng baru tau rasa, katanya sambil tersenyum.
Posisinya yang
membungkuk menghadapku membuat kedua payudaranya menggantung seperti
papaya Bangkok terhidang di depan mataku. Aku dalam posisi duduk di
dekat keran, sedang Ita mengambil posisi dihadapanku. Dia pelan-pelan
merendahkan badannya sambil cengar-cengir menahan panasnya air. Sampai
posisi duduk , teteknya masih terpampang didepanku. Air bak kurang
tinggi untuk menenggelamkan susu besar yang seperti pelampung itu.
Ita
masih menciprat-cipratkan air panas ke badannya dan meraup mukanya. Ia
lalu pelan pelan menurunkan badannya sampai tinggal mukanya saja yang
diatas air. Gerakkannya itu menjadikan kakinya menyelusup ke bawah
kakiku dan bagian vitalnya menerjang pantatku. Batangku jadi terangkat
muncul ke atas air setengah tiang. Wah teropong kapal selamnya muncul
tuh, mau mengamati musuh ya, musuhnya ada di bawah kok, kata Ita santai.
Dipegangnya
batangku lalu ditarik kearahnya, akibatnya badanku jadi lengser
kebawah. Pantatku bersetumpu di atas tetek Ita, dan punggungku bersandar
di atas kemaluannya dengan jembut yang lumayan lebat. Nikmat sekali
rasanya berendam di air hangat dengan cewek yang teteknya super besar.
Setelah berendam sekitar 10 menit aku kemudian berdiri untuk bersabun.
Pertama aku menyabuni diriku sendiri. Ita ikut bangkit dan celakanya dia
minta aku menyabuni dirinya. Aku meski dalam keadaan siaga satu, karena
batangku terus menegang, dengan gaya cool mulai menyapukan tangan
dengan sabun. Dimulai dari bahu, turun ketangan kanan, lalu kiri dan
mulai lah menyabuni teteknya kiri kanan. Susunya kenyal banget. Aku
permainkan dengan meremas, tetapi tanganku tidak muat. Setelah itu turun
ke bawah sampai ke perut lalu aku minta ia berbalik badan. Punggung dan
pantatnya giliran berikutnya sampai turun ke kaki, lalu kuminta
berbalik lagi kini kaki bagian depan lalu naik ke bagian vitalnya.
Kugosok jembutnya sampai berbusa lalu aku menyelipkan jariku ke
memeknya. Dengan gerakan mendadak jari tengahku menyelinap ke dalam
lubangnya lalu segera kucium jari itu. Bau sabunnya kalah sama bau anu
mu, kata mengejek.
Ita gusar dan malu, sialan lu, memek gua gak bau lagi, sok tau lu, katanya sambil ikut meraih memeknya sendiri lalu menciumnya.
Benerkan, bau sabunnya ilangkan, yang ada bau kecap ikan, kata ku kembali mengejek.
Eh iya bener juga, katanya malu.
Aku
lalu kembali menyabuni memeknya sampai ke lubang pantatnya. Bagian
penting itu terbelai , akibatnya Ita mendesis. ooiii sedapnya, kata Ita
sambil meraih badanku dan memeluknya. Badan kami licin sekali dan karena
air untuk kami berendam tadi aku buang akibatnya bak mandi juga jadi
sangat licin. Khawatir jatuh aku mengajak Ita untuk pelan-pelan duduk.
Badan
kami masih berselemak sabun tetapi air sudah mengering. Aku menawarkan
untuk kami saling melakukan body massage. Gimana caranya kata Ita.
Ita
kuminta tidur telentang dan aku tengkurap diatasnya. Aku meluncur ke
atas dan kebawah. Menggosokkan batang dan jembutku ke perut dan dada
Ita. Setelah itu aku mengambil posisi telentang di bawah badannya dengan
posisi kepala berlawanan arah. Aku kembali meluncur ke atas dan ke
bawah, sehingga batang dan jembutku menyapu dan mengganjal pantat dan
punggungnya. Iiiih sedapnya merangsang banget ya, katanya sambil terus
mendesis.
Ita kemudian kuminta mengubah psosinya jadi tengkurap.
Sehingga kami berhadapan tetapi dengan arah kepala yang berlawanan. Aku
kembali menaik dan menurunkan badanku mengganjal tubuhnya. Ita tidak
tinggal diam, dia juga ikut melakukan gerakan berlawanan. Batangku
kadang-kadang terselip diantara kedua pahanya lalu terlepas lagi, tapi
tidak sampai terpeleset masuk ke dalam lubang vaginanya.
Posisi ini
membuat nafsuku tambah tinggi sehingga akhirnya aku tidak mampu menahan
desakan ejakulasi. Aku tak kuasa menahan sehingga cairan putih hangat
lepas dan menyapu ke badan Ita. Yahhh kamu nggak kuat ya, katanya ketika
merasa batangku berkedut diantara kedua susunya.
Enak banget sih, dan susumu itu yang buat pertahanan gua jebol, kata ku.
Kami
lalu mandi berbilas dan mengeringkan badan dengan handuk. Aku
digandengnya keluar kamar mandi. Kami berdua jalan dalam keadaan bugil.
Aku di dorongnya hinga jatuh telentang di kasur. Aku yang merasa lemas
setelah tembakan tadi, tidur telentang pasrah. Ita mengambil inisiatif
dengan menindih badanku. Dia mencium bibirku dan kami lama sekali
berpagutan.
Ita melepas ciumannya dari mulutku dia turun kebawah dan
menghisap pentil ku. Rasa geli dan nikmat menjalar ke seluruh tubuhku.
Ita terus meluncur ke bawah dan sekitar kemaluanku diciuminya dengan
rakus. Batang dan zakarku tidak diciumnya, tetapi dia turun menciumi
paha lalu kedua lututku. Aku merasakan kegelian yang amat sangat sampai
aku menggelinjang. Mengetahui aku kegelian dia mengarahkan ciumannya ke
atas dan batangku menjadi sasarannya kemudian. Batangku yang masih
setengah sadar di lahapnya dan dihisapnya. lalu dijilatinya. Kaki ku
ditekuk dan jilatannya turun ke kedua buah zakarku lalu turun lagi
lidahnya mengitari lubang matahari.
Aku menggelinjang nikmat. Dia
kembali mengulum batangku sampai menjadi sadar dan tegak penuh. Kuluman
Ita sungguh canggih, sehingga aku kelojotan merasa nikmatnya. Untungnya
tadi sudah mencapai puncak, sehingga aku mampu menahan diri agar tidak
buru-buru muncrat lagi.
Ita membalikkan badanku dan aku dimintanya
berganti peran menyerang dirinya. Aku segera paham dan memulai tugasku
dengan mencium leher lalu kedua payudaranya. Agak sulit rasanya
menghisap pentilnya karena terbenam. Kutelateni menghisap pentilnya
sampai akhirnya keduanya mencuat keras.
Puas dengan menjilat dan
meremas kedua susunya aku turun ke perut lalu ke memeknya. Bulu lebat
dan keriting membuat aku agak sukar menemukan belahan memeknya. Dengan
bantuan kedua tanganku, kusibak dan lidahku menyerbu ke belahan itu. Aku
memulainya dengan menjilati sekitar bibir luar, bibir dalam lalu
mengarah ke clitorisnya.
Memeknya yang tadi kering setelah kuhanduki,
kini sudah basah lagi oleh cairan pelumas vaginanya. Baunya wangi
seperti bau sabun. Saat lidahku menggapai clitorisnya Ita menggelinjang
dan pinggulnya bergerak liar. Aku jadi sulit mengkosentrasikan
jilatanku. Aku lalu menahan kedua pahanya agar tidak liar.
Serangan
ujung lidahku berkosentrasi pada clitoris Ita yang sudah makin mencuat.
Dia mendesah-desah dan tidak sampai 5 menit dia tumbang dengan
orgasmenya yang pertama. Dia minta aku berhenti mengoralnya karena
katanya barangnya ngilu. Aku bangun dan duduk bersimpuh diantara kedua
kakinya. Jari tengah kanan pelan-pelan kucolokkan ke vagina Ita.
Kucolok-colok ke lubang basah itu dan aku seperti sebelumnya dengan para
wanita, mencari benjolan G spot. Tombol g spot Ita mudah ditemukan,
sehingga kini gerakan jariku berkosentrasi pada tombol itu. Gerakan
halus mengusap g spot itu membuat Ita kembali mendesis. Dia lalu tidak
hanya mendesis tetapi mengangkat angkat pinggulnya. Usapanku jadi
meleset. Aku minta Ita menahan gerakannya agar dia merasa lebih nikmat.
Aduh
kok enak banget sih Jay, lua apain gua, katanya sambil menggigit bibir
bawahnya. Dia berusaha melawan nikmat yang menjalar dari dalam
vaginanya, tapi belum 2 menit dia mengeluh panjang dan berusaha mengapit
kedua kakinya, namun terhalang oleh tubuhku. Kedua tangannya meraih
bantal lalu ditutupkanke mukanya dan dia menjerit sekuat-kuatnya dibawah
bantal. Bersamaan dengan itu Ita ejakulasi sampai mengenai hidung dan
mulutku. Kujilat cairan itu di bibirku terasa agak asin dan kental.
Orgasmenya
panjang dan Ita kemudian jatuh terkulai. Badannya bagai tak bertulang.
Aduh badan gua lemes banget, katanya seperti orang ngantuk. Sementara
dia lemas aku tegang.
Tanpa minta izin dan mengatakan sesuatu aku
segera mengarahkan batangku menuju lubang vaginanya. Dalam posisi
bersetumpu kaki terlipat, batangku kutekan pelan menyeruak vaginanya.
Lubang memeknya terasa sempit, meskipun banjir. Aduh Jay pelan-pelan
Jay, katanya.
Aku dengan sabar menekan penisku masuk kedalam gua
nikmat itu. Setelah tenggelam seluruhnya aku mulai melakukan gerakan
maju mundur. Sensasi menyaksikan gerakan maju mundur batangku ke dalam
memeknya membuat aku sangat terangsang. Apalagi Ita mulai mendesis dan
bergumam, ah uh au uh.
Aku makin bersemangat, tetapi karena posisiku
sulit lama-lama jadi kurang nyaman kemudian aku mengubah posisi menindih
badannya. aku bersetumpu di kedua lutut dan kedua sikuku. Pada posisi
ini aku leluasa memompa badan Ita. Aku tidak perduli lagi apa dia nikmat
atau tidak, tetapi aku berkonstrasi pada kenikmatan diriku. Semakin
cepat kupompa, semakin dia mengerang . Belum aku sampai pada puncak Ita
sudah menarik rapat badanku dan dia kembali berkedut bagian dalamnya.
Ita kembali menikmati orgasme yang dahsyat. Aduh aku rasanya gak kuat
nglawan kamu Jay , katanya.
Aku diam saja dan kembali menggenjot,
karena pencapaianku tadi tanggung. Aku kemudian menjelang puncak dan
beberapa saat akan mencapai puncak kutarik batangku keluar dana air
maniku ku lepas di atas perutnya.
Aku rebah disampingnya dan badanku
terasa lelah. Kami tertidur entah berapa lama sampai terbangun karena
merasa dingin. Aku bangun dan ke kamar mandi mengambil handuk kecil
membasahinya dengan air hangat. Handuk itu kusapukan ke tumpahan maniku
di perut ita. setelah aku sebelumnya mebersihkan penisku dengan air dan
sabun..
Kami kembali tidur di bawah selimut. Bed cover yang tadi
terhampar sudah kumasukkan ke dalam lemari. Belum lima menit aku
berbaring, Ita bangun Jay laper ya, katanya.
Aku juga merasakan yang
sama. Ita kemudian bangun dan ke kamar mandi. Dia kedengarannya mencuci
alat vitalnya dan juga mungkin sekalian pipis.
Kita cari makan diluar yuk, di hotel kurang enak, di dekat sini ada ayam goreng yang enak, katnya.
Kami
lalu berkemas. Ita mengenakan celana jean, kaus hitam dan dibungkus
lagi dengan jaket. Sementara aku kembali mengenakan jean yang kukenakan
tadi hanya mengganti T shirt.
Kami turun dan keluar hotel. Sekitar 5
menit jalan menyeberang, kami menemukan tempat ayam goreng yang dimaksud
Ita. Jam sudah menunjukkan 11 malam, tetapi warung tenda ayam goreng
itu ramai sekali.
Perut kenyang badan terasa hangat. Keinginan sex
sudah terpenuhi, apalagi yang kurang. Sekembali kami ke Hotel Ita
mengajakku duduk di coffe shop. Disitu ada live music. Ita menawarkan
bir yang tentu saja tidak bisa ku tolak..
Nikmat sekali cairan bir
itu membasahi kerongkonganku. Kata orang nikmatnya minum bir itu adalah
pada tegukan yang pertama. Ternyata memang benar. Satu botol besar
kuhabiskan berdua dengan Ita, namun dia hanya minum segelas. Gaul juga
anak ini, batinku.
Ita menawariku tambah dengan satu botol kecil bir
hitam. kata dia bagus untuk stamina. Menyimak stamina, aku lalu
menyetujuinya. Rasa pahit bir hitam itu menjadi nikmat karena syaraf
perasaku terpengaruh hasutan demi stamina .
Kami kembali ke kamar
sekitar jam satu malam. Mata mulai mengantuk dan lelahnya badan yang
tadi tidak terasa kini menumpuk. Mataku seperti sudah mau terkatup saja.
Sesampai di kamar aku melepas celana jean dan t shirt, tinggal celana
dalam lalu menyusup ke dalam selimut. Ita masih sibuk di kamar mandi.
Aku segera terlelap. Mungkin ada satu jam aku tertidur lalu terjaga
karena merasa dipeluk Ita. Dalam keadaan antara tertidur dan sadar aku
merasa Ita memelukku dalam keadaan telanjang di bawah selimut. Susunya
yang besar menekan badanku dan jembutnya yang tebal menempel di pahaku.
Situasi
itu membuatku pelan-pelan kembali tersadar dan bangun seutuhnya. Penis
ku pelan-pelan bangun, tetapi badanku lelah sekali. Apalagi pengaruh bir
tadi mengendap di otakku. Aku kembali jatuh tertidur.
Entah sudah
berapa lama aku tertidur sampai aku merasa badanku dingin oleh tiupan
AC. Kamar telah gelap, cahaya hanya ada dari lampu di gang di depan
kamar mandi. Aku membuka sedikit mataku dan memperhatikan sekeliling.
Ita ternyata sedang menyedot batangku. Dia tidak tahu kalau aku sudah
terbangun. Aku berusaha menahan reaksi rangsangannya dengan menahan
suara.agar disangka masih tidur.
Karena sedotan yang maut, barangku
jadi keras sempurna. Ita lalu bangkit dan didudukinya batangku. Pelan
pelan diarahkan batangku ke dalam mekinya sampai ambles sepenuhnya.
Dia
mengendalikan persetubuhan dengan gerakan-maju mundur kadang kala naik
turun. Sesekali batangku terlepas karena dia terlalu hot menaikkan
badannya. Tapi ia segera kembali memasukkan batangku ke dalam tubuhnya.
Aku tetap bertahan pura-pura tidur, Mungkin 15 menit atu mungkin lebih
Ita mulai mencapai orgasmenya. Sementara aku karena gaya gravitasi
merasa mampu bertahan lama.. Barangku tetap tegak sempurna, sementara
Ita sudah berkedut-kedut. Setelah istirahat hampir 5 menit Ita kembali
menggenjot batangku. Dia ternyata tangguh juga. Pemandangan di depanku
sulit untuk diabaikan, tetek yang bergoyang adalah atraksi sangat
menarik. Aku mengintip guncangan tetek besar dihadapanku. Kalau aku
tidak berperan pura-pura tidur, pasti sudah kuremas-remas gumpalan
daging besar itu. Tapi apa boleh buat, aku sudah memilih peran tidur.
Ita
kembali bersemangat memompa apalagi menjelang orgasmenya dia bergerak
tidak karuan. Aku jadi spaning juga hingga mendekati titik orgasme ku.
Karena aku pura-pura tidur maka aku tidak boleh bereaksi, sehingga aku
pasrah saja ketika akhirnya ejakulasi lepas di dalam memeknya. Kedutan
ejakulasiku menambah semangat Ita karena rupanya dia juga orgasme dan
rubuh memelukku.
Ih kamu sadis deh, pura-pura tidur lagi, sampai aku cape menggenjot, katanya.
Abis enak banget sih, lagian kenapa juga gak bangunin aku dulu baru adekku, kataku sambil tersenyum.
Ternyata
sudah jam 7 pagi. Kamar kami gelap karena korden tertutup rapat. Kami
lalu mandi berdua dan berkemas untuk turun menikmati breakfast. Badanku
terasa segar dan ringan.
Selesai breakfast kami kembali ke kamar.
Hari itu tidak ada acara,kecuali jam 7 malam nanti menghadiri resepsi
perkawinan temannya. Ita mengajakku jalan-jalan ke kota. Kami makan
siang di restoran Padang. Aku penggemar makanan enak, masakan Padang ini
rasanya nikmat sekali, melebih yang pernah ku makan di Jakarta. Selesai
menyantap dua piring nasi, Ita menyarankan aku untuk mencoba teh telur.
Kata dia bagus untuk meningkatkan vitalistas pria. Teh yang diaduk
bercampur telur tampak sangat berbusa. Panasnya teh tidak lagi terlalu
terasa, tetapi rasanya seperti teh susu dan gurih telur. Lumayanlah
untuk mengisi stroom, kataku dalam hati.
Kami kembali ke hotel untuk
istirahat. Maksudnya memang istirahat, tetapi kejadiannya malah bekerja
keras. Kami terlelap kembali dan bangun menjelang pukul 6 sore. Kami
lalu berkemas untuk menghadiri acara perkawinan teman akrab Ita.
Tidak
ada yang istimewa dalam acara pesta perkawinan itu. Aku kurang
berselera, mungkin karena lelah setelah berkali-kali bertempur.
Minggu
pagi kami mempersiapkan diri untuk kembali ke Jakarta Sebelumnya masih
ada pertempuran seru satu ronde. Disebut seru karena panjang dan heboh
p;eh suara Ita. Dia tergolong wanita yang berisik jika melakukan
hubungan intim. Sepanjang perjalanan aku hanya tidur saja. Anehnya sejak
berangkat dari Lampung sampai kembali ke Jakarta, penisku tidak
seklipun bangun mengeras, meskipun dalam keadaan terdesak kebelet pipis
.Tiba di Jakarta sudah sore dan aku menunda kepulangan ke tempat kos
sekitar 1 jam.
Setiba aku kembali ke rumah kost aku disambut bagaikan tamu besar.
Kebetulan para penghuni sedang berkumpul di kamar tengah. Aku disambut
dengan bertubi-tubi ciuman. Mereka rasanya terlalu berlebihan karena
ketiadaan diriku di tempat itu hanya 2 malam mereka rasakan ada sesuatu
yang hilang.
Aku tertidur di kamar mungkin dari jam 5 sore. Rasanya
ngantuk sekali dan lelah. Entah berapa lama tertidur sampai merasa ada
orang yang masuk di kamarku. Kamar gelap gulita, karena tadi aku tidak
sempat menyalakan lampu. Aku tidak bisa melihat siapa yang masuk ke
kamarku.
Tiba-tiba lampu dinyalakan dan ternyata 2 cewek sudah ada di
kamarku. Mereka adalah Dewi dan Ana dengan baju tidur daster dan Dewi
mengenakan kaus serta celana boxer. Wah pangeran kita kecapean ni, kata
Ana.
Mereka minta izin untuk menginap lagi di kamarku. Mereka takut
karena tadi siang habis melayat temannya yang meninggal karena
kecelakaan. Katanya wajah temannya selalu terbayang-bayang. Ada-ada saja
cewek-cewek ini, pikirku.
Lampu kembali dimatikan dan kamar jadi
gelap gulita. Malam ini cuaca panas sekali, karena mau hujan tetapi
tidak jadi. Untung aku tidur hanya mengenakan celana pendek, sehingga
tidak terlalu gerah.
Ana mengipas dadanya dengan menarik-narik
bajunya. Dia juga merasakan kegerahan. Dewi mengipas-kipaskan telapak
tangannya. Mereka bertanya apa aku punya kipas. Aku bilang tidak ada,
karena tidak pernah terlintas dipikiranku untuk melengkapi kipas di
kamar. Kalau mau ada majalah atau koran, tapi dalam keadaan gelap gini
aku susah mencarinya apalagi aku tidur diapit.
Entah pikiran darimana
aku iseng melontarkan ide, agar kami bertiga tidur telanjang aja. Aku
pikir sebenarnya wajar saja, aku sudah sering melihat Dewi telanjang,
ketika dia tidur di kamarku tatkala Ana pulang kampung. Ana juga sudah
pernah kulihat dia telanjang juga ketika dia diam-diam menyelinap ke
kamarku, manakala Dewi menginap di rumah saudaranya di Ciledug. Mereka
berdua juga pernah bahkan berkali-kali melihat aku telanjang di kamar
ini. Masalahnya aku belum pernah secara bersamaan melihat mereka berdua
telanjang bersamaan di depanku.
Siapa takut, kata Ana. Dewi pun
rupanya tidak keberatan. Sambil tiduran mereka mencopoti bajunya dan aku
pun memeloriotkan celanaku. Posisiku yang diapit dua cewek begini tentu
memacu aliran darah untuk berkumpul di penis, sehingga tegang
mengacung. Tadi yang kucemaskan sejak kembali dari Lampung sekarang
sudah terjawab
Aku tidak tahu kemana mereka melempar pakaiannya, yang
kurasa kulitku sudah bersinggungan dengan kulit juga baik di kanan,
maupun di kiri. Dewi memelukku di sebelah kanan,dan Ana juga memelukku
di sebelah kiri. Kedua tangan ku yang mereka tindih jadi memeluk
keduanya di kiri dan kanan.
Udara gerah tidak membuat rasa makin
gerah meski dipeluk. Pikiranku lebih terpusat pada rangsangan dipeluk
dua mahluk perempuan telanjang. Mulanya tangan mereka hanya
mengelus-elus dadaku, tetapi Dewi mulai merayap kebawah dan menggenggam
batangku yang sedang keras. Tangan Ana pun juga merayap ke bawah dan
bertemulah dua tangan dari mahluk yang berbeda. Kedua tangan itu berbagi
tempat mencengkeram batangku.
Aku sudah tidak memperhatikan tangan
siapa ada dibagian mana. Yang kurasakan seluruh bagian kemaluanku
diremas-remas. Aku mencium mulut Ana. Ana membalas dengan sedotan dan
permainan lidah yang hot. Selepas itu aku berpaling dan berganti mencium
Dewi. Dia juga tidak kalah hot, karena mungkin sudah terbakar birahi.
Ana
yang kutinggal, dia bangkit dan mengambil posisi di antara kedua
kakiku.. Ana mengulum penisku. Tangan kiriku yang leluasa segera
menggamit memek Dewi dan meremas-remas lalu memainkan clitorisnya.
Menerima serangan di clitoris, Dewi melepaskan ciumannya . Dia mengubah
posisi telentang. Aku berusaha membebaskan tangan kananku dari tindihan
Dewi dan tangan kanan mendapat tugas baru menggantikan peran tangan
kiri. Dewi semakin tinggi terangsang karena clitorisnya aku putar-putar
dengan jari tengahku. Dewi kemudian bangkit dan duduk bersimpuh dengan
kedua lutut dilipat. Dia duduk menghadap ke wajahku dan memeknya di
aturnya dekat ke mulutku. Aku tahu, Dewi ingin dioral. Dewi memang
paling senang dioral. Dia pernah memujiku bahwa oralku jauh lebih enak
dari yang dilakukan pacarnya. Pacarnya katanya suka menggigit karena
gemas. Kalau sudah begitu rangsangan jadi sirna berganti rasa sakit
katanya. Sementara aku dipujinya mengerti menyentuh tempat yang tepat
dan gerakan lidahku katanya lebih halus.
Kedua tanganku memeluk paha
kiri kanannya membantu posisi Dewi agar dia bisa menempatkan memeknya
tepat di hadapan mulutku. Dewi duduk agak condong kebelakang. Kedua
tangannya menopang kebelakang.
Sementara aku sedang memusatkan
perhatian mengoral Dewi, aku tidak terasa Ana mengoralku lagi. Aku
merasa tangannya mencengkeram batangku dan beberapa saat kemudian Ujung
penisku dipadukan dengan gerbang memeknya. Sambil mengoral aku
mengira-kira posisi Ana menyetubuhiku. Setelah dia melakukan gerakan aku
baru bisa memastikan bahwa Ana bukan membelakangiku. Mungkin dia duduk
bersimpuh juga. Gerakannya yang kurasakan adalah maju mundur, sehingga
penisku serasa diperah.
Mereka berdua saling mendesis. Aku tidak bisa
bergerak, karena menahan berat badan kedua cewek. Gerakan Ana makin
terasa hot, sementara oralku ke Dewi juga semakin terfokus pada
clitorisnya. Pada posisi ini sebenarnya aku ingin memasukkan jariku ke
memeknya, tetapi tidak ada ruang untuk tanganku. Jadi hanya lidahku saja
yang bermain di memek Dewi. Dewi tiba-tiba berhenti menggelinjang,
mungkin dia sedang memusatkan diri menjelang orgasme. Benar juga sesaat
kemudian dia mengeluh panjang sambil menarik kepalaku merapat ke
memeknya. Bukan hanya mulut yang terbekap, hidungku juga tertutup
gundukan memek Dewi yang berambut keriting. Setelah kedutan orgasmenya
agak reda aku berusaha melepaskan mulut dan hidungku dari bekapan Dewi.
Aku hampir kehabisan nafas.
Ana yang makin hot memompa. Sementara
Dewi mengubah posisinya tidur telentang disampingku. Sepertinya dia
ingin beristirahat setelah mencapai puncak kenikmatan. Ana masih terus
menggenjot. Mungkin sudah 5 menit sejak Dewi tadi orgasme baru Ana
mendapat Orgasme.
Sementara aku belum apa-apa. Masalahnya hari-hari
sebelumnya aku sudah kenyang dengan Ita, sehingga nafsuku tidak
menggebu-gebu. Aku lebih mampu menahan diri. Apalagi posisiku di bawah,
maka aku makin bisa bertahan lama.
Setelah mencapai orgasme, Ana
menjatuhkan diri telungkup di atasku sejenak. Setelah itu dia bergeser
tidur telentang disampingku.
Meski gelap, aku bisa juga melihat sosok
Ana yang tadi mengadukku diatas. Tidak terlalu jelas memang, tetapi
dengan bantuan ilmu kira-kira, adegan yang berlangsung di atas badanku
cukup jelas terlihat.
Mungkin Dewi juga melihat Ana mengadukku.
Buktinya setelah Ana turun dari badanku, aku ditariknya agar menindih
badannya. Aku segera paham apa yang diinginkannya. Dia ingin disetubuhi
juga. Tanpa melakukan foreplay lagi aku segera manancapkan penisku ke
memek Dewi. Kenikmatan orgasme Dewi yang pertama tadi mungkin belum
sirna, karena begitu ku genjot dia langsung mendesis dan agak mengerang.
Aku mencari posisi yang paling bisa merangsang organ Dewi. Setelah
kudapatkan posisi itu dengan membaca respon yang ditunjukkannya aku
bertahan di posisi itu. Cukup 5 menit saja Dewi sudah mendapatkan
orgasmenya. Dia memelukku erat-erat, sampai semua orgasmenya
terlampiaskan.
Setelah reda kucabut batangku dan aku kembali ke
posisi semula tidur telentang diantara mereka berdua. Belum habis aku
menikmati jeda istirahat, Ana pula sekarang yang merengkuhku agar
menindih dirinya. Dia mungkin terangsang menyaksikan adegan permainan ku
dengan Dewi.
Aku bukan ingin berlebihan dan menjagokan diriku,
tetapi sesungguhnya aku masih tegang bahkan belum ada tanda-tanda
mendekati ejakulasi. Inilah kalau terlalu hot bermain sebelumnya dengan
Ita. Sebelum marathon bersama Ita, malam-malam sebelumnya setiap malam
aku selalu berpindah-pindah kamar. Bisa dikatakan tiada hari bagiku
tanpa bersetubuh. Pelayananku di rumah ini cukup banyak mulai dari Bu
Rini pemilik kost, Mbak Ratih, Kristin, Ita , Nia dan kedua mereka ini.
Kedua mereka ini termasuk paling jarang kutiduri. Dewi mungkin 2 minggu
lalu, Ana malah mungkin sebulan yang lalu.
Kembali ke Ana, aku tanpa
basa-basi lagi langsung memompa Ana. Seperti juga Dewi aku berusaha
mencari posisi yang paling menyenangkan bagi Ana. Setelah mendapat
posisi itu, aku tidak perlu bekerja terlalu lama, Ana sudah mencapai
orgasme. Dia menghentikan genjotanku dengan menarik badanku rapat-rapat.
Batangku menikmati sensasi kontraksi memek Ana dan cairan hangat
menyelimutinya. Setelah orgasmenya reda aku kembali istirahat dengan
badan basah berkeringat.
Aku berpikir kepada siapa nanti akan
kulampiaskan orgasmeku, padahal badanku sudah lelah sekali dari tadi
push-up terus. Tapi penisku tidakmau kompromi dia tetap tegak. Sementara
aku masih menerawang, tiba-tiba batangku digenggam. Ih hebat banget nih
belum juga kendor dari tadi, suara Dewi terdengar. Berarti tangan itu
adalah tangan Dewi.
Dia kembali menarik badanku untuk menindihnya.
Dia minta disetubuhi lagi. Aku berpikir, Dewi tadi makan apa kok jadi
hot banget begini. Dengan sisa tenaga yang ada aku kembali melayaninya .
Tapi tubuhku sudah tidak kuat lagi untuk push-up. Kutarik tubuh Dewi
untuk berganti posisi menjadi di atasku. Dewi menurut dan mengambil
posisi yang nyaman lalu dialah sekarang yang aktif. Dia segera saja
mendapat orgasme. Ketika dirubuhkannya badannya ke tubuhku dan otot
vaginanya berkontraksi maka aku segera membalikkan badannya dan segera
kugenjot. Aku tidak memberinya masa istirahat dan langsung dalam keadaan
vaginanya masih berkedut kugencot sekeras-kerasnya. Dewi menjerit
tertahan-tahan. Aku begerak makin buas sampai akhirnya dia menjerit
keras sekali lalu ditutupkan bantal di wajahnya untuk meredam
teriakannya. Dewi kelihatannya mencapai orgasme yang sempurna.
Aku
puas tapi belum juga muncrat. Ana yang menonton kami sambil dia duduk
bersila memeriksa penisku. Wuihhh masih keras juga, hebat amat, katanya.
Aku
ditariknya sehingga terduduk dengan kaki lurus. Aku tidak bisa menduga
apa yang dia mau. Ana berdiri dan duduk dipangkuanku sambil memelukku.
Memeknya diturunkannya sampai menelan penisku. Dia kembali terangsang
melihat Dewi danaku bermain kasar. Apalagi Dewi selama persetubuhan
berteriak kecil terputus-putus sampai akhirnya berteriak nyaring.
Ana
memaju-mundurkan pinggulnya sehingga menimbulkan efek gerakan mengaduk
batangku. Dia mendesis-desis menikmati hunjaman barangku yang masih
keras . Makin lama, terakannya makin cepat dan liar karena iramanya jadi
tidak menentu, sampai akhirnya dia memeluku keras sekali dan vaginanya
berdenyut. Seperti juga Dewi aku tidak memberi kesempatan dia menikmati
orgasmenya. Kudorong badannya sampai dia terlentang dan segera kugenjot
dengan gerakan-gerakan kasar. Karena diberi waktu beristirahat sambil
duduk, tenagaku masih lumayan yang tersisa. Aku terus menghunjam dengan
gerakan cepat dan panjang.
Ana tidak lagi mendesis, dia mengeluarkan
suara yang tertahan-tahan. Kedengarannya seperti mengucap huruf A ber
kali-kali. Irama pengulangan teriakannya seirama dengan gerakanku.
Setiap aku menghunjam dia menyebut A. Makin cepat gerakanku makin cepat
pula irama teriakannya. Sampai akhirnya dia berteriak panjang tetap
dengan suara A. Teriakannya keras membuatku gugup. Karena di dekat situ
tidak ada bantal maka kucucup saja mulutnya. Dibekap mulutnya oleh
mulutku pun dia masih berusaha berteriak. Tetapi suaranya tidak keluar,
teredam oleh mulutku. Aku menciuminya dengan ulah yang ganas sampai dia
lemas terkulai.
Sejak tadi perasaan yang menyelimuti diriku adalah
kebanggaan sebagai laki-laki yang super. Sekarang berbalik aku cemas,
karena burungku tidak juga surut, dan sulit sekali mencapai orgasme.
Yang kucemaskan, seandainya batangku tegang terus sampai besok. Kalau
dibawa ke dokter, rasanya malu luar biasa. Apalagi menjawab pertanyaan
dokter, Apa keluhannya .
Ah bagaimana nantilah, yang ada rasa badanku
sudah letih luar biasa dengan keringat membasahi semua pori-pori
badanku. Aku bangkit dan mencari handuk untuk mengeringkan badanku.
Hebat amat anak ini ya, tadinya mau kita perkosa, kejadiannya malah kita yang diperkosa, tanya Dewi.
Rupanya
kedua cewek ini sudah punya rencana ketika hijrah tidur ke kamarku.
Pantas aja ketika kutawari tidur telanjang mereka langsung setuju..
Rasain punya rencana nggak terus terang, jadinya kalian yang merasa
akibatnya, kata ku.
Biarin aja enak kok, kata Dewi.
Kulihat ana
sudah terbujur di posisinya semula malah sudah mendengkur. Aku mengambil
posisiku dan langsung mencari PW (posisi uwenak). Sampai keesokan
harinya ketika aku bangun mereka berdua sudah tidak ada. Aku segera
memeriksa barangku. Dia masih tegang, tetapi sekarang posisinya sedang
sesak kencing. Setelah kulampiaskan hasrat kencingku, pelan-pelan
penisku melemas. Aku lega
Selama ini aku melihat cewek hanya dari sosok luarnya. Setelah aku
tinggal bersama 8 cewek plus satu janda pemilik kost, aku baru menyadari
bahwa sosok luar tidak bisa memberi gambaran sepenuhnya mengenai siapa
dia sesungguhnya. Pengalaman mengajarkan cewek yang kelihatannya alim,
ternyata di balik itu dia ganas di tempat tidur. Perempuan yang sok
gengsi dan sangat jaim, di balik itu dia sangat bernafsu. Ada pula yang
kulihat mesra banget sama cowoknya dan jauh dari kesan bisa
diselingkuhi, ternyata juga suka selingkuh. Kesimpulanku, jangan mudah
kagum melihat penampilan seorang wanita betapa cantik dan anggunnya dia.
Mbak
Ratih yang semakin akrab dengan ku kadang-kadang membuatku malu. Dia
bisa tiba-tiba duduk di pangkuanku di depan cewek-cewek yang lain. Dia
memang paling sering minta diservice. Selalu saja ada alasan agar bisa
menyeretku ke kamarnya. Kalau sudah gitu aku tak kuasa menolak. Pada
awalnya sih dia minta dipijat, tetapi akhirnya minta ditiban juga.
Satu
kali Mbak Ratih menarikku masuk ke kamarnya. Kami duduk di tempat
tidur. Jay aku punya temen, aku kasihan sekali melihat keadaannya.
Umurnya seumuran ku, dia pengusaha. Dia sering mengeluh kepalanya pusing
sebelah. Kayaknya dia sudah berobat kemana-mana, tapi penyakitnya nggak
bisa ilang, kata Mbak Ratih.
Dia bercerita banyak mengenai temannya
itu dan buntutnya dia memintaku untuk mencoba melakukan terapi. Aku
sudah promosiin kamu lho Jay, katanya dia mau mencoba, kamu mau ya bantu
aku dan temenku itu, pintanya.
Aku berkilah bahwa aku bukan ahli
terapi, makanya kalau nanti aku terapi tidak berhasil, mbak Ratih bisa
malu. Mbak jangan berpromosi kelewatan mbak, nanti malah malu-maluin,
kataku.
Udah lah Jay, aku yakin kamu bisa lah, buktinya di rumah ini
semua yang kamu terapi berhasil, kamu berbakat lho, dan kamu bisa kaya
dengan hobimu ini, kata Mbak Ratih sungguh-sungguh.
Setelah ngobrol
soal temannya itu, kami keluar kamar. Hari itu adalah hari libur. Para
penghuni kost banyak yang pulang ke rumahnya masing-masing. Yang tinggal
munkin sekitar 2 atau 3 orang, aku kurang pasti.
Situasi agak gerah
meenjelang jam 11 siang. Bu Rini menghampiri kami yang sedang duduk
menonton TV. Bu Rini memanggilku. Aku beranjak mendekati dia. Dik bisa
minta tolong nggak beliin makanan, si Ijah tadi pagi pulang kampung, Ibu
nggak bisa masak, Atun juga nggak bisa, bisanya Cuma bikin indomi, kata
Bu Rini sambil setengah berbisik.
Kami memang kost di situ berikut
makan, jadi wajar jika Bu Rini bingung saat ditinggal pergi pembantunya
yang biasa menyiapkan makanan. Aku menawarkan option untuk masak saja di
rumah, biar aku yang kerjakan.
Bu Rini setengah tidak percaya memandangi ku, Kamu bisa masak juga to, katanya.
Ya sedikit-sedikit bu, ayo kita ke dapur ada bahan makanan apa saja, biar saya oleh jadi lauk hari ini, kata ku.
Kami
lalu ke dapur. Kulihat ada sawi, daun bawang, bawang putih, kecap
manis, kecap asin, cabe rawit dan telur. Beres bu, kita buat ifumi, kata
ku.
Bu Rini setengah tidak percaya setengahnya lagi penasaran, ingin
tahu apakah aku sungguh-sungguh bisa masak. Aku lalu minta Atun membeli
tepung kanji Rp 2000 ke warung dekat rumah.
Bu Rini jadi ikut heboh
bertanya apa saja yang perlu disiapkan. Dia kuminta menggoreng mi
instant hingga seperti kerupuk dan Atun kuminta menyiangi sayur-sayuran
yang ada. Bu Rini teringat bahwa di kulkasnya masih ada ayam yang belum
diolah. Dia lalu kuminta mengeluarkannya segera dan setelah berkurang
dinginnya aku menyayat dagingnya berbentuk kubus.
Setelah semua bahan
siap dan aku mencoba-coba mengingat apa lagi yang diperlukan. Wajan
kunaikkan ke atas kompor dengan api maksimal, lalu masuk minyak. Setelah
agak panas masuklah bawang putih menyusul potongan ayam diceburkan.
Goseng-goseng sedikit lalu kusiram dengan sedikit kecap asin cap ikan.
Bau harum segera menyebar. Dari ruang tengah ada yang berteriak, wah
baunya enak masak apa bu
Sayuran menyusul terjun lalu garam dan bubuk
penyedap. Setelah sayuran agak layu air yang sebelumnya ku campur
dengan tepung kanji kutuangkan sampai hampir menenggelamkan sayur dan
bahan lain di wajan. Aduk sebenatr lalu masuklah 3 butir telur ayam.
Sambil aku mengaduk masakan kuminta Atun mengiris cabe rawit
bulat-bulat.
Kuah sudah siap, yang mirip cap cai, bedanya jika cap
cai tidak pakai telur ini ada pelengkap telur ayam yang diaduk jadi satu
di kuahnya.. Mi instan yang sudah goreng bu Rini seperti kerupuk lalu
ditempatkan di wadah . Mi kering itu lalu kusiramkan. Jadilah sekarang
Ifu Mi dadakan.
Baunya dari tadi udah bikin laper, kata Mbak Ratih.
Menyusul Juli keluar dari sarangnya dan Niar rupanya dia milih tinggal
di sini dari pada nginap di rumah saudaranya.
Wah enak banget, nih siapa yang masak bu, tanya Juli.
Bu Rini lalu menunjuk aku . Tuh kokinya, pinter ya, puji bu Rini.
Dalam sekejap ifu mi yang kubuat sudah ludes. Gila ini orang, pinter mijet, pinter masak lagi, kata Mbak Ratih
Ah aku nggak percaya kalau dia pinter mijet, belum aku buktikan, kata Niar.
Aku
terkesiap. Niar yang jarang kumpul dan jarang bercanda dengan kami,
hari itu dia berkomentar. Niar perantau dari Medan. Orang tuanya memang
masih tinggal di sana. Di Jakarta mulanya Niar sekolah sekretaris,
setelah lulus dia bekerja di salah satu perusahaan operator telepon
selular. Kelihatannya dia memiliki posisi yang lumayan penting, sehingga
sering pulang agak malam.
Bu Rini lalu menyambung, Memang harus dicoba, baru tau rasanya. Bu Rini tersenyum penuh arti melirik ku.
Aku mau dong, sekarang yaa .. kata Niar.
Aku
menyarankan agar menunggu beberapa saat sampai makanan selesai dicerna.
Kurang enak rasanya jika pijat setelah makan. Aku minta Niar menunggu
sebentar.
Badanku pegal kali, tidur terus-terusan rasanya juga cape,
tolonglah aku ya tapi jangan kuat-kuat aku tidak biasa dipijat
sebetulnya tapi mendengar promosi kalian, aku jadi penasaran, kata Niar.
Niar
nggak sabaran dia minta segera aku pijat. Setelah kurasa perutku tidak
sesak lagi setelah makan siang tadi akhirnya aku turuti kemauannya. Kami
masuk ke kamarnya. Kamarnya ternyata ada AC dan televisi. Dia cukup
berduit untuk menyewa kamar yang lux ini. Dinginnya AC dikamar Niar
membuat badanku segar.
Apanya kak yang mau dipijat, kata ku. Aku
memanggil dia kakak, karena usia kami terpaut 5 tahun dan dia kelihatan
sudah sangat dewasa. Mungkin di kantornya dia terbiasa dengan pembawaan
berwibawa.
Badanku pegal semua, macam mana caranya dipijat, tanyanya.
Aku
menerangkan biasanya yang dipijat mengenakan sarung dan tiduran. Aku
menawarkan pijatan dimulai dari kaki lalu ke badan. Niar setuju dan dia
lantas berganti mengenakan sarung. Dia mengenakan sarung seperti orang
Jawa mengenakan kemben. Jadi payudaranya tertutup sampai ke batas lutut.
Niar
mengambil posisi tengkurap. Aku memulai pijatan refleksi di kaki.
Pijatan refleksiku sengaja tidak terlalu keras, agar dia merasa nyaman
dulu. Aku lemaskan semua syaraf di telapak kakinya lalu naik ke betis.
Setelah semua otot terasa lemas aku mulai memijat pahanya, pantatnya dan
badannya. Berhubung masih terhalang sarung aku hanya menekan-nekan
tidak terlalu keras. Niar tertidur. Mungkin pengaruh dari makan siang
tadi dan juga nikmatnya pijatanku.
Badan Niar cukup besar dan tinggi.
Tingginya mungkin sekitar 170 dengan berat badan yang seimbang. Untuk
ukuran cewek Indonesia ukuran tubuh Niar termasuk besar dan tinggi.
Pahanya ternyata cukup tebal dan pantatnya juga menyembul. Sekitar 30
menit dia kubiarkan tertidur lelap sambil aku pijat kakinya dengan
pijatan nyaman.
Aduh enak kali pijatan kau Jay sampai tidur aku, katanya tiba-tiba.
Itu cuma kusuk ecek-ecek kak, kata ku menjelaskan bahwa pijatanku itu hanya pijatan sederhana saja.
Jadi rupanya ada pula pijat yang betul-betul, macam mana pula itu Jay, katanya sambil tengkurap.
Kalau kakak mau aku bisa mendeteksi organ kakak yang mana yang kurang beres, kata ku.,
Ah cobalah mainkan, katanya
Aku mulai menekan simpul-simpul syaraf di telapak kakinya.
Aduh mak sakit kali itu katanya ketika simpul syaraf pencernaannya aku tekan.
Aku jelaskan bahwa pencernaannya agak terganggu, dan ini bisa mengarah ke penyakit maag.
Simpul lain yang aku tekan menunjukkan bahwa dia sering tidak teratur haidnya. Itu dia akui
Bisa tidak kau mainkan biar jadi teratur, biar aku tenang, katanya nyerocos.
Dari
kata-katanya terkandung misteri yang seharusnya dia rahasiakan, tapi
nyerocos secara tidak disadari. Kata-kata biar aku tenang aku anggap
sebagai satu signal. Tapi aku cuek saja dan seolah-olah tidak mendengar
perkataannya yang terakhir.
Aku jadi berniat menyelediki secara
diam-diam dan langsung. Seperti sebelumnya aku mulai memainkan
simpul-simpul syaraf erotisnya. Aku mulai garap di bagian permukaan
kulit yang terbuka, yaitu, di telapak kaki, di dekat mata kaki lalu di
betis dan di belakang lutut. Bagian-bagian itu mendapat pijatan lebih
banyak dari titik-titik syaraf lainnya.
Aduh enak kali pijatan kau Jay, badanku jadi panas, bekeringat pula., katanya.
Aku
menyarankan kalau mau lebih enak lagi sebaiknya menggunakan krim agar
bisa lebih licin diurut. Dia menyetujui dan memintaku mengambil krim
body lotion di meja riasnya.
Aku mengulang lagi mengurut telapak kaki
dan betis. Ulasan krim makin keatas menuju bagian pahanya yang tebal.
Tanganku menyusur di bawah sarung sampai ke paha bagian atas. Di paha
bagian dalam kusentuh titik-titik sensitifnya. Pinggulnya mulai
bergerak. Ini sepertinya dia mulai terangsang.
Aku minta izin untuk
mengurut punggungnya dengan krim. Dia setuju dan aku mulai mengoleskan
krim dari bagian bahu turun sampai ke pinggang. Urutan punggung
menimbulkan kenikmatan, karena bagian-bagian yang pegal jika diurut akan
menimbulkan kenikmatan. Badannya meliuk-liuk menikmati urutanku yang
sesekali juga menimbulkan rasa agak sakit. Ada bagian otot yang kaku
jika diurut akan menimbulkan rasa agak sakit, tetapi hanya sebentar.
Dengan
gerakan mengurut, sarungnya mulai terdorong ke bawah sampai ke batas
pinggang. Niar masih menggunakan BH. Ini karena dia tidak terbiasa
dipijat, jadi rasa malunya masih besar. Tanganku mulai merambah makin
kebawah sampai ke bagian pantatnya yang montok.
Mulanya aku tekan dan
kadang-kadang dengan gerakan memutar di pantatnya. Pijatan seperti itu
biasanya akan menimbulkan rangsangan ke alat vitalnya. Dia pun
berkomentar bahwa bagian itu enak sekali dipijat. Kuterangkan bahwa
akibat terlalu lama duduk, maka bagian pantat ototnya agak kaku. Aku
kembali minta izin untuk mengurut bagian pantat agar otot-ototnya lemas.
Dia hanya menjawab, mainkanlah.
Sarungnya sudah tidak berfungsi
menutupi tubuhnya, karena sudah berkumpul di pinggang. Body Niar sungguh
luar biasa . Meski kulitnya tidak putih, tetapi dari ujung kaki sampai
leher kulitnya mulus nyaris tanpa goresan. Karena tubuhnya tinggi, maka
bentuk tubuhnya jadi sangat ideal dengan pinggang mengecil dan pantat
besar. Aku belum bisa memastikan payudaranya sebesar apa. Selama ini aku
lengah menelaah dada Niar.
Tanganku mulai mengurut bagian pantatnya.
Mulanya mengurut dari arah atas menyusup ke celana dalam. Selanjutnya
mengurut dari bawah dengan mendorong-dorong daging bongkahan pantatnya.
Diakui
ada bagian yang pegal di pantatnya yang rasanya nikmat jika diurut. Dia
minta bagian itu berkali-kali diurut. Dorongan urut aku atur tidak
selalu searah. Meskipun selalu mengarah ke atas, tetapi titik startnya
berubah-ubah sampai ada yang dekat sekali dengan kemaluannya.
Entah
dia sadar atau tidak, tetapi aku sudah berkali-kali menyentuh bagian
luar belahan kemaluannya. Tanganku bisa merasakan karena bagian itu
ditumbuhi-bulu-bulu. Meski kemaluannya sudah terjamah tetapi dia tidak
protes, malah cenderung menikmati.
Aku berani menyentuh bagian itu
karena yakin Niar sesungguhnya sudah terangsang. Terapi itu cukup lama
sampai Niar kadang-kadang terlepas mendesis juga.
Setelah kurasa
maksimal merangsang dengan pijatan dari belakang aku minta dia berbalik
tidur telentang. Niar menurut saja, pasrah. Sarungnya dibiarkan
berkumpul di pinggang.
Baru aku sadari bahwa payudara Niar ternyata
cukup besar. Dia menggunakan BH dengan cup model setengah, sehingga
gumpalan payudaranya menonjol seperti mau tumpah.
Aku mulai lagi
mengurut bagian kaki. Terus sampai ke paha. Paha bagian dalam mendapat
terapi yang istimewa. Aku ingin membuatnya gila dengan rangsangan yang
kulakukan. Bukan hanya paha yang aku urut tetapi naik menyelusup di
bawah celana dalamnya sampai ke bagian atas termasuk gundukan
kemaluannya. Aku merasa Niar mencukur sebagian bulu kemaluannya, karena
yang terasa berbulu hanya bagian tengah membujur ke atas. Tapi aku tidak
berkomentar, karena aku berlagak pemijat prof jadi berperan seolah-lah
tidak hirau dengan masalah kemaluan.
Niar kelojotan dengan urutan di
sekitar kemaluannya. Aduh sedap kali Jay, pandai kali kau mengurutnya,
bisa mati dengan sedap aku, kalau kau urut terus begitu, katanya sambil
bergelinjang dan mulai agak mengerang meski dengan suara tertahan.
Pertahanan
rasa malunya sudah jebol, dia tidak perduli lagi dengan tubuhnya yang
nyaris telanjang. Kepalanya berkali-kali bergeleng seperti sedang
disetubuhi.
Kurasa sudah cukup mengerjai bagian vitalnya. Aku
berpindah ke bagian atas. Dimulai dari bahu lalu turun ke dada. Aduh
enak Jay, aku baru percaya sekarang kalau kau pandai mengusuk, katanya.
Jariku
tertahan oleh ketatnya BH sehingga tidak bisa mengurut bagian samping.
Aku sarankan agar dia melonggarkan BHnya, agar kerjaku mengurut tidak
terhalang. Dia patuh dan dengan meninggikan dadanya tangan kanannya
meraih pengait BH dibelakang. Kaitan terlepas dan kedua payudaranya
langsung kembali kebentuk asalnya.
Buah dadanya yang tadi seolah
berkumpul di tengah sehingga menimbulkan efek menyembul dan membentuk
lipatan diantara kedua bongkahan, kini melebar sampai tumpah ke samping
badannya. BHnya masih menutup putingnya.
Tangan ku jadi lebih leluasa
mengurut ke samping buah dadanya. Dia sudah tidak perduli lagi buah
dadanya disentuh oleh laki-laki. Niar hanya menikmati rangsangan dari
pijatanku.
Aku kembali minta izin untuk memijat payudaranya. Seperti
wanita-wanita sebelum ini, aku selalu berkilah bahwa pijatan payudara
itu selain untuk merangsang otot mengencangkan payudara, juga untuk
melancarkan peredaran darah di sekitarnya. Niar percaya dan mengangguk
saja. Dia semakin tidak peduli ketika BHnya kusibak sehingga
terpampanglah kedua putingnya.
Kedua putingnya tidak terlalu besar
berwarna coklat tua. Aku mulai memijat bagian payudaranya sampai
menyentuh kedua putingnya. Setiap kali tersentuh putingnya, dia mendesis
nikmat.
Gerakan pijatku berlangsung seperti gaya profesional yang
dilakukan seolah-olah tanpa nafsu. Padahal di bawah sana sudah ada
pemberontakan. Aku melakukan gerakan meremas dari samping kiri dan kanan
mengurut ke atas sampai jempol dan jari telunjukku bisa meraih kedua
putingnya. Putting itu lalu kupelintir lirih dan ditekan dengan gerakan
memutar.
Gerakan memutar dengan tekanan lembut di kedua putingnya
merupakan terapi berikutnya. Aku melakukan ini sambil menjelaskan bahwa
efek dari pijatan ini adalah untuk merangsang syaraf di sekitar payudara
agar berkerja normal. Dengan demikian aliran darah juga akan lancar.
Sambil
melakukan itu aku menekan-nekan kedua payudaranya dengan kedua telapak
tanganku. Alasanku untuk mencari tahu apakah ada benjolan yang
mencurigakan. yang bisa menimbulkan kanker.
Niar entah percaya entah
tidak, tetapi dia mendesis sambil mengeleng-gelengkan kepalanya. Aduh
mau mati aku rasanya, katanya tiba-tiba.
Kenapa kak, tanya ku pura-pura terkejut lalu berhenti memijat.
Paten kali pijatan kau ini, aduh mak jang, katanya melenguh.
Kutinggalkan
bagian payudara aku turun ke bagian perut. Bagian perut karena
merupakan bagian yang rawan bagi wanita aku tidak berani gegabah. Hanya
pijatan halus dan mengurut menaikkan bagian dalam perut yang agak turun.
Kakak ini beser ya, kataku.
Apa itu beser, tanyanya.
Aku
terangkan bahwa beser itu adalah sering kencing, tiap sebentar kebelet
pipis melulu. Itu dia benarkan. Aku katakan bahwa itu adalah akibat
kandung kencingnya tertekan jadi kapasitasnya tidak bisa menampung air
seni secara maksimal.. Aku berusaha memperbaiki posisinya.
Kak bagian bawahnya mau dipijat jugakah, tanya ku.
Apa sebabnya perlu dipijat, katanya dengan logat Medan.
Di
situ ada urat dan syaraf yang kalau kejepit akibatnya wanita bisa
mandul. Ini aku ngarang aja. Padahal dibalik itu aku ingin megang
kemaluannya. Yah berdalih lah biar kelihatannya tidak memalukan.
Boleh-bolehlah, katanya.
Tanganku
mulai menelusur ke bagian bawah mengurut ke bawah celdam. Aku bergerak
dari bagian pinggir lalu ke arah tengah. Mulanya celdamnya masih
menutupi segitiga kemaluannya. Namun karena gerakan tanganku celana itu
melorot juga ke bawah, sehingga terpampanglah bukit pubis dengan jembut
rapi tercukur.
Urutan tanganku tidak sampai menyelusup ke belahan
kemaluannya, tetapi kedua pinggirnya sudah berkali-kali tertekan kedua
jariku. Niar sudah tidak sungkan-sungkan lagi melenguh dan mendesis.
Tampaknya dia sudah tidak peduli lagi dengan harus menahan malu karena
terangsang. Telapak tanganku menekan bagian luar kenaluannya dan
melakukan pijatan dengan mengurut dari bagian pantat sampai ke atas.
Jari tengahku walau tidak sampai terpelsest masuk ke belahan kemaluannya
tetapi bisa merasakan ada cairan diantara belahan itu.
Aduh Jay lama-lama bisa aku terkam kau Jay,
Kenapa Kak, kata ku belagak bodoh.
Kau bikin aku gila , katanya.
Kakak
baru gila sebentar sudah sombong, Aku dari dulu gila tak pernah
sombong, kataku mencandai dia yang sedang terombang-ambing dengan
nafsunya.
Niar mungkin tidak bisa menyimak kata-kataku lagi, karena
dia heboh dengan erangan dan desisannya. Aku makin dalam menggarap
kemaluannya. Jari tengahku perlahan-lahan terbenamkan ke belahan
kemalauannya dengan gerakan menyapu dari bawah ke atas. Gerakan ini
berkali-kali sampai aku bisa merasakan clitorisnya menegang.
Setelah
rasanya dia hampir memuncak. Aku berhenti melakukan pijatan dan aku
katakan Sudah selesai kak. . Aku duduk disamping badannya yang terbujur
telanjang.
Aduh kau menyiksaku, bisa aku bunuh kau nanti, katanya
Semua sudah aku pijat kak, apalagi kak, kataku lugu.
Ditariknya
badanku sehingga aku menindih badannya. Niar lalu mencium wajahku lalu
bibirku . Aku terus terang belum siap menerima serangan, sehinggga
ketika mulutku dibekap oleh mulutnya aku megap-megap. Niar buas sekali
menyerang ku. Di gulingkan badanku sehingga aku ditindihnya.
Kak sabar kak, kakak tenang dulu, kata ku membalikkan badannya.
Ah kau bikin aku gila, katanya.
Masih ada lagi terapi kak, tapi ini terapi khusus, hanya untuk yang sangat membutuhkan, kataku.
Apa pula itu, katanya tidak sabar.
Sekarang kakak tenang dulu biar aku bantu agak rileks. Kakak lemaskan badan kakak ya, kataku.
Bagai
kerbau dicucuk hidungnya, Niar menuruti semua perintahku. Sarungnya
kulepas, BHnya kusingkirkan. Bantal kuselipkan di bawah pantatnya. Lalu
kedua kakinya kutekuk. Aku merangkak diantara kedua kakinya lalu dengan
bersetumpu siku aku mendekatkan mulut ke kemaluan Niar.
Sebagai
penjilat yang sudah banyak mendapat penghargaan, aku memulai usapan
lidahku menyapu bibir luar kemaluan Niar. Selanjutnya dengan bantuan
kedua tanganku aku membelah kemaluannya sehingga tepampanglah kemaluan
dengan warna merah ditengahnya dan bibir luar yang berwarna agak ungu.
Lidahku mulai menyapu sekitar lubang vagina dari arah bawah sampai ke
atas.
Usapan lidahku membuat Niar menggelinjang. Setelah kurasa cukup
ujung lidah mulai mengarah ke puncak pertemuan bibir dalam di bagian
atas. Di lipatan atas itu ada sebentuk bintil mencuat, berwarna merah
mengkilat. Yang tertutup lipatan bibir dalam. Dengan bantuan kedua
tanganku ku kuak lipatan yang menghalangi bintil itu sehingga terekspos
bebas. Setelah kupastikan clitoris Niar kutemukan aku membekapkan mulut
ke bagian atas kemaluan Niar. Lidahku langsung berputar mengitari
sekitar clitoris.
Mendapat terapi lidah ini, Niar menggelinjang.
Lidah ku bergerak kanan-kiri dibagian atas. Pada awalnya aku menjaga
agar bagian lidah ini tidak sampai menyentuh ujung clitorisnya. Kemudian
secara bertahap dan pelan bagian bawah lidahku mulai menyentuh
clitoris. Aku merasa gerakan ini menimbulkan dampak clitorisnya makin
menegang. Aku mengubah gerakan lidah dari bawah keatas menyapu seluruh
bagian clitoris.
Setiap kali lidahku menyentuh ujung clitoris, Niar
menggelinjang. Bagian ujung clitoris pada awal rangsangan mungkin masih
dirasa terlalu geli dan ngilu jika disentuh langsung. Oleh karena itu
aku belum melakukan pemusatan jilatan di ujung clitorisnya.
Aku
mengubah sapuan lidah ke bagian bawah letak clitorisnya. Ujung lidah
kuusahakan mengeras sehingga bisa mendeteksi pangkal clitoris. Bagian
pangkal itulah yang kemudian menjadi sasaran jilatan maut.
Niar sudah
mendesis, melenguh nggak karuan, bahkan kadang-kadang berbicara, tapi
aku tidak jelas mendengar dan pastinya juga tidak bisa menjawab.Aku
mencoba menjilat ujung clitorisnya untuk memastikan apakah rasa geli dan
ngilunya sudah berkurang. Memang rupanya rasa geli berubah jadi rasa
nikmat. Niar makin liar ketika jilatan lidahku fokus ke ujung ke ujung
clitorisnya dengan gerakan kiri kanan.
Niar makin gila dan tangannya
mulai ikut mengatur irama gerakan lidahku sambil meremas rambutku.
Sesaat kemudian tangannya tidak bergerak, Dia diam seperti sedang
berkosentrasi. Tidak lama kemudian dia mengerang panjang sambil menekan
kepalaku ke kemaluannya dan kedua pahanya menjepit.
Lidahku kutekan
ke clitorisnya dan diam tanpa gerakan. Aku hanya merasakan denyutan pada
clitorisnya seperti denyutan penis ketika mencapai orgasme. Niar memang
mencapai orgasme. Setelah denyutan orgasme mereda, kulepas mulutku dari
kemaluannya dan aku duduk diantara kedua pahanya dengan posisi
bersimpuh.
Jari tengah tangan kanan mendapat tugas berikutnya. Dengan
posisi telapak tangan menghadap keatas, jari tengah perlahan-lahan
menerobos ke dalam. Tujuannya adalah mencari G-spot. Dengan rabaan halus
aku segera menemukan G-spot. Bagian itu sudah seperti membengkak
bentuknya kira-kira seperti bulatan uang logam 100 perak, tapi lebih
kecil sedikit. Jaringan lunak itu perlahan-lahan aku usap dengan gerakan
halus sekali.
Awalnya Niar tidak menampakkan reaksi, tetapi setelah 5
atau 10 kali usapan dia mulai menggelinjang dan mendesis. Sambil terus
mengusap G-spotnya untuk mempercepat orgasmenya, jempol kiriku
ditugaskan mengusap clitoris yang sudah kembali menegang. Niar
mengerang-erang lalu berdesis lalu mengerang lagi. Dia tidak karuan
bingung merasakan kehebatan rangsangan yang menerbangkan dirinya. Dalam
waktu tidak terlalu lama kedua tangan Niar meremas sprei dan menariknya
sambil menggigit bibir bawahnya dia mengerang panjang sekali. Pada saat
itu, lalu ku kuak belahan vaginanya selebar mungkin. Dari lubang
kcingnya yang berada dibawah clitorisnya menyemprotlah cairan tapi tidak
terlalu banyak. Cairan itu agak cair, tetapi lebih kental dari urine.
Mungkin sekitar 5 kali, pancaran itu menyembur lalu hanya meleleh .
Niar
tergeletak lemah. Aduh gila, aku belum pernah mencapai nikmat kayak
gini, pandai kali kau memainkan perempuan Jay, kata Niar dengan suara
lemah.
Sini Jay aku ingin memeluk kau , sambil menarik tanganku dan aku dipeluknya erat sekali.
Kulemaskan
badanku dan kuikuti kemauannya. Terasa kemaluannya ditekankannya ke
pahaku lekat sekali lalu digerak-gerakkannya. Aku masih berpakaian
lengkap pada saat itu.
Lemas kali badanku Jay, aku rasa ngantuk kali, katanya .
Dia
lalu meregangkan pelukannya dan aku pun bangkit. Badannya telanjang
bulat telentang. Niar sudah mulai mendengkur. Kasihan dia maka kucari
selimut dan kututupi tubuhnya. Niar tertidur pulas dengan air muka
berseri-seri.
Aku tidak menyangka ketika awal aku indekos di rumah ini bakal mengalami
kejadian yang mencengangkan. Jika kuceritakan kepada siapa pun pasti,
pasti tidak akan ada yang percaya. Tapi meskipun keinginan bercerita
pengalaman ini sangat menggelitik hatiku, aku tetap berusaha menyimpan
rapat-rapat rahasia ini.
Aku tidak pernah menghayalkan apalagi
berencana untuk mencicipi para penghuni kos ini. Tapi sejarah sudah
menetapkan alur hidupku, aku hanya mengalir saja kemana arah yang
sebaiknya aku tuju. Sulit rasanya mempercayai, bahwa 8 cewek penghuni
kos ini semua sudah pernah aku tiduri. Bukan itu saja Ibu kosnya yang
janda dan tampilan berwibawa dan sangat menjaga kesopanan ternyata
paling rajin mengundangku ke kamarnya.
Aku menjadi orang yang sangat
penting di rumah itu. Kemampuanku terapi pijat refleksi, bisa memasak
dan menjadi tong penampung curhat banyak menjadi tumpuan penghuni kos.
Semua
hobiku itu tak kusangka memberi penghasilan yang lumayan. Aku tidak
lagi perlu membayar uang kos. Aku tidak tahu bagaimana duduk perkara
sebenarnya, apakah ibu kos yang menolak pembayaran uang kos itu karena
memang ia tidak mau dibayar, atau karena sewa kost ku ada yang
membayari. Setiap kali aku mau bayar, si Ibu kost selalu bilang, nggak
usah dik, semua membutuhkan adik di sini,
Aku selalu menolak jika
diberi uang setelah aku memijat cewek-cewek penghuni kost ini. Aku
memang hanya ingin membantu, toh aku juga mendapat kenikmatan dari
mereka.
Pernah satu kali, Mbak Ratih menanyakan no rekening bankku,
katanya dia tidak punya tabungan di bank itu dan ada temannya mau
transfer uang untuk dia melalui rekening bank ku karena kebetulan bank
temennya sama dengan bank tempatku menabung. Meski kemudian uang yang
ditransfer itu sudah kuberikan kepada Mbak Ratih, tetapi di hari-hari
berikutnya tabunganku terus bertambah. Nilai yang masuk setiap bulan
bukan kecil. Menurut ukuran ku yang masih kuliah jumlah uang itu, sangat
besar.
Mungkin setelah aku lulus kuliah, aku nggak bakal bisa
menerima gaji sebesar uang yang masuk setiap bulan ke rekeningku. Aku
tak kuasa membendung masuknya uang ke rekening ku itu, aku pun tak cukup
kuat punya niat untuk melakukan investigasi. Aku jadi teringat pepatah
orang Batak . Sakit meminta tak diberi, tetapi lebih sakit memberi tapi
tak diterima.
Dari pada aku sok nggak butuh dan bisa menyakitkan hati
orang, lebih baik aku nikmati saja yang terjadi pada hidupku. Manis
atau pahit kalau kita enjoy, pasti nikmat-nikmat aja.
Bukan hanya
tabungan yang terus membengkak, rokok pun sekarang aku tidak pernah
beli. Kadang-kadang ada saja yang memberiku oleh-oleh. Bentuknya
bermacam-macam, ada T shirt, ada celana jean, sepatu. ah banyaklah. Yang
bikin aku nggak enak hati Ibu kos memaksa agar kamarku dipasang AC.
Cewek-cewek
di sini, jika di luar mereka semua punya pacar, kecuali ibu kost. Soal
dia, aku kurang tahu persis. Tetapi ketika mereka di rumah ini semua
merapat mendekati ku.
Kami bergaul akrab satu sama lain, semua dekat
dan semua saling mengerti. Tidak ada rasa cemburu diantara mereka.
Misalnya aku sedang masuk ke kamar A, yang lainnya bisa menerima. Tidak
ada jadwal khusus yang diatur, kapan aku ke kamar A, kapan ke kamar B
dan seterusnya. Semuanya berjalan secara alamiah, siapa yang paling
membutuhkan, dialah yang menggendongku. Kalau aku periksa catatan
rahasiaku, memang jadwal date ku dengan mereka tidak sama, ada yang
dalam sebulan sampai 8 kali, tetapi ada yang cuma sekali. Namun itupun
bisa berubah di bulan lainnya, yang bulan lalu dia mendapat jatah 8
kali, bulan berikutnya ternyata bisa cuma sekali. Aneh juga ya.
Sebelumnya
aku mau bercerita bagaimana akhirnya Juli bisa kugarap. Bagi pembaca
yang mengikuti cerita ini sejak awal mudah-mudahan masih mengingat
siapa-siapa saja teman satu kostku.
Aku bisa menggarap Juli adalah
gara-gara Kristin sahabat dekatnya. Mereka sama-sama berdarah Cina.
Mereka bukan sekampung, sebab Juli adalah Cina Padang. Mungkin karena
mereka satu angkatan waktu sekolah, sehingga karena itu jadi akrab.
Kristin
suatu kali manarik tanganku untuk berpisah dengan teman-teman lain. Dia
ingin menyampaikan sesuatu. Eh ini rahasia, tapi gue harus sampaikan ke
lu, karena mungkin lu bisa bantu, kata Kristin membuka pembicaraan.
Gini
Jay, aku kasihan ama Juli, dia itu ternyata nafsu sexnya kuat, tapi
sangat pemalu. Jadi gini Jay dia sering bermasturbasi karena sulit
mengendalikan nafsunya. kata Kristin.
Aku diam saja tidak memberi
reaksi dan menanya apa pun. Aku memberi kesempatan kepada Kristin untuk
menuntaskan ceritanya. Sebab aku menduga, Kristin sudah bersusah payah
sebelum ini menyusun kata-kata untuk mengungkapkan ini kepadaku.
Dia
sampai sering nangis sendiri karena tidak tahan menahan gejolak
nafsunya. Padahal dia kan belum pernah pacaran, jadi kayak nggak ada
penyaluran, gitulah Jay, katanya.
Lho cowok yang suka ngantar dia itu apa bukan pacarnya, tanyaku.
Cowok yang mana, itu kan supir kantornya, ngawur aja lu, jawab Kristin.
Jadi aku harus menolong bagaimana, masak mendadak tiba-tiba aku ajak, Jul maen yuk, tanyaku sambil bercanda.
Lu
gila, orangnya susah diajak serius nih, becanda melulu. Udahlah
pokoknya lu harus cari jalan bagaimana caranya supaya dia juga merasa
tertolong dan tidak sungkan, kata Kristin.
Juli menurutku tidak
jelek, tetapi tubuhnya yang tambun itu membuatnya kurang diminati cowok.
Andai saja beratnya bisa dikurangi 20 kg saja, Juli bakal menjadi cewek
idaman.
Setelah pembicaraan rahasia itu, aku segera mencari bahan
bacaan yang berkaitan dengan pengurangan berat tubuh melalui pijat
refleksi. Penelusuran itu membawa ku sampai kepada hipnotherapy. Melalui
cara ini juga bisa membantu menguruskan badan.
Ilmu ini kurasa
penting. Aku kemudian mengikuti kursus hipnotherapy. Masalah biaya aku
tidak pusing, karena tabunganku memadai. Namun aku merahasiakan bahwa
aku mulai mendalami hipnotherapy. Jadi tak satu pun tahu aku mempunyai
aktifitas baru mendalami hipnotis.
Setelah merasa aku mulai bisa
menguasainya meskipun belum canggih benar, aku mengontak Kristin.
Bagaimana kalau aku mencoba menterapi penurunan berat badan. Ini ilmu
baru yang belum pernah aku praktekkan. Tapi kalau Juli tidak keberatan
dan mau jadi kelinci percobaan aku akan coba ke dia, kata ku.
Nah ini cocok, kata Kristin bersemangat.
Eh tapi soal nafsunya itu, gimana apa bisa diterapi juga, katanya kemudian penuh ragu.
Ah itu sih gak perlu diterapi, biar aku saja yang nampung, kataku sambil senyum-senyum.
Ah lu emang gila, apa nggak takut gempor, emang lu payah becanda mulu, sekali-kali serius napa, kata Kristin.
Kristin
tidak sabar ingin segera menyampaikan kabar baik itu kepada Juli. Dia
bergegas ke kamar Juli. Tidak kusadari berapa lama mereka berdua
berunding. Yang jelas malam itu tinggal aku sendiri yang berada di ruang
tengah menonton pertandingan bola.
Jay, aku mendengar suaru lirih,
ternyata asalnya dari Kristin. Dia mendekat dan berkata setengah
berbisik, Juli mau diterapi untuk kurus, kalau pun nggak berhasil nggak
pa-pa. Dia siap jadi kelinci percobaan lu, kata Kristin.
Eh tapi jangan disinggung-singgung soal nafsu sexnya ya, itu dia minta dirahasiakan sekali, awas lu, kata Kristin.
Ok bos, siap melaksanakan tugas, jawabku sambil berdiri.
Sekarang bisa, tanya Kristin lagi.
Siap, kata ku.
Diambilnya
remote TV lalu dimatikan dan aku digelandang masuk ke kamar Juli. Di
kamar itu Juli sedang bengong duduk di tempat tidur. Apakah dia berharap
juga bahwa malam ini aku memulai terapinya, kata ku bertanya dalam
hati.
Aku duduk dikursi berhadapan dengan Juli. Aku katakan bahwa
terapi menguruskan badan ini belum tentu berhasil. Soalnya aku belum
pernah melakukakannya dan disamping itu harus ada kerjasama dengan yang
diterapi. Juli mengangguk-angguk dan bisa memahami. Kristin yang duduk
di samping Juli mendesak temannya agar menuruti apa yang kuminta,
maksudnya menuruti apa yang kunasehati.
Juli mengaku beratnya 85 kg,
tinggi 160 cm, umur 24 tahun. Idealnya dia harus menurunkan 25 sampai 30
kg. Ini bukan pekerjaan ringan pikirku. Namun kalau aku berhasil ini
adalah investasi besar.
Aku meminta Juli terbuka dengan ku, maksudnya
mengenai pola hidupnya dan pola makannya. Ini akan sangat membantu aku
menemukan cara terbaik dan aman menurunkan berat badannya. Dia mengaku
suka ngemil. Memang makannya tidak banyak. Porsinya sedikit, tetapi
sulit menahan selera melihat jajanan.
Di samping itu, dia hobby
makanan yang berlemak, bersantan dan minum manis serta kue coklat.
Olahraga sama sekali tidak pernah, karena dia cepat capek dan nafasnya
sesak. Dia mengaku mungkin dia punya penyakit asma.
Okelah coba saya chek up dulu, kata ku.
Aku
memintanya tidur telentang. Juli mengenakan celana piyama. Seharusnya
piyama longgar, tetapi di tubuh Juli jadi ketat, terutama di pahanya.
Aku mulai menekan-nekan simpul syaraf di telapak kakinya.
Ketika
simpul syaraf pencernaannya aku tekan, Juli menjerit. Pantaslah, dia
harus sering makan. Sebab kalau tidak perutnya akan terasa perih. Aku
jelaskan soal itu, dia membenarkan. Tuh kan gue bilang apa, Jay ini
ngerti lho, udahlah lu percaya aja ama dia gak usah banyak bantah, kata
Kristin mencecar temannya.
Juli yang dicecar begitu hanya meringis
saja, sebab dia sedang menahan rasa sakit. Udah gue tinggal gue ngantuk,
lu pokoknya bereslah ama Jay, kata Kristin lalu beranjak dan
meninggalkan kami berdua.
Aku mencoba menekan syaraf-syaraf yang bisa
berakibat mengurangi selera makannya. Syaraf-syaraf itu jika ditekan
kata Juli sakit sekali. Simpul syaraf seperti ini memang tidak bisa
dilemaskan dalam satu kali terapi. Juli mau mengerti jika terapi ini
harus berulang-ulang.
Aku mencoba menekan semua simpul syaraf yang
memberi dampak menurunkan bobot itu. Semua titik tersebut jika ditekan
sedikit saja, Juli sudah menjerit kesakitan. Hampir satu jam aku
menelusuri semua syaraf langsing itu, sampai Juli badannya basah kuyup
karena keringat akibat menahan sakit.
Bagaimana Jul, semua yang ditekan sakit, apa kamu kuat diteruskan., tanya ku.
Biarin deh aku tahan, yang penting aku bisa kurus, katanya bersemangat.
Aku
lalu menyarankan agar dia berganti mengenakan daster saja, sebab semua
bajunya sudah basah berkeringat. Tapi akan lebih baik kalau mengenakan
sarung saja sebab selain tidak terlalu gerah, juga memudahkan aku
menyentuh simpul-simpul syaraf. Kali ini aku serius, bukan mau ngerjain
Juli. Kasihan juga sih.
Juli menurut dia bangkit. Aku lalu
menyarankan dia agar ke kamar mandi dulu untuk pipis. Lebih baik pipis
sekarang daripada nanti ditengah-tengah terapi kebelet pipis., Aku juga
ingin merokok dulu di luar sebentar. Juli setuju dan aku keluar lalu
mengasapi ruangan. Setelah sebatang rokok putih habis tidak lama
kemudian Juli memanggilku.
Juli mengenakan sarung yang diikatkan di
dadanya. Aku terperangah juga, badannya putih sekali dan semuanya serba
besar. Payudaranya besar dan pantatnya juga besar. Setelah menyiapkan
semua perlengkapan termasuk body lotion aku memulai terapi dengan
menyuruhnya tidur telungkup.
Aku kembali mengulang menekan
simpul-simpul syaraf tadi. Namun sekarang dengan bantuan cream aku jadi
lebih lancar mengurut bagian-bagian simpul syaraf di seputar kakinya.
Menurut Juli sekarang tidak lagi merasa terlalu sakit seperti pertama
tadi. Aku jelaskan bahwa jika diurut, maka penekanan simpul syaraf tidak
terfokus pada satu titik, jadi yang dirasa adalah sakitnya tidak
seberapa.
Dari tidak ada niat sampai muncul sifat iseng dan ingin
tahu. Dua hal terakhir ini adalah kelemahanku, terutama suka iseng.
Jadinya seperti biasa simpul syaraf erotis aku senggol-senggol juga.
Rupanya terhadap Juli simpul itu cepat sekali menimbulkan reaksi. Dia
jadi gelisah.
Kubiarkan dia tersiksa dengan kegelisahannya. Paling
tidak membantu aku untuk menyingkap sarungnya agar aku bisa meraih
bagian-bagian yang tersembunyi. Dia pasrah saja ketika sarungnya aku
singkap keatas. Aku memerlukannya karena akan mencapai bagian paha. Luar
biasa besar pahanya dan putih bersih. Sambil mengurut aku mengagumi
kebesaran itu.
Urut dan penekanan simpul syaraf aku atur
selang-seling. Jika dia kesakitan berikutnya aku urut bagian yang nyaman
dan menggairahkan. Saat dia mulai syur aku tekan lagi bagian yang
sakit. Juli kemudian mengaku bingung merasakan pijatanku. Sebentar enak,
sebentar sakit, bisa nggak dipijet biar enak terus, kata Juli.
Nanti
lama-lama yang sakit jadi terasa enak, tenang aja, tapi sorry nih aku
terpaksa menyingkap sarung sampai begini, kamu keberatan apa enggak ?
Dia
langsung menyambut cepat bahwa dia tidak keberatan yang penting bagi
dia terapiku lekas berhasil. Ibaratnya aku harus telanjang pun aku
turuti Jay, kata Juli.
Aku langsung menjawab, Ya kalau nggak
keberatan telanjang aja, aku jadi lebih gampang nggak ngraba-raba di
dalam sarung, kata ku dengan nada yang kutenang-tenangkan.
Dibuka semuanya Jay, tanyanya minta konfirmasi.
Kalau nggak keberatan, terserahlah,
Ya
udah demi kesehatan dan menghargai pertolongan kamu aku ikut saja,
katanya sambil berdiri dan meloloskan sarung, lalu BH dan celana
dalamnya dengan posisi membelakangiku. Tapi jangan diketawain ya badan
ku gemuk,
Dari dulu udah tau kamu gemuk, masak sekarang mau
ngetawain, udahlah kamu anggap aja aku nggak ada dan yang mijet ini
mesin, kata ku berusaha membangkitkan percaya dirinya.
Namun di dalam
hatiku terkagum-kagum dengan gumpalan lemak yang begitu banyak di
seluruh tubuh nya. Aku bertanya sendiri, apa bisa lemak-lemak itu nanti
meleleh. Kalau bisa hebat juga aku.
Aku belum pernah meniduri cewek gemuk, kira-kira rasanya bagaimana ya. Empuk kali. Ah jadi pengen nih, kataku dalam hati.
Aku
mulai menggarap lebih banyak simpul syaraf erotis dari pada syaraf yang
melangsingkan. Toh dia juga sudah tersiksa kesakitan dari tadi, jadi
perlu diberi terapi nikmat.
Memang benar kata Kristin, nafsunya mudah
sekali dibangkitkan. Belum setengah perjalanan dia sudah mengaduh-aduh
keenakan dan kegatelan. Aku jadi makin tergoda dengan rintihannya
aaaaduuuuh Jaaayyy .
Ini bukan rintihan sakit, tapi nikmat. Bokongnya
yang gempal mulai aku garap. Di situ banyak sekali syaraf-syaraf erotis
berada. Lalu aku turun lagi menekan beberapa bagian di paha sebelah
dalam dekat sekali dengan kemaluannya. Berhubung pahanya besar sekali
aku minta dia merenggangkan kakinya. Kakinya sudah merenggang cukup
jauh, tetapi tetap saja kedua belah pahanya masih rapat. Aku terpaksa
menyelipkan tanganku untuk meraih titik yang perlu disentuh.
Karena
begitu gempalnya aku kurang menyadari jika suatu saat tanganku sudah
menyentuh bibir kemaluannya. Aku terkejut sendiri menyadari tanganku
sudah mencapai bagian vital, padahal sesungguhnya aku belum mau sampai
di situ.
Kuakhiri menyentuh daerah sensitif, berpindah ke pinggang
lalu naik ke bahu dan tengkuk. Punggungnya ketika aku tekan terasa tebal
sekali lemak di situ. Senang betul aku memainkan lemak-lemak di situ
Setelah bahu kedua tanganku menyelusup ke ketiaknya dan melakukan
pijatan badannya bagian samping. Bagian pinggir buah dadanya jadi teraba
juga. Bagian buah dadanya melebar ke samping karena bagian depannya
tertekan.
Setelah selesai bagian belakang aku minta dia berbalik.
Pemandangan makin indah. Dibagian atas bergumpal susu yang besar di
bawahnya perut yang berlipat kebawah lagi segitiga, tapi rambutnya cuma
sedikit dan membujur ke bawah sepasang paha putih yang besar sekali.
Aku
berusaha tenang dan seolah-olah tidak melihat apa-apa. Padahal sedang
terkagum-kagum menyaksikan bongkahan lemak bergumpal dimana-mana dan
putih bersih.
Aku kembali mengurut dari ujung kaki terus naik keatas
sampai ke pangkal paha. Juli merintih sampai seperti sedang menangis.
Aku berusaha menyimak apakah dia benar menangis atau sekedar merintih.
Ternyata dia merintih sambil menangis.
Aku tanyakan kenapa menangis, apa menyesal atau karena apa. Aku sempat menghentikan pijatan untuk memastikan keadaan.
Aduh
Jay aku nggak tau kenapa aku begini. Aku rasanya seperti disiksa oleh
keinginanku sendiri, dia tidak meneruskan kata-katanya. Aku mengerti apa
yang dimaui sebenarnya.
Dengan gaya cool aku menenangkan dia. Sudah
Yul kamu tenang saja, pokoknya kita harus bisa merahasiakan semua yang
terjadi di kamar ini. Aku paham apa yang ada didalam tubuhmu, sabar
sebentarya biar aku tuntaskan terapi ini. Kamu kalau mau berteriak atau
apa pun lepas aja, jangan ditahan ya, nanti dada kamu jadi sesak, kata
ku.
Aduh Jay terima kasih, kamu ternyata sangat pengertian, sorry ya
Jay jangan ketawain aku ya kalau aku bersuara atau bertingkah aneh,
katanya mengiba.
Aku jadi kasihan. Ku sarankan agar dia menutup
mukanya dengan bantal saja agar suaranya tidak terlalu terdengar sampai
ke luar kamar. Dia segera menuruti saranku. Meski tertutup bantal
rintihannya masih juga terdengar, tetapi tidak terlalu keras.
Aku
memijat kedua paayudaranya. Dia makin merintih. Apalagi ketika tersentuh
kedua putingnya yang berwarna merah jambu. Putingnya tidak terlalu
besar sehingga bentuknya sangat menggairahkan.
Perutnya yang penuh
lemak agak sulit mengurutnya.Aku hanya menggosok-gosok saja. Pijatanku
turun ke bawah dan mulai menggarap sekitar kemaluannya. Juli tidak hanya
memberi ruang dengan merenggangkan kakinya tetapi kakinya ditekuk dan
dibukanya selebar mungkin. Meski sudah begitu besar celah yang dia buka,
tetapi belahan kemaluannya belum terbuka juga karena di situ juga
bergumpal lemak menutupi celah itu.
Aku menggosok kemaluannya
perlahan-lahan sambil menyelipkan jari tengahku menerobos masuk ke dalam
belahan yang ternyata sudah sangat basah. Pijatan di kemaluan itu
kulakukan tanpa minta izin lagi ke pemiliknya. Aku tekan sebentar
clitorisnya. Dia menggelinjang dan suaranya terdengar agak keras
mengerang di bawah bantal.
Selesai sudah semua terapi pijatanku. Aku
lalu berbisik di telinganya. Jul pijatannya sudah selesai, boleh aku
bantu biar kamu lega.
Juli hanya menangguk lemah. lalu kembali
menutup bantal ke wajahnya. Aku membuka semua pakaianku kecuali celana
dalam. Terapi selanjutnya adalah mengoral vaginanya.
Tinggi juga
faktor kesulitan yang kuhadapi untuk mengoral kemaluan Juli. Lemak yang
berlebihan menghalangi ku untuk mencapai bagian clitorisnya. Aku harus
mengatur posisi agar masih bisa bernafas sambil mengoral. Juli
tersengal-sengal menikmati oralku. Seluruh bagian mulutku sampai ke dagu
basah kuyup oleh cairan Juli. Dia cepat sekali mencapai orgasme. Bukan
rintihan atau erangan yang kudengar, tetapi suara seperti menangis.
Kubiar saja dia mengekspresikan kenikmatannya. Selanjutnya aku berusaha
merangsang G-spotnya, Dengan gerakan hati-hati aku memasukkan jari
tengahku ke dalam liang vaginanya. Terasa sekali sempit. Di dalam vagina
juga banyak gumpalan lemak, sehingga agak sulit mencari mana tonjolan
G-spot. Aku hanya mencoba membaca reaksinya ketika bagian dalam ku
jamah. Sampai aku yakin menemukan bagian yang tepat, aku bertahan di
titik itu dengan elusan yang lembut.
Hanya sebentar saja dia sudah
meronta-ronta ketika orgasmenya kembali datang. Vaginanya banjir seperti
ngompol. Sprei di bawahnya basah kuyup. Setelah orgasmenya mereda aku
menindihnya dengan sebelumnya aku melepas celana dalam ku. Kami berdua
telanjang bertindih-tindihan. Aku menggesek-gesekkan batang penisku di
luar belahan kemaluannya. Juli menyambutnya dengan menggoyang-goyangkan
pinggulnya.
Aduh Jay nikmat sekali Jay, Aku belum pernah begini Jay. Terusin aja Jay masukkan aku sudah tidak perawan lagi kok
Aku
mengerahkan ujung penisku ke gerbang vaginanya. Meski licin, tetapi aku
berkali-kali gagal memasukkan kepala penisku. Aku mengubah posisi
dengan duduk bersimpuh dan menselaraskan letak kepala penis dengan
lubangnya. Aku terpaksa menguak lebar kemaluannya untuk memastikan
dimana letak mulut vagina Juli.
Setelah jelas baru aku dorong
pelan-pelan. Bagian kepala sudah berhasil terbenam, tetapi untuk maju
masih agak sulit. Juli merintih sakit katanya. Aku berusaha
menyabarkannya agar dia menahan sebentar saja rasa sakit itu. Batang
kutekan lagi sampai hampir setengah tertelan kemaluan Juli.
Dengan
posisi setengah aku mulai memaju mundurkan penisku sampai Juli merasa
tidak sakit lagi. Setelah dia merasa nyaman dan mendesah-desah, kutekan
lagi perlahan lahan sampai seluruhnya ambles ke dalam vaginanya. Meski
banyak lemak di dalamnya aku merasa vagina Juli masih sempit, maklum
lubang ini belum pernah dikunjungi penis.
Juli merintih sambil
berucap betapa enaknya vaginanya terasa terganjal dan hangat. Aku
melakukan gerakan mengedut-kedutkan penisku beberapa kali. Juli semakin
mengerang merasakan nikmatnya kekerasan penisku yang mengganjal di dalam
liangnya.
Setelah yakin semua batang terbenam di dalam aku kembali
rebah menindih tubuh Juli. Kedua putingnya kuhisap bergantian, sambil
penisku tetap menancap di dalam liang vaginanya. Aku terus melakukan
gerakan mengedut sambil menciumi kedua putingnya. Juli terangsang hebat
dan dia berteriak Jay aku nyampe,
Sementara dia berogasme, bibirnya
aku lumat dan kuhisap dengan gerakan yang ganas. Dia semakin bernafsu
dan orgasmenya berlangsung cukup lama. Aku tidak tahu pasti orgasme
jenis apa yang dia rasakan.
Setelah reda dia berkomentar bahwa baru
kali ini dia merasa nikmat yang luar biasa. Semua pening dan sesak di
dadanya menjadi plong. Matanya terasa ngantuk dan lemes. Aku tidak
memberi kesempatan dia tertidur. Segera aku pompa dengan gerakan 8 kali
hunjaman dangkal dan sekali dalam. Kosentrasiku menghitung hunjaman ini
menganggu konsentrasi menikmati vaginanya. Mungkin ini menyebabkan aku
jadi bisa bertahan lama.
Juli tidak jadi jatuh tertidur, dia kembali
mendesah, mengerang dan kepalanya digeleng-gelengkan. Aduh Jay aku lemas
banget, tapi nikmat sekali aduh Jay aku nyeraaahh, katanya. Sementsra
aku terus memompanya.
Efek dari pijataan ku tadi berakibat dia mudah
sekali mencapai orgasme. Aku sudah tidak lagi memperhatikan sudah berapa
kali dia mencapai orgasme. Padahal permainan baru berlangsung 15 menit.
Aku terus memompa sampai dia tidak mampu lagi bereaksi karena kelelahan
yang amat sangat. Aku berkosentrasi sampai ketika akan meledak
buru-buru aku cabut dan ditumpahkan ke perut Juli. Juli hanya membuka
mata sebentar lalu jatuh tertidur. Di bagian akhir, tampaknya dia sudah
setengah tidur.
Seperti biasa aku segera menutup selimut ke seluruh
tubuhnya dan aku kembali berpakaian. Dengan langkah berjingkat ku
tinggalkan kamar Juli.
Aku mendapat pengalaman baru lagi merasakan lemak tebal.
Dua
hari setelah itu aku digamit Kristin. Dia berbisik, Juli berterima
kasih sekali sama lu, katanya terapinya luar biasa. Dia juga senang
karena selera makannya jadi kurang banget,
Sedang kami berdua tiba-tiba muncul Juli. Jay beratku turun sekilo, kayaknya terapimu mulai menunjukkan hasil. katanya.
Aku
mengingatkan agar dia jangan terlalu bersemangat menurunkan berat
badan. Sebab jika turun terlalu drastis, kurang baik terhadap kesehatan.
Aku menyarankan agar dia berusaha jalan lebih jauh dari biasanya dan
kalau bisa hindari naik lift atau eskalator. Dengan begitu badannya
tetap kencang meski bobotnya berkurang.
Selain terapi pijat refleksi
aku melakukan kombinasi dengan hypnotherapy. Aku menanamkan sugesti
kedalam alam bawah sadarnya untuk tidak berselra kepada makanan manis,
berlemak dan coklat. Kebiasaan makannya aku ubah dengan lebih menyukai
sayur dan buah-buahan. Sugesti it uterus-menerus aku tanamkan kedalam
benak Juli, sampai dia sendiri merasa perubahan selera makannya karena
kesadaran akan mencapai bentuk dan berat badan yang ideal. Aku juga
berterima kasih kepada Juli, tetapi di dalam hati. Berkat tantngan yang
dia berikan aku bisa menguasai hypnotherapy.
Singkat cerita 6 bulan
kemudian Juli sudah mencapai berat yang ideal yaitu 55 kg. Tampilan Juli
makin cantik dan hebatnya payudara dan pantatnya tetap bertahan gempal
tidak ikut susut. Juli menjadi seksi.
Di balik keberhasilannya
menurunkan berat badan, aku yang jadi megap-megap. Setiap kali
mengetahui jadwalku kosong, Juli langsung minta jatah. Padahal katanya
dia sudah punya pacar. Tapi dia mengaku susah melupakanku. Aku kecanduan
kamu Jay, katanya.
Keberhasilan ku menurunkan berat badan Juli
segera tersebar ke seluruh jaringan cewek-cewek ini. Aku di baiat
sebagai terapis paling ampuh. Padahal, keberhasilan Juli menurunkan
berat badan antara lain karena dia hampir setiap hari kelelahan karena
nafsu sexnya yang mendorong dia selalu minta disetubuhi,
Setelah keberhasilanku menurunkan berat badan Juli, Mbak Ratih dan Bu
Rini juga minta diturunkan kegemukannya. Kelebihan berat mereka berdua
tidak terlalu parah, mungkin hanya perlu turun 5 sampai 10 kg.
Sudah
tiga orang berhasil kuterapi jadi kurus dan berisi. Aku tidak menyangka
kemampuanku ini kelak akan menerbangkan aku ke banyak tempat dan menjadi
dambaan banyak ibu-ibu dan perawan gemuk.
Aku tidak mampu mengurus
sendiri begitu banyak permintaan terapi. Bu Rini kuminta menjadi
managerku. Dia lah yang mengatur waktu bahkan menentukan biaya
terapinya. Kami berdua yang tadinya banyak berharap mendapat penghasilan
dari MLM, sekarang sudah kami tinggalkan.
Informasi dari mulut ke
mulut ternyata cepat sekali merebak. Aku akhirnya kewalahan menghadapi
begitu banyaknya order yang masuk. Aku minta Bu Rini membatasi orderan.
Dia bingung bagaimana caranya menyeleksi, semua butuh dan semua perlu
dibantu. Aku lalu minta dia menetapkan tarif yang tinggi agar tidak
banyak orang mampu mengorderku. Tapi aku minta dia juga menyeleksi atau
bahkan mencari mereka yang perlu benar-benar dibantu. Terhadap mereka
ini kutekankan kepada Bu Rini jangan minta bayaran apa pun.
Melalui
teknik penyeleksian ini aku jadi banyak bertemu wanita-wanita tingkat
atas. Aku kagum atas berlimpahnya uang mereka. Jika mereka minta
diterapi, selalu menyewa kamar hotel bintang 5. Mulanya aku agak minder
juga menghadapi mereka, karena penampilan yang wah dan wangi serta
kelengkapan yang serba mahal.
Dengan kemampuan uang yang begitu
besar, kadang-kadang permintaan mereka rada aneh. Sebagai contoh ada
yang minta lubang vaginanya disempitkan atau bibir vaginanya dibuat
berwarna pink atau mengecilkan puting susu.
Terhadap mereka yang
kurang mampu, mereka umumnya sangat menurut dan patuh pada semua
nasihatku. Aku berharap bantuanku kepada mereka bisa lebih mencerahkan
jalan hidupnya ke depan. Umumnya yang minta diterapi baik dari kalangan
kaya, maupun dari kalangan kurang mampu adalah keluhan kegemukan.
Bedanya,
kalangan berduit banyak sekali permintaannya. Kadang-kadang jika aku
kesal, aku mainkan penekanan syaraf erotisnya. Mereka kelojotan minta
digauli. Pada titik ini aku berlagak bodoh dan pura-pura tidak
memahaminya. Aku selalalu menyudahi terapi dengan mengatakan, Bu atauu
Mbak, terapinya sudah selesai,
Mas bisa nggak aku diservice sekalian, kepalaku pusing jadinya nih,
Apanya yang diservice bu/mbak,
Aduh tolong lah dik nanti aku kasi tip tambahan deh, kata mereka.
Jika
sudah mereka mengiba-iba aku baru keluarkan jurus penuntasan. Biasanya
tip yang diberikan kepadaku jauh lebih besar dari tarif resmi yang harus
mereka bayar. Tips ini tentu saja 100 persen masuk ke kantongku.
Aku
jadi makin berduit, tetapi aku tetap berusaha hidup bersahaja.
Masalahnya aku belum siap memasuki dunia glamour. Kalau mau sebetulnya
aku cukup mampu membeli mobil baru, beli apartemen. Tapi jika itu
kuturuti aku harus mengubah pola hidupku yang belum tentu aku mampu
menjalaninya. Begini saja udah enjoy, uang banyak, hidup dikelilingi
bidadari yang setiap saat siap dilayani dan melayani, batinku.
Aku
hanya ingin berbagi cerita pengalaman yang unik-unik saja yang aku
temukaan dari pasienku. Salah satunya adalah Ibu Dina. Dia adalah
pengusaha wanita terkenal dan mungkin termasuk jajaran konglomerat.
Saking menjaga rahasia, dia harus menyewa 2 kamar di hotel bintang 5
dengan kamar yang memiliki conneting door. Kalau sudah begini Bu Rini
lah yang berperan mengatur terapi rahasia itu, sehingga hanya aku, bu
Rini dan Bu Dina saja yang tahu soal terapi ini.
Bu Rini awalnya
memiliki tubuh yang terlalu gemuk. Dia ingin tampil seperti badan gadis
remaja atau katakanlah gadis 20 tahunan. Padahal usianya sudah hampir
mencapai 50. Karena kekuatan uang maka meski gemuk dia tetap
berpenampilan cantik dan mahal.
Dik aku sudah bosan kemana-mana untuk
nurunin berat badanku ini, tapi selalu tidak berhasil. Kalaupun
berhasil, tidak bisa lama bertahan, aku malah tambah gemuk. Gimana ya
dik solusinya, kata Bu Dina .
Aku jelaskan bahwa soal menunrunkan
berat badan itu tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada terapis, tetapi
harus ada kerjasama dengan yang diterapi. Bahkan Ibu Dina harus lebih
banyak berperan dari pada saya yang menerapi. Saya hanya memberi arah
saja bu, ibu yang harus mengikuti jalan itu. Kalau ibu tidak nurut, ya
pasti tidak akan berhasil, kataku.
O gitu toh dik, tapi kan saya udah
makan obat, masak yo saya harus susah payah nahan selera makan segala
sih. Saya kan suka ada acara dinner, makannya itu enak-enak dan mahal,
rasanya sayang kalu nggak dicoba, katanya.
Saya tidak menjanjikan
terapi saya bakal berhasil bu, tetapi saya coba, kalau cocok mungkin
bisa berhasil. Biasanya saya tidak mengharuskan pasien saya mengubah 180
derajat pola makan mereka, tetapi hanya mengurangi saja porsi dari yang
sebelumnya. Bagaimana bu apa mau dicoba, tanya ku dengan nada merendah.
Kamu ini masih muda kok bisa punya keahlian gini toh dik, katanya udah banyak yang berhasil, makanya aku penasaran, katanya.
Seperti
biasa aku meminta dia mengenakan sarung dan kusarankan agar melepas BH
juga. Badan Bu Dina sangat mulus, putih dan gemuk Aku mulai melakukan
ritual. Semua simpul syaraf yang berhubungan dengan selera makan aku
garap. Simpul-simpul itu tidak sampai 30 menit sebetulnya sudah tuntas.
Selebihnya aku hanya melakukan chek up lalu memberi pijatan nyaman. Dia
sudah merasa membayar mahal, jika aku hanya menggarapnya 30 menit
rasanya tidak pantas.
Selama kelebihan waktu itu aku juga iseng
menekan syaraf-syaraf erotisnya. Dalam hal ini kurasa keahlianku sudah
sangat mahir. Baru sekitar 15 menit syaraf erotis kumainkan, Bu Dina
sudah mulai merintih. Dik pijetanmu kok enak banget to dik, katanya.
Bu maaf ya bu, kelihatannya ibu jarang disambangi nih, kataku memancing reaksinya.
Disambangi apa toh dik, tanyanya dengan nada heran.
Ah ibu ini masak nggak paham, maksud saya disambangi ama bapak, kataku.
lho
kamu kok bisa tahu rahasia sampai kesitu to, emang benar kok dik, bapak
itu kan diabet, jadi ya agak susah, apa kamu bisa terapi diabet juga to
dik, tanya Bud Dina.
Aku terus terang belum pernah mencoba terapi
orang diabet, tetapi penyakit itu menerut pengetahuanku tidak bisa
disembuhkan, hanya bisa dikendalikan.
Maaf ya bu, ini dampaknya dari
kurang disambangi, jadi ibu ini termasuk suka mudah marah, emosinya rada
cepat meluap, kataku datar.
Dia membenarkan, bahkan dia malah
nyrocos, dalam soal sepele saja kadang-kadang marahnya bisa
meledak-ledak. Susah mengendalikan emosi marah katanya. Dia tanya apa
yang begituan bisa dikendalikan.
Saya katakan ini adalah ibarat asap,
apinya adalah soal disambangi tadi. Jadi ada perasaan yang terpendam
bertahun-tahun dan lama-lama tidak menyadari, padahal perasaan kecewa
itu tetap ada di dalam.
Ibu Dina rupanya termasuk istri yang setia
dan tidak pernah punya keberanian untuk bermain mata dengan laki-laki
lain. Untuk terapi ini saja dia membuat pengamanan berlapis-lapis agar
jangan sampai diketahui orang. Maklumlah dia sendiri termasuk orang
punya nama, suaminya juga terkenal.
Aku jadi penasaran ingin membuat
Bu Dina kelojotan. Apakah dalam kondisi di puncak rangsangan dia masih
mampu bertahan. Bagaimana sih kuatnya benteng pertahanannya . Aku
memainkan syaraf syaraf sensual. Stimulasi terus-menerus aku garap,
tanpa menyentuh bagian-bagian alat vital.
Aduh dik aku kayaknya udah nggak kuat lagi ni dik, katanya.
Aku
lalu berhenti memijat dan bertanya apa pijetnya cukup sekian aja. Bu
Dina langsung membantah bahwa bukan itu yang dia maksud, katanya
kepalanya mau pecah menahan rasa yang nggak karuan. Aku lalu menawarkan
untuk memijat kepalanya. Padahal aku tahu itu tidak akan menyembuhkan
bahkan mungkin bisa tambah menggila. Dia memberi kesempatan aku memijat
kepalanya. Bukan tambah selesa, tetapi malah tambah menggila. Bu Dina
tanpa dia sadari merebahkan badannya ke badanku yang sedang memijat
kepalanya dari depan. Dia memelukku erat sekali sambil kepalanya di
guselkan ke dadaku. Dia menarik kepalaku dan diciuminya wajahku lalu
bibirku disedot dan diciuminya ganas sekali. Kepalaku lalu didorong kea
rah dadanya. Aku segera paham bahwa payudaranya minta disedot. Payudara
Bu Dina masih cukup montok dengan pentil yang agak besar.
Bu Dina
menggeliat-geliat menikmati cumbuanku. Aku lalu mengoralnya sampai dia
orgasme bahkan aku membawanya juga G Spot O. Namun Bu Dina masih ingin
dilanjutkan dan dia membuka celanaku lalu mengoralku sebentar kemudian
dia minta aku menyetubuhinya. Aku menggenjotnya, sampai dia mencapai O ,
tapi dia masih minta aku melanjutkan permainan sampai dia kembali
mendapat O. Badanku merasa lelah dan aku mulai berkosentrasi untuk
mencapai O. Menjelang aku O Bu Dina rupanya juga hampir nyampe. Aku
sengaja melepas ledakan ejakulasiku di dalam vagina bu Dina. Dia
memelukku erat sekali dan diciuminya wajahku.
Saya puas dik, biar aku nggak berhasil jadi kurus tapi kamu harus mau melakukan terapilagi, kata Bu Dina.
Bu
Dina adalah pelangganku yang menjadi ketergantungan kepadaku. Dia
selalu minta diterapi setiap 2 minggu sekali. Pernah juga aku dimintanya
menyusul ke Singapura. Aku diperamnya disana selama 3 malam.
Berat
Bu Dina berhasil juga turun hampir 15 kg dalam 6 bulan. Terapi yang aku
lakukan adalah kombinasi pijatan dan hipnotis. Tidak hanya soal
mengurangi selera makannya, tetapi juga emosinya sekarang lebih
terkendali. Dik aku sudah bisa menahan marah , sejak kamu terapi aku kok
jadi penyabar ya dik, katanya.
Aku memujinya. Dia kupuji karena mau
bekerjasama untuk memperbaiki sifatnya yang negatif. Aku juga menenamkan
ke dalam benaknya bahwa marah itu adalah perbuatan sia-sia. Aku selalu
memberi tantangan kepadanya untuk mengembangkan kreatifitas. Maksudnya
jika timbul rasa marahnya kepada seseorang, maka dia harus mencari cara
atau jalan atau kata-kata agar orang yang seharusnya dimarahi karena
kesalahannya bisa menyadari dan memperbaiki diri . Bu Dina pasti bisa
mencari cara lain dari marah, kata ku.
Iya dik, bahkan ada karyawanku
yang harusnya aku marahin malah aku kasih uang dan kuajak bicara
baik-baik, akhirnya dia sekarang jarang berbuat kesalahan, malah loyal
sekali kepadaku, katanya.
Aku membatin, sumber penyebab kemarahannya
sudah cair, yakni keinginan sexnya yang selama ini bertumpuk sudah
lenyap, karena aku menjadi pelanggan servicenya. Selain itu sugesti yang
aku tanamkan di dalam alam bawah sadarnya membantu dia berfikir positif
dan kreatif.
Ada lagi pelangganku yang minta aku melakukan terapi di
motel-motel. Dia selalu minta janji ketemu di pusat-pusat perbelanjaan.
Dari situ dia minta aku membawanya ke motel hanya berdua saja.
Pelangganku
yang kupanggil dengan nama Bu Monik ini awalnya juga minta tubuhnya
dirampingkan, tetapi kemudian berkelanjutan minta diservice lengkap. Dia
juga pengusaha kaya yang nafsu sexnya tidak mampu diimbangi suaminya.
Kalau ku turuti dia maunya aku melakukan terapi setiap minggu.
Aku
sudah 2 tahun malang melintang di dunia terapi . Relasi ku di kalangan
atas, terutama para wanita cukup lumayan. Tidak hanya pengusaha, tetapi
juga politisi selebriti dan ibu pejabat. Ada juga ibu yang mempunyai
jabatan penting dikalangan TNI dan Polri.
Jujur saja aku tidak merasa
cukup mampu menjadi terapis. Aku juga sebenarnya kurang yakin bahwa
titik-titik simpul syaraf yang ditekan bisa manjur menyembuhkan berbagai
penyakit. Kuperhatikan simpul-simpul syaraf itu hanya membantu usaha
penyembuhan. Penyembuhan sepenuhnya sebetulnya adalah pada diri orang
itu. Jika dia mengubah pola hidupnya maka keberhasilannya untuk sembuh
lebih besar. Namun jika dia tetap dengan pola hidupnya yang lama, maka
penyakit yang dikeluhkannya akan tetap menggerogotinya. Teori ini tidak
bisa diterapkan juga kepada semua orang dan semua penyakit. Akan tetapi
sebagian besar memang begitu.
Kesibukanku melayani pelanggan
membuatku jadi jenuh. Aku berkeinginan suatu saat bisa berkeliling Eropa
untuk berlibur. Pada dasarnya aku senang berkelana. Namun menjelajah
Eropa jika hanya menikmati dari balik jendela rasanya kurang puas.
Maksudku di balik jendela itu adalah dari balik jendela hotel, taxi,
bus, kereta api dan seterusnya. Artinya aku tidak terlibat dengan
kehidupan sehari-hari di tempat yang kukunjungi. Untuk bisa begitu
paling tidak aku harus bisa berkomunikasi dengan bahasa setempat.
Keinginan
itulah yang mendorong aku mengambil kursus bahasa Perancis, Jerman dan
Spanyol sambil memperdalam pengetahuan bahasa Inggris. Setahun kurasa
cukup untuk menguasai sekedar bahasa sehari-hari bahasa-bahasa besar
dunia itu.
Awalnya aku ingin berkelana sendiri ke Belanda, Prancis,
Jerman dan Spanyol. Namun ketika aku bercerita sambil melakukan terapi
kepada beberapa pelangganku, mereka malah mau ikut. Jadinya ada 5 orang
emak-emak kaya raya yang mau ikut berkelana. Mereka malah membiayai
semua kebutuhanku. Apalagi mereka akhirnya tahu bahwa aku lumayan ngerti
bahasa negara-negara yang akan kami kunjungi.
Berkelana selama 2
minggu ke 4 negara pada musim panas kemudian memang terwujud. Aku jadi
tour leader, dan memang aku yang mengatur kemana saja tujuan wisata
kami. Aku syaratkan kepada ibu-ibu pesertaku agar tidak berbelanja
oleh-oleh kecuali mau dipakai langsung. Aku tidak mau perjalananku
terhambat gara-gara soal barang bawaan yang terlalu banyak. Ibu-ibu
kalau tidak dibendung, nafsu belanjanya kadang-kadang lebih besar dari
nafsu sexnya.
Selama kami tour, kami berenam sudah seperti remaja
lagi. Tidak hanya aku harus bergantian setiap malam tidur dikamar
mereka, Tetapi sering juga kami ngumpul berenam lalu melakukan orgy
party. Ibu-ibu itu selalu menempati suite room, jadi kamarnya lebih
lega. Terbang pun kami selalu di kelas satu.
Aku rasa soal ini kalau
diceritakan bisa terlalu panjang. Namun lain kalilah kuungkap kehidupan 2
minggu kami sambil berkeliling Eropa. Jika anda mengikuti cerita ini
dari awal dan sampai di bagian ini, saya berterima kasih banyak.
Kritikan mudah-mudahan menambah kemampuan saya menulis. thx

Karya yg bagus. Sy enjoy membaca sampai habis. Good job. Tks.
ReplyDelete